Tak bisa menghindar

1117 Kata
d**a Lina terasa semakin sesak, perasaan takut dan cemas yang memenuhinya setelah bertemu dengan wanita itu, ditambah bukti hasi tes DNA, semua itu membentuk sebuah pusaran besar yang menenggelamkannya jatuh ke dalam jurang yang dalam. Ditambah lagi perasaannya terhadapadalaml yang berusaha ia redam tetapi tidak bisa karena pria itu selalu memupuknya sampai tumbuh berakar kuat dan bersemi indah di hatinya. “Hah… hufft… kenapa nafasku sesak lagi, sih?” Lina mengeluh dan menggerutu. Ia terus berusaha menguasai perasaannya agar ia bisa pergi meninggalkan tempat itu. Ia tidak ingin bertemu dengan Rizal saat ini. Ia takut ia tidak bisa mengendalikan perasaannya lagi setelah melihtanya. “Ayo… ayo aku mohon. Normal lah…” Lina dengan penuh semangat, ia berusaha menorlakna detak jantungnya yang menderu kencang. Semkain lama ia semkain tegang. Ia sungguh tidak ingin bertemu dengan Rizal. Setelah berhasil menenangkan diri, ia pun menancap gas dan meninggalkan tempat itu. Ia juga memastikan ponselnya untuk menghindari Rizal. Lina melaju menuju apartemennya. Ia sengaja tidak pulang ke rumah orang tuanya karena Rizal pasti akan ke sana untuk mencarinya. Sesampainya di apartemen, ia buru-buru masuk ke dalam dan menutup pintu. “Huft… akhirnya berhasil kabur. semoga dia tidak bisa melacak ku sampai kemari. Ponselku kan tidak aktif, dokter Rizal pasti tidak bisa mengetahui keberadaanku.” Gumannya sambil bernafas lega. Ia beranjak ke kamar dan langsung masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa lama, ia keluar dengan hanya memakai handuk pendek kesukaannya. Meskipun ia jarang mengunjungi apartemennya m, tempainya selalu bersih dan terawat karena pelayang datang setiap hari untuk membersihkannya. Di sini juga, Lina tidak perlu repot-repot membawa baju jika ingin menginap atau bahkan menetap. Ada lemari besar yang berisi semua pakaian cantik yang dimiliki oleh Lina. Sang ibu benar-benar memanjakan dirinya dengan pakaian apapun yang Lina sukai. Lina melangkah menuju lemari dan memilih satu baju tidur. Malam ini ia berencana akan menginap di apartemennya. Ia tidak ingin orang-orang mengetahuinya jika ia di sini walau orang tuanya sekalipun. Karean kalau orang tuanya tahu, otomatis Rizal akan tahu keberadaannya. Setelah memakai baju yang sangat nyaman itu, ia pun berbaring di kasur dan memejamkan mata. Sedangkan Rizal sudah sampai di tempat di mana ia berhasil mengetahui keberadaan Lina. Tapi ternyata Lina sudah tidak ada lagi di tempat itu. Ponselnya juga tidak bisa terlacak lagi, mungkin karena Lina mematikan ponselnya. “Kemana dia? Kenapa dia berulah seperti ini lagi? apa yang terjadi sebenarnya? Padahal aku sudah yakin perubahan besarnya, aku ternyata masih tealu dini memastikan kalau dia akan sembuh dengan cepat, buktinya dia masih tidak berubah.” Rizal tampak bingung. Ia pun menghubungi tuan Kizara. “Halo, Om. Bisa tolong minta Lina mengaktifakan ponselnya? Jadwal terapinya ssoire ini tapi aku kesulitan menghubunginya,” Ucap Rizal. “Apa? lina tidak ada diklinik untyuk terapi? Aku pikir sudah di sana, dokter. Kemana anak itu pergi?” terdengar tuan Kizara juga mengeluh. “Ya sudah Om, akubyakin Lina baik-baik saja, tapi seharusnya ia datang untuk proses terapi tolong kasi tahu saya kalau Lina sudah bisa dihubungi,” ucap Rizal. “Oh iya, dokter. Maaf kalau Lina selalu saja merepotkanmu. Aku akan segera menghubungimu begitu anak itu bisa dihubungi.” ucap tuan Kizara. “Baik, Om. Terima kasih. Saya tutup dulu teleponya.” Rizal kebali menghela nafas panjang. Sekarang ia tidak tahu kemana harus mencarinya. Jangan-jangan ia diculik lagi? tapi Alex tidak akan memiliki nyali untuk kembali melakuan itu. “Hah, lina…Lina, sampai kapan kau akan membuatku kebingungan seperti ini? aku sungguh ingin kau sembuh dan tidak melakukan hal infulsif seperti ini lagi.” Dokter tampan itu mengusap wajahnya, tampak jelas raut cemas di wajahnya itu. Tiba-tiba ponselnya berdering. Ia tersentak saat melihat nama Lina yang tertera di ponsel. “Halo Lina, kau ada dimana? Kau tidak apa-apa, kan? tidak terjadi apapun padamu, kan?” Rizal tanpa sadar memberondong banyak pertanyaaan kepada Lina, membuat gadis itu tersenyum. “Jangan terlalu khawatir begitu dengan pasienmu dokter, nanti dia bisa salah paham. Aku menghubungimu untuk memberitahu kalau aku baik-baik saja di tempat yang juga aman. Jadi tolong untuk hari ini saja, aku benar-benar tidak bisa terapi. Aku juga sudah menghubungi orang tuakua agar mereka tidak khawtir. Jadi semua beres kan? ya sudah aku tutup teleponnya, dok. Sampai ketemu besok sore…” Rizal tersenyum, tapi bukan karena Lina menelponnya. Melainkan karena ia berhasil menemukan jejak Lina dari letaknya dari sinyal ponsel yang baru saja aktif “Dapat kau tikus kecil, kau memang seperti tikus kecil yang selalu membuatklu resah saja,” ucap Rizal. Rizal pun segera melaju menuju lokasi yang sudah ia ketahui. Ia harus memastika sesuatu. Lina terlihat bersantai dengan pakaian tidurnya. Hari ini ia benar-benar akan tinggal berdiam diri di apartemennya tanpa adanya gangguan. Yang ia ingin lakukan adalah bersantai sampai ia benar-benra menyakinkan hatinya untuk melupakan Rizal dan bersikap biasa saat bertemu dengannya nanti. Untuk makan, ia tinggal –memesannya. Sekarangpun ia sangat ingin makan ayam goreng. Tapi ayam paesanannya belum juga datang padahal perutnya sudah lapar. “Ting tong…!” Lina membuka mata saat mendengar bel pintu. “Hah, aku ketiduran” itu pasti pesananaku…” ucapnya sambil beranjal dari ranjangnya dengan penuh semangat. Tanpa mengintip dari pintu terlebih dahulu, ia langsung membuka pintu. Alhasil, Lina terkejut bukan main saat melihat siapa yang datang dan menatapnya dengan tajam. “Do-dokter…?!” l Lina membeku menatap Rizal yang berdiri menatapnya. “Aku tahu kalau kau tidak ingin aku berkunjung, tapi aku sudah terlanjur berdiri di sini, jadi apa boleh aku masuk?” tanpa sadar Lina pun mengangguk pasrah. Rizal tersenyum lalu melangkah masuk dan duduk di sofa. “Kau akan berdiri terus di situ?” ujar Rizal. Lina melangkah menghampiri Rizal lalu duduk di hadapannya. Wajahnya tertunduk. “Aku datang kemari hanya ingin memastikan kalau kau tidak melakukan hal yang bisa merugikanmu. Aku juga tidak akan memaksa kalau kau tidak ingin menjalani terapi hari ini,” ucap Rizal memulai pembicaraan. “Ah, maaf Dokter tapi sungguh, hari ini aku tidak bisa terapi. Aku masih belum cukup yakin untuk menceritakan hal yang sudah terjadi dan mengganggu pikiranku. Semuanya seakan menumpuk menjadi satu sehingga sepertinya kmaku butuh waktu untuk memikirkannya, sendiri terbih dahulu,” ucap Lina. “Tidak ada masalah jika kau masih belum bisa menceritakannya padaku. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas kesehatan mentalmu, aku sudah bisa tenang melihatmu baik-baik saja. Katakan saja padaku jika kau siap untuk terapi. Bahkan jika besok pun kau belum siap, tidak masalah. Sepanjang hal yang menjadi beban pikiranmu itu tidak mengganggu keseharianmu, kau bisa menahannya sendiri tanpa menunjukkan gejala abnormal pada tubuh dan pikiranmu, itu sebuah perubahan yang signifikan. Baiklah, aku pergi dulu. jaga dirimu.” Rizal beranjak dari duduknya dan melangkah menuju pintu. setiap langkah Rizal, membuat hatinya resah. Ia tidak ingin Rizal meninggalkannya sendiri, ia ingin Rizal terus berada di sampingnya. “Dokter…”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN