Penanganan

1015 Kata
Di dalam mobil, keduanya hanya terdiam, Lina yang memang sejak tadi merasa kesal dengan Rizal tidak ingin bicara apapun dengan dokter itu. “Kau tahu, seorang wanita itu sangat istimewa. Dia adalah sosok yang berharga jika bisa menghargai dirinya sendiri, dia adalah sosok mulia, jika bisa menghormati apa yang dimilikinya. Tapi wanita juga bisa membawa malapetaka bagi dirinya sendiri bahkan semua yang berada di sekitarnya, jika dia menempatkan dirinya pada tempat yang hina.” Rizal memulai pembicaraan setelah sekian lama mereka terdiam. Lina yang sedang memandang ke arah luar menoleh dan menatap Rizal dengan tajam. “Apa maksud dokter mengatakan hal seperti itu padaku?” tanya Lina, meskipun ia tidak mengerti apa maksud dari pembicaraan Rizal, Lina tetap merasa tidak terima Rizal mengatakan hal itu padanya. “Kau tidak paham arah pembicaraanku, rupanya. Baiklah, aku akan membuatnya lebih sederhana. Apakah kau tahu jika yang kau lakukan tadi itu akan membuat bencana untuk keluargamu? Coba bayangkan jika seandainya petugas satpol PP datang dan mendapati kalian sedang berduaan di dalam kamar. Kau akan diamankan dan ayahmu dipanggil. Kau tahu jika ayahmu, Tuan Kizara adalah seorang yang disegani dan terpandang di kota ini. Apa jadinya jika putri yang selalu ia banggakan kedapatan sedang melakukan hal yang tidak senonoh di sebuah apartemen dengan seorang laki-laki? Tuan Kizara bukan lagi dipandang terhormat oleh orang-orang, beliau akan dicap sebagai orang tua yang gagal. Kehormatan ayahmu akan berakhir.” Terang Rizal menjabarkan maksudnya. Untuk sesaat, Lina terdiam. Ia memikirkan apa yang Rizal baru saja ucapkan. Tapi ia kemudian merasa jika apa yang diucapkan Rizal hanya sesuatu yang ia lebih-lebihkan. Semua itu tidak akan terjadi jika tidak ketahuan, kan. jadi intinya semua hal buruk itu tidak akan terjadi selama hubungannya dengan Alex tidak ketahuan. Lagi pula, pria yang ada di hadapannya ini hanya seorang dokter, ia tidak berhak untuk mencampuri kehidupan pribadinya, dengan siapa ia berhubungan. Dokter itu sama sekali tidak berhak ikut campur. “Yang dokter katakan itu memang benar, tapi selagi aku bisa menyembunyikan apapun dengan baik, aku rasa tidak akan terjadi apa-apa. Dan juga, aku merasa Dokter sudah terlalu mencampuri urusan pribadiku. Bukankah tugasmu hanya menyembuhkanku saja?” ucap Lina memberi sindiran. Tapi dokter Rizal hanya tersenyum. “Aku rasa kau belum memahami semua yang aku katakan tadi, tapi tidak mengapa. Kau perlahan akan mengerti kalau apa yang aku katakan adalah hal yang benar-benar sangat penting. Untuk menyembuhkan seseorang, aku memang akan mencampuri dan masuk ke dalam kehidupan pasienku secara keseluruhan. Tidak ada batasan untuk itu, sampai mereka sembuh, ini yang perlu kau ketahui, apa kau mengerti nona Lina?” sanggah Rizal dengan senyum mirig di sudut bibirnya yang membuat Lina semakin kesal. “Mana bisa seperti itu?! aku tidak terima, lebih baik aku melakukan pengobatan pada dokter lain saja,” ucap Lina semakin kesal. “Oh, tidak masalah, Nona. Sebenarnya aku juga tidak ingin menangani pasien sepertimu, tapi janjiku dengan ayahmu sama sekali tidak bisa aku langgar. Aku berjanji untuk menyembuhkanmu dan mengubah sikapmu menjadi lebih baik, jadi sepertinya kau tidak ada pilihan lain selain menjalani terapi denganku.” Lina hanya menatap tajam Rizal lalu membuang pandangannya ke arah jendela. Ia semakin kesal, dengan sikap dokter itu. Sesampainya di klinik, rupanya tuan Kizara sudah tidak berada di tempat. Padahal Lina tidak ingin menjalani terapi jika sang ayah tidak mendampinginya. “Kemana Papaku? Bukannya tadi ada di sini?” tanya Lina mulia tidak tenang, ia tidak akan pernah mau tinggal di tempat itu sendiri. “Ayahmu sudah pergi, siapa suruh kabur. Padahal beliau sudah menyisihkan waktunya yang super sibuk hanya untuk mengantar putri kesayangannya, tapi kau malah pergi menemui teman laki-lakimu,” ucap Rizal sembari duduk dan membuka laptopnya. Lina menjadi gusar, ia lalu menghubungi ayahnya. “Halo, Pa. kenapa Papa malah pergi? aku kan mau terapi. Pokoknya aku gak mau menjalani pengobatan ini kalau papa tidak ada!” rengek Lina kepada ayahnya di telepon. “Maafkan Papa sayang, tapi saat ini Papa sedang ada klien penting dan meeting sebentar lagi. Kau jalani saja terapimu dengan dokter Rizal, ya. Nanti papa hubungi lagi, pokoknya hari ini kau harus terapi. Lalu nanti pulangnya sama dokter Rizal saja. Baiklah, Papa tutup teleponnya. Bye sayang.” “Tapi, pa…” telepon terputus, padahal Lina ingin protes. “Huh, menyebalkan…!” gerutunya kesal. Sementara Rizal hanya tersenyum. “Suster Yuli, tolong siapkan semuanya,” ucap dokter tampan itu sambil fokus ke arah layar laptop yang ada di hadapannya. “Kalau begitu dokter tidak perlu susah-susah, aku akan datang lagi bersama Papa lain waktu,” ucap Lina sambil beranjak dari tempatnya. “Berhenti!” tiba-tiba Rizal mencegahnya. Gadis itu menoleh ke arah Rizal dengan tatapan bingung, ia melihat dokter tampan itu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ke arahnya menatap dengan tatapan tajam. Dokter itu berdiri tepat di hadapan Lina, jarak mereka bahkan sangat dekat sehingga Lina harus melangkah mundur untuk memberi jarak diantara mereka. “Aku sudah diberi kepercayaan penuh dari tuan Kizara untuk memberikan penanganan atas kondisi kejiwaanmu Nona Lina, dan hal itu adalah suatu tanggung jawab besar untukku. Jika aku masih bisa memilih, andai bukan karena ayahmu, aku tidak mau bersusah-susah menangani model pasien sepertimu. Jadi aku harap kau mau bekerjasama dengan baik dengan doktermu ini, paham?” Suara Rizal memang terdengar lembut tapi di telinga Lina, suara itu terdengar seperti paksaan yang menekannya. Tubuhnya tiba-tiba gemetar, dadanya sesak dan nafasnya memburu. Ia jatuh terduduk lunglai di lantai. Rizal dengan cepat menahan tubuh gadis itu dan mengangkatnya menuju brankar . Rizal sudah tahu akibat pemaksaan dan sedikit intimidasi akan menjadikan reaksi mentalnya muncul sehingga membuat tubuhnya menjadi syok. Tapi ia harus melakukannya sebagai tahap awal terapinya. Suster Yuli dengan sigap membantu Rizal membaringkan tubuh Lina di atas kasur, dan menyelimutinya. “Suster tolong cek kondisi pasien setiap 15 menit sekali, jika sudah normal laporkan segera. Hah… kali ini tidak ada pilihan lain. Aku akan melakukan metode lain untuk memberikan pengaruh ke alam bawah sadarnya,” ucap Rizal lalu kembali menuju ruangan kerjanya. Rizal duduk dan memejamkan matanya beberapa saat, tiba-tiba ponselnya berdering. Senyumnya seketika tersungging saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. “Halo, sayang…” sapanya dengan wajah yang bersemangat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN