Bab 2. Desakan Orang Tua

1413 Kata
Ari benar-benar tak habis pikir. Entah bagaimana, para orang tua akhirnya setuju untuk menikahkan ia dengan Marvel. Waktu yang tersisa sangat terbatas, jadi mereka berniat mengumpulkan semua orang untuk makan malam dan membicarakan masalah pernikahan itu langsung dengan Marvel. "Aku nggak mau!" seru Ari pada ayahnya saat ia diminta berdandan dan pergi ke restoran tempat mereka akan makan malam dengan keluarga Marvel. "Kamu nggak punya pilihan! Buruan dandan!" teriak Tanto. "Kenapa Papa nggak pernah dengerin pendapat aku? Aku nggak mau nikah sama Marvel!" Ari berdiri dengan ekspresi jengkel. Ia melemparkan tas berisi gaun baru yang disiapkan oleh Tanto sore tadi. "Kamu nggak punya hak untuk menolak. Jangan lupa, Papa udah ambil kamu dari rumah kumuh itu dan besarin kamu sampai sekarang. Anggap aja ini saatnya kamu balas budi," ujar Tanto dengan nada melunak. Ari mengepalkan tangannya mendengar sang ayah membahas masa lalu. "Aku nggak mau, Pa. Marvel juga nggak bakalan mau nikah sama aku!" "Liat aja nanti. Yang penting kamu buruan dandan dan ikut Papa!" Ari mendengkus kesal untuk kesekian kalinya. Ia benar-benar muak karena diperlakukan seperti ini. Andai saja Salsa tidak koma, ia tidak harus dipaksa menikah dengan Marvel. "Liat aja, aku bakal gagalin perjodohan nggak masuk akal ini!" Alih-alih berdandan dan mengenakan gaun, Ari memutuskan untuk berpenampilan seperti biasanya. Celana cargo dan jaket bomber hitam favoritnya menempel di tubuh. Tak lupa, ia telah mengetatkan balutan kain di dadanya untuk menutupi bentuk tubuhnya yang indah. "Apa kamu bego?" Tanto berkacak pinggang melihat Ari turun dari lantai dua sembari mengikat rambutnya tinggi-tinggi. "Aku bakal ikut makan malam kalau aku boleh berpakaian kayak gini," ujar Ari dengan senyuman miring di wajahnya. Diana mengumpat lirih. Andai saja Salsa tidak koma, tentu saja Ari tak akan berada di posisi ini. "Anak sialan! Dasar tak tahu diri!" Ari tak menggubris umpatan ibu tirinya. Ia melangkah keluar dari rumah lalu masuk mobil. Kedua orang tuanya mau tak mau akhirnya ikut masuk. Mobil itu meluncur cepat. "Jangan bikin malu Papa. Kamu ini udah 23 tahun," kata Tanto. "Bagus kamu bisa menikah sama Marvel. Belum tentu ada pria yang mau menikah dengan kamu." Ari mengepalkan tangannya. Hanya karena ia berpakaian seperti itu, bukan berarti tak ada yang menyukainya. Ia tak percaya ayah kandungnya tega mengucapkan kata menyakitkan seperti itu. "Papa kamu benar. Ingat, kamu hanya pengganti!" sergah Diana. "Kalau Salsa udah bangun, kamu harus bercerai dari Marvel." Ari memutar bola mata. Bahkan untuk menikah saja ia enggan. Karena ia malas berdebat dengan ibu tirinya, ia memutuskan untuk diam. Setibanya di restoran, Ari langsung diajak ke ruang VIP yang ada di sana. Keluarga Marvel beserta Marvel telah duduk di sana. "Selamat malam, Pak," ujar Tanto menyapa Leon. "Ya, selamat malam." Kedua mata Ari bertemu tatap dengan Marvel. Pria itu mengerutkan keningnya karena terkejut dengan kedatangan keluarga Ari. "Ini kenapa mereka datang ke sini?" tanya Marvel. "Bukannya kita mau makan malam sama relasi bisnis Papa?" Leon berdehem. "Ya, orang itu Pak Tanto dan keluarganya." Marvel mendengkus. "Tapi kenapa? Bukannya semua kesepakatan itu batal? Pernikahan aku sama Salsa juga udah batal." "Ya, pernikahan kamu sama Salsa emang udah dibatalkan. Tapi ... kamu bisa menikah dengan Ari sebagai gantinya," ujar Tanto. Marvel yang sedang meneguk air pun langsung terbatuk hingga memuncratkan isi mulutnya. Aksi itu membuat Ari langsung mendengkus. "Kalian nggak bercanda? Aku harus nikah sama cewek tomboy itu?" Marvel menatap semua orang bergantian lalu terakhir ia memakukan matanya ke arah Ari yang masih berdiri. "Aku nggak mau nikah sama cewek jadi-jadian kayak gitu! Aku nggak nafsu! d**a sama b****g rata! Nggak ada yang bisa diremas-remas." Ari melotot sempurna. Ingin ia menampar Marvel saat ini andai saja ayahnya tak memberinya tatapan penuh makna. "Vel, kamu nggak boleh ngomong kayak gitu," tegur Sandrina. Ia tersenyum pada Ari. "Ari mungkin agak-agak tomboy, tapi dia manis, kok." Marvel mendecih. "Manis dari mana? Mama yakin dia cewek betulan? Aku nggak pernah liat dia pakai rok!" "Jaga mulut kamu!" sembur Ari tak tahan lagi. Marvel berdiri. Ia bersedekap dengan ekspresi jijik. "Buktiin kalau kamu beneran cewek. Aku baru mau nikahin kamu." "Sembarangan kalau ngomong!" "Udah-udah!" Leon ikut berdiri lalu menarik lengan putranya. "Kita di sini mau makan malam. Empat hari lagi pernikahan kalian dilangsungkan, jadi jangan berantem." "Apa?" Marvel menepis tangan ayahnya. "Papa udah gila? Aku nggak mau nikah sama dia!" "Aku juga nggak mau nikah sama kamu!" seru Ari. "Ari, kamu jangan bicara kayak gitu," tegur Tanto. Marvel melayangkan tatapan pada Ari. Ia tertawa dengan nada mencela. "Ah, aku tahu. Keluarga kamu begitu membutuhkan investasi dari keluarga aku sampai-sampai mereka menjual kamu, ya?" "Marvel!" seru Leon. "Bukan cuma mereka yang butuh bantuan. Tapi pernikahan ini emang memberikan keuntungan buat keluarga kita juga! Dan jangan lupa, kita udah undang banyak orang. Jangan sampai kita malu." "Aku nggak malu kalau pernikahan aku batal. Aku lebih malu kalau nikah sama cewek kayak gini! Nggak mutu!" Marvel melemparkan serbet di atas meja lalu meninggalkan ruangan dengan langkah menghentak. Leon membuang napas panjang. Ternyata sulit meminta Marvel untuk menurut dengannya. Namun, ia masih punya waktu. Ia akan memaksa Marvel dengan apa pun agar pernikahan itu tetap terjadi. "Ari, silakan duduk dulu. Kamu tenang aja, nanti Om ajak bicara Marvel," ujar Leon seraya mempersilakan Ari untuk duduk. "Nggak usah, Om. Marvel udah nolak, aku juga nggak mau nikah." Ari mengangkat bahunya saat ia mendapatkan pelototan dari sang ayah. Ia tak peduli. "Aku pergi aja." Ari mendengar namanya dipanggil, tetapi ia terus berjalan menjauh dari ruang VIP itu. Ia senang karena Marvel juga tidak setuju. Masih banyak hal yang harus ia lakukan dibandingkan memikirkan pernikahan. Jadi, ia pun berniat untuk pulang. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti di dekat koridor lantai dua. Ia mendengar Marvel sedang bercakap-cakap dengan seorang priadi balik pintu sebuah ruangan. "Kamu yakin Salsa selingkuh sama sopirnya?" Ari mendekati pintu tersebut dan mengintip di sana. Ia tahu itu adalah ruang makan santai di balkon yang biasa dipakai untuk merokok. Ia penasaran karena mereka tampaknya membicarakan Salsa. "Ya, Tuan. Saya sudah mendapatkan rekaman kotak hitam mobil nona Salsa dan jelas sekali mereka bertengkar tentang kehamilan nona Salsa. Dan waktu kecelakaan, nona Salsa duduk di jok depan bukan di belakang. Saya yakin mereka sudah lama berhubungan," kata pria yang Ari tak kenali. "Sial! Kenapa aku nggak pernah tahu?" Marvel menggeram. "Di mana sopir itu sekarang?" "Dia meninggal dunia dalam kecelakaan kemarin." "Berengsek!" Marvel memukul pagar balkon dengan kepalan tangannya. "Aku nggak terima Salsa selingkuh kayak gitu!" "Saya pikir lebih baik Anda menerima perjodohan Anda dengan nona Ari." Ari membelalak. Kenapa namanya disebut-sebut? "Apa?" Marvel juga tampak terkejut seperti Ari. "Anda bisa membalas nona Salsa dengan menikahi kakaknya." Marvel tersenyum miring. Itu benar juga. "Kalau nona Salsa bangun suatu hari nanti, dia pasti terkejut melihat Anda sudah menikah dengan wanita lain. Itu adalah pembalasan yang setimpal," ujar pria yang bernama Rudi itu. Ia adalah tangan kanan Marvel. "Ide kamu nggak buruk juga," tukas Marvel. "Tapi cewek itu jelek banget. Dia sama sekali nggak seksi." Rudi tertawa kecil. "Ya, tapi tetap aja, Tuan. Dia wanita tulen dan Anda bisa membuat dia hamil untuk membalas sakit hati Anda pada nona Salsa. Mata dibalas dengan mata." Marvel menatap Rudi tak percaya. Jangankan menghamili, menatap Ari saja ia sudah tak berselera. Namun, ini memang ide yang cukup brilian. Ia yakin Salsa akan menyesal ketika terbangun nanti. Salah sendiri berselingkuh. Di balik pintu, Ari mengepalkan tangan. Ia tak ingin terlibat dalam rencana balas dendam Marvel. Apalagi pria itu ingin membuatnya hamil. Oh, tidak! Ia tidak bisa menerimanya! "Nona Ari bukan wanita biasa, Tuan. Beliau masih muda dan memiliki banyak usaha yang terbilang sukses. Saya yakin, jika didandani sedikit, Anda tak akan rugi." Marvel mencebik. Ia sungguh tak menyukai Ari. "Jangan libatin aku!" teriak Ari seraya membuka pintu. Marvel dan Rudi menoleh kaget pada Ari yang berkacak pinggang. "Aku tahu kamu mau balas dendam sama Salsa. Tapi itu nggak ada hubungannya sama aku! Jadi, kayak yang tadi kamu bilang di depan orang tua kita ... lebih baik kita nggak nikah!" seru Ari. Marvel mencibir. Ia semakin tidak menyukai gadis tomboy di depannya. "Kamu pikir aku nafsu sama kamu? Nggak!" "Tuan," tegur Rudi. "Ya udah, jangan mikir yang aneh-aneh dan libatin aku dalam urusan kamu!" seru Ari. Marvel menatap Ari membalik badan lalu meninggalkan balkon. Ia mendengkus keras sambil menunjuk ke arah pintu. Ia menatap Rudi. "Kamu mau aku nikah sama dia? Astaga! Aku nggak selera!" "Demi balas dendam, Tuan. Saya jamin, nona Salsa akan menyesal." Marvel mendecih. Ia tidak menyukai Ari, tetapi ia juga tergoda untuk balas dendam. "Kamu selidiki lebih lanjut soal Ari itu! Aku harus mikir masak-masak sebelum memutuskan!" "Baik, Tuan."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN