Tak butuh waktu lama bagi Marvel untuk mengetahui seperti apa sosok Ari, gadis yang bernama lengkap Ariana Putri Kavita itu. Rudi memberinya laporan beberapa saat setelah acara makan malam itu gagal.
"Nona Ari adalah gadis yang mandiri. Sejak kuliah dia sudah merintis bisnis, Tuan. Anda tahu brand Franciz, tas dan dompet kulit yang sedang viral itu?"
Marvel merogoh sakunya. Ia menatap nama label Franciz yang diembos di sudut dompet. "Ini buatan cewek itu?"
"Ya. Nona Ari memiliki pabrik sendiri dengan beberapa karyawan. Saat ini, penjualannya benar-benar merajai pasaran hingga ke luar negeri," kata Rudi.
Marvel ternganga seketika. Ia tak pernah melirik merek-merek lokal karena lebih menyukai produk import. Namun, entah bagaimana ketika ia melihat iklan dompet Franciz, ia langsung tertarik.
"Saya pikir Anda tak akan rugi menikah dengan nona Ari," ujar Rudi lagi.
Marvel membaca semua berkas tentang Ari. Ia cukup terkesan. Hanya saja ia masih penasaran. "Kenapa dia dandan kayak gitu?"
"Itu ... saya kurang tahu, Tuan. Mungkin memang gayanya seperti itu," sahut Rudi.
"Dia nggak tinggal serumah sama om Tanto sejak kecil?"
"Nggak, Tuan. Dia tinggal dengan ibu kandung dan ayah tirinya. Sejak umur 11 atau 12 tahun, nona Ari baru dibawa oleh tuan Tanto ke rumahnya. Dia dekat sekali dengan mendiang tuan Fandi, putra pertama tuan Tanto," ujar Rudi.
Kedua alis Marvel terangkat. Ia mengenal Fandi. Pria itu seharusnya menjadi pewaris keluarga Tanto, tetapi meninggal dunia dalam kecelakaan setelah lulus SMA. Dan Salsa, si bungsu justru diharapkan untuk menjadi penggantinya. Sayang sekali, Salsa kini mengalami koma.
"Oke. Aku bakal pertimbangkan Ari buat jadi istriku," kata Marvel.
Marvel memutuskan untuk pulang malam itu. Begitu tiba di rumah, Leon langsung menghadangnya.
"Vel, kita harus bicara. Papa yakin Ari ...."
"Papa tenang aja, aku bakal nikah sama dia," potong Marvel.
Leon menatap putranya terkejut. Ia tidak menyangka Marvel akhirnya sepakat untuk menikah.
"Kamu yakin? Kenapa tiba-tiba? Bukannya tadi kamu menolak?" tanya Leon dengan nada curiga.
Marvel tersenyum miring. Ia mendadak tertarik dengan sosok tomboy itu. Namun, niatnya menikah hanya untuk membalas dendam atas perselingkuhan Salsa. Jika mantannya itu bangun, ia akan membuat Salsa sangat terkejut.
"Aku berubah pikiran. Aku tahu dia ... lumayan keren. Besok aku bakal ajak dia belanja gaun pengantin."
Leon tersenyum lega. Ia menepuk baju putranya. "Bagus. Kamu harus menikah agar bisnis keluarga kita berjalan lancar. Keluarga Ari punya banyak usaha, kita bisa menguasai mereka jika kamu menikah dengan Ari."
"Oke, Pa."
***
Marvel sudah mengikuti—diam-diam—Ari sejak siang tadi karena ia penasaran dengan pekerjaan gadis itu. Pertama, ia datang ke pabrik Franciz. Pabrik itu tidak terlalu besar, tetapi konon sudah menghasilkan banyak produk yang laris di pasaran.
"Sumpah, apa dia nggak bisa dandan kayak cewek dikit?" Marvel berdecak saat melihat Ari keluar dari halaman pabrik dengan menggunakan motor besar yang biasa dipakai oleh kaum Adam.
Kini, Marvel berada di depan kantor Ari. Sama seperti pabrik tadi, kantor ini juga kecil, tetapi menurut Marvel ini sudah sangat lumayan untuk pengusaha muda seperti Ari. Ia menunggu Ari hingga gadis itu selesai bekerja dan keluar dari gedung itu.
"Ehm!" Marvel berdehem di belakang Ari yang sedang mengenakan helm.
Ari menoleh. Ia langsung terkejut karena melihat sosok Marvel. "Ngapain kamu ke sini?"
"Ngapain?" Marvel mendengkus. Sebenarnya ia sangat tidak bisa membayangkan menikah dengan Ari. Namun, demi misinya balas dendam, ia harus bertahan. "Aku ke sini nemuin calon istri aku."
Ari hampir tersedak padahal ia tidak sedang minum. "Yang bener aja. Minggir! Aku mau pulang!"
"Eits! Nggak bisa gitu dong. Kamu harus ikut aku dulu," kata Marvel seraya menarik pergelangan tangan Ari.
"Lepasin nggak?" Ari melotot. Ia sangat kesal karena Marvel begitu lancang. "Udah aku bilang ... aku nggak akan mau nikah sama kamu!"
"Oh, kita liat aja. Hari Minggu nanti kita bakal resmi jadi suami istri," ujar Marvel. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Ari. Gadis itu menegang dan Marvel tersenyum. Ternyata Ari memang wanita tulen yang bisa gugup jika berdekatan dengan pria. "Jadi, sekarang ayo kita beli gaun pengantin buat kamu."
"Hah?" Ari terkesiap. Gaun? Ia tak pernah membayangkan memakai benda semacam itu.
"Ayo!" Marvel menarik tangan Ari hingga mau tak mau Ari melangkah mengikuti gerakan tungkai panjangnya.
"Apa-apaan sih, ini?" Ari mencoba melepaskan diri. Ia menahan langkahnya, tetapi sial, Marvel jauh lebih kuat. Mendadak, ia sudah berada di samping mobil Marvel. "Lepasin! Aku nggak mau nikah sama kamu! Aku juga nggak mau pakai gaun!"
"Oh, kamu harus mau. Kalau aku harus paksa kamu, aku bakal lakuin itu." Marvel membuka pintu mobil. Ia mendorong tubuh Ari agar mau masuk. Ia menahan tawa saat melihat Ari memberontak. Gadis itu bahkan masih memakai helm.
"Awas kamu, Vel! Kamu bakal nyesel!"
Marvel tak peduli. Ia menutup pintu mobil lalu masuk ke balik kemudi. Di sebelahnya, Ari sangat cemberut.
"Orang tua kita udah sepakat, jadi jangan bikin huru-hara. Kita nikah aja," ujar Marvel.
"Cuma dalam mimpi kamu!" gertak Ari. Ia melipat kedua tangannya di depan d**a.
Marvel menggeleng pelan. "Lepas dulu helmnya! Kita bukannya mau naik motor."
Ari hanya mendengkus. Bahkan jika ia menjadi istri Marvel, ia tak akan menurut pada pria itu. Ia melotot sempurna pada pria yang mulai menyetir itu.
"Aku bisa silat sama boxing, kamu bakal aku hajar kalau berani paksa aku lagi!"
Marvel melirik Ari. Ia tahu itu. Ia sudah membaca semua berkas mengenai Ari. Gadis itu tidak seperti gadis pada umumnya. Ari menghabiskan waktunya dengan belajar, berolahraga, mengikuti kegiatan di luar ruangan seperti naik kuda, balapan motor, mendaki gunung, women boxing dan silat.
"Sayangnya ... aku nggak takut," ledek Marvel. Ia memacu mobilnya lebih cepat.
Tak sampai setengah jam, mereka akhirnya sampai di depan butik besar yang menjual setelan pengantin. Marvel menoleh pada Ari. Ia heran setengah mati, gadis itu masih memakai helm.
"Lepasin itu dan kita masuk!" Marvel menunjuk ke helm hitam Ari.
Ari mendengkus. "Aku mau pulang aja. Aku nggak mau pakai baju kayak gitu!"
"Hei ... kita bakalan nikah, jadi kamu harus nurut sama aku."
"Aku? Nurut sama orang lain?" Ari tertawa mencemooh.
Marvel tak tahan lagi. Ia menarik bahu Ari dan membuat mereka berhadap-hadapan. Ari menepis tangan Marvel kuat-kuat, tetapi pria itu lebih cepat melepaskan kaitan helmnya lalu membukanya.
Rambut panjang Ari terurai begitu saja. Dan entah bagaimana, aroma segar menguar hingga ke penciuman Marvel. Ia agak terkejut.
"Sial!"
Marvel mendengar Ari mengumpat dan tubuhnya terdorong ke belakang. Ari dengan cepat membuka tasnya lalu mengeluarkan topi. Seperti biasa, ia mengikat rambutnya lalu menutupinya dengan topi.
"Dasar cewek konyol," desis Marvel seraya melempar helm Ari ke jok belakang. "Ayo keluar dan jangan bikin malu aku!"
"Aku punya seribu cara biar kamu malu," sahut Ari.
Gadis itu keluar dari mobil Marvel, mencangklong tas ranselnya lalu berjalan menuju trotoar.
"Oh, berengsek!" Marvel segera menyusul langkah Ari. Bagaimana bisa gadis itu berniat kabur?
Marvel menyusul langkah Ari. Ia membopong tubuh Ari tepat ketika gadis itu melambaikan tangan pada sebuah taksi.
"Turunin aku!" teriak Ari yang kini berada di bahu Marvel. Kepalanya pusing lantaran ia dalam posisi terbalik.
"Jangan berani kabur dari aku." Marvel membuka pintu butik dan ia mendengar desah napas Ari yang keras.
Pramuniaga yang ada di butik itu menyambut kedatangan Marvel dan Ari dengan ekspresi bingung. Sebab, Ari berada di gendongan Marvel dan terlihat sangat tidak nyaman.
"Selamat sore, ada yang bisa kami bantu?" tanya pramuniaga bernama Nia.
"Ya. Saya butuh gaun pengantin untuk gadis ini." Marvel menurunkan Ari. Ia mengira gadis itu akan menurut, tetapi tiba-tiba Ari langsung menendang bokongnya. Ia melotot saat melihat Ari memasang kuda-kuda.
"Aku nggak mau pakai gaun!" teriak Ari.
"Sial!" Marvel mengusap bokongnya dengan malu karena beberapa pramuniaga menutup bibir sambil menahan tawa.
"Saya nggak peduli. Pokoknya, tolong carikan sesuatu yang bisa dipakai cewek ini. Tiga hari lagi kami mau nikah," kata Marvel.
Ari meniupkan napas dari bibir. Ia sungguh kesal pada tingkah Marvel. Ia mengedarkan matanya ke penjuru butik hingga ia melihat setelan jas putih di manekin.
"Aku mau pakai yang kayak gitu aja," celetuk Ari seraya menunjuk ke arah manekin.
Marvel berkacak pinggang di depan Ari. "Kamu udah gila? Tamu undangan kita ada ribuan dan kamu mau bikin aku malu?" Ia menyugar rambutnya tak tahan lagi. "Kita juga harus foto prewedding buat dekorasi."
Ari memutar bola mata. Ia tahu Marvel dan Salsa sudah menyiapkan banyak hal termasuk foto-foto yang akan dipajang di pesta nanti. Namun, karena pengantin wanitanya diganti, Marvel tentu butuh foto baru.
"Kalau nggak pakai itu, aku nggak bakal mau nikah sama kamu," ujar Ari dengan nada penuh kemenangan.