Bab 10. Perlakuan yang Berbeda

1276 Kata
"Apakah saya dapat mempercayai Bapak?" Sekali lagi Olivia melontarkan pertanyaan itu dan Panji juga masih belum mengerti apa yang Olivia maksud. Olivia bertanya seperti itu karena kecewa dengan Johan yang tidak menampakkan batang hidungnya sampai acara pemberkatan selesai dilakukan. Padahal Olivia sudah mengirimkan pesan kepada sang ayah mengenai acara pemberkatan pada hari ini. Tapi pesan-pesan itu tidak pernah dibaca oleh Johan. Apakah Olivia sudah tidak dianggap putri lagi oleh Johan sampai pria itu tidak sudi untuk melihatnya yang akan memulai kehidupan barunya? "Saya tidak akan berjanji yang muluk-muluk sama kamu ..." Panji menghentikan ucapannya guna memilah kata apa yang akan dia utarakan kepada Olivia yang saat ini memandangnya sendu. Setelah merasa yakin Panji menarik napas dalam sebelum kembali berbicara. "Tapi saya akan berusaha membawa pernikahan ini sebagai ibadah terlama di sepanjang hidup kita. Kamu bisa meminta pada Tuhan untuk menjaga saya agar tidak terjerumus ke dalam hal yang akan membahayakan pernikahan kita. Apakah itu sudah cukup untuk membuat kamu tenang?" Wajah Olivia yang sempat mendung kini kembali memancarkan cahayanya dan membuat Panji tersenyum. Olivia sekarang adalah istrinya, terlepas apakah mereka saling mencintai atau tidak. "Kita akan tinggal di apartemen saya setelah ini, dekat dengan kantor juga. Setiap hari kita akan berangkat bersama," ucap Panji yang membuat Olivia menoleh ke arahnya. "Berangkat bersama?'' beo Olivia. Namun tak lama matanya melebar dan dia melancarkan protesnya, "Yang bener aja kalau ngomong, Pak. Status pernikahan kita ini masih dirahasiakan dari publik, jadi apa kata orang saat melihat saya yang hanya staff biasa turun dari mobil seorang CEO." "Ya tinggal turun aja 'kan. Nggak pakai loncat dari mobil," ucapan itu membuat Olivia ternganga. Sebenarnya pria yang kini bergelar suaminya ini tahu tidak kalau seorang perempuan biasa yang turun dari sebuah mobil mewah akan menimbulkan persepsi buruk dalam masyarakat. Tapi memang ini semua salahnya juga yang tidak mengizinkan Panji untuk mempublikasikan pernikahan mereka. Olivia hanya terlalu takut dengan fanbase Panji yang rata-rata adalah perempuan barbar yang mampu melakukan apa saja demi untuk mencapai tujuannya. Dia masih ingin hidup tentram tanpa merasakan bullyan dari para wanita gila itu. Promosi karirnya sebagai manajer keuangan juga dipertaruhkan di sini dan Olivia tidak mau memberi catatan buruk di portfolionya yang sempurna. "Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?'' tanya Olivia di dalam hatinya. "Oliv, saya yang sedang bicara sama kamu loh. Kenapa kamu malah bengong?'' tanya Panji saat menyadari jika Olivia hanya berdiam saat menyadari jika Olivia hanya terdiam. "Dan satu lagi ubah nama panggilan kamu. Saya ... Aku ini sudah resmi menjadi suami kamu, masa kamu mau panggil Bapak terus? Berasa kayak guru BK aku." Lagi-lagi Olivia dibuat speechless dengan perkataan Panji, pria itu rupanya sedang merajuk karena masalah panggilan Olivia kepada dirinya. "Tapi Bapak 'kan memang atasan saya di kantor ..." Belum selesai Olivia berkata, Panji sudah melayangkan tatapan tajam kepada sang istri yang membuat Olivia menunduk seketika. "Panggil Mas, jangan Bapak lagi!'' ucap Panji dengan penekanan di akhir kalimatnya. Olivia hanya dapat meneguk salivanya dengan kasar, seumur-umur dia belum pernah memanggil Yuda dengan panggilan itu meskipun sang mantan kekasih lebih tua setahun di atasnya. Sekarang Panji menuntutnya langsung di hari pertama pernikahan mereka. Sungguh sangat lucu sekali! "Bagaimana kalau saya keceplosan memanggil Mas di kantor? Bukannya itu akan mengundang kecurigaan orang-orang,'' tanya Olivia yang mencoba berkelit. "Itu akan kita pikirkan nanti, sekarang coba kamu panggil aku Mas," jawab Panji dengan nada menuntut. "Baiklah akan saya coba, Pak ... Maaass Panji." Sumpah lidah Olivia terlalu kaku untuk memanggil Panji dengan sebutan Mas. Dia juga yakin jika sekarang wajahnya sudah semerah tomat matang. Saat menoleh ke arah lain tatapan Andreas dan sepasang suami istri paruh baya yang tersenyum ke arah mereka, membuat Olivia tidak dapat menghindari Panji lagi. "Ayo kita pulang sekarang, Mas mau berpamitan sama papa dan yang lainnya," ajak Panji yang langsung menggenggam tangan Olivia ya hanya pasrah mengikuti langkah kaki sang suami. *** "Akan ada orang yang membersihkan apartemen ini setiap Sabtu pagi, jadi usahakan saat itu kamu sudah bangun sebelum jam 07.00 pagi. Masa yang punya kamar masih tidur padahal mau dibersihkan?'' ucap Panji dengan nada meledek saat keduanya sudah tiba di apartemen pria itu. Sebuah apartemen mewah di bilangan Jakarta Utara, yang setelah Olivia telisik lebih cocok disebut dengan penthouse. Mata Olivia melebar saat melihat dapur yang sudah dipenuhi oleh perlengkapan masak. Bayangan dirinya yang akan memasak berbagai hidangan mulai dari makanan dengan gaya Asia, western hingga masakan Indonesia memenuhi pikirannya. Meskipun di masa lalu cita-citanya sebagai seorang chef tentang habis-habisan oleh Johan, entah di waktu kapan Olivia yakin jika dia akan menjadi chef terkenal di negeri ini. "Kalau kamu mau masak, kita akan pergi ke supermarket setelah Mas mandi," ucap Panji yang membuat Olivia seketika menggeram. Supermarket jelas bukan ide yang bagus untuk membeli makanan, sudah dapatnya sedikit harganya mahal pula. Berbeda jika kita berbelanja di pasar tradisional, dengan harga yang sama di supermarket kita bisa mendapatkan dua bahkan tiga kali lipat jumlahnya dan yang terpenting kualitas bahannya pun sangat segar. Mungkin perlahan demi perlahan Olivia akan mengajarkan Panji cara berhemat ala rakyat jelata pada kebanyakan. "Bapak ... Mas Panji serius mau mandi duluan daripada saya?'' ucap Olivia dengan nada julid seperti yang dimiliki oleh kebanyakan emak-emak berdaster. "Badan Mas lengket banget, Oliv. Mau cepat-cepat mandi,'' ucap Panji sembari menyunggingkan senyum tipis. "Mas Panji ternyata orangnya nggak peka juga," sindir Olivia dengan bersedekap. "Bilang aja kamu mau dibukain bajunya, nggak usah pakai ngambek gak jelas dong, Sayang," ujar Panji yang kini memegang dagu Olivia. "Mas Bos, sumpah jangan menggombal lagi. Saya merinding dengarnya, loh," sahut Olivia dengan garang lalu menepis tangan Panji pada dagunya. "Terus kamu maunya apa?" tanya Panji yang kini membalik tubuh Olivia. Tangannya mulai beralih kepada blazer Olivia dan melepaskannya secara perlahan. Setelah itu Panji beralih kepada gaun pengantin yang cukup ketat membuat size tubuh Olivia yang agak besar sedikit tertutupi tadi saat acara pemberkatan. "Emhh," desahan dengan nada sensual yang keluar dari bibir Olivia membuat wanita itu berdecak kesal dalam hatinya. Untuk kesekian kalinya dia harus mengaku kalah akan pesona Panji yang luar biasa. Sentuhan tangan pria itu pada tubuhnya membuat Olivia serasa melayang hingga mencapai tempat yang disebut dengan 'surga'. "Aku mau mandi terima kasih banyak untuk hari ini," ucap Olivia yang berusaha untuk menghilangkan ketegangan yang dia rasakan dan juga rasa asing yang belum dia pahami. *** Dengan berbagai paksaan akhirnya Panji dapat mengajak Olivia untuk ke supermarket yang terdekat dari apartemennya. Meskipun mulut Olivia mengoceh, gadis itu tetap mencari dan memasukkan bahan makanan pada sebuah troli yang sedang didorong Panji. Keduanya amat fokus menyusuri deretan mie instan dengan berbagai merk dan rasa sampai-sampai tidak menyadari jika ada yang menabrak troli mereka dengan cukup kuat. Baru saja Olivia akan membentak sang penabrak, matanya terbelalak saat mengetahui jika Johan yang melakukannya. Olivia membuang nafas kasar saat melihat wajah Johan yang mengeras. Sang ayah seperti siap untuk menyemburkan amarahnya yang menggelegak hingga ke ubun-ubun kepala. "Sudah berasa kaya kamu belanja di supermarket sampai tidak melihat ada troli lain dan menabraknya!" Benar apa yang ditakutkan Olivia jika Johan berniat untuk mempermalukannya di depan umum dengan suaranya yang menggelegar. Dia bahkan memejamkan mata tak berani memandang Johan yang seperti ingin mengulitinya habis-habisan. "Saya tidak berasa kaya, Pak. Saya hanya memiliki sedikit rezeki untuk membawa Olivia berbelanja di tempat ini karena saya percaya jika rezeki suami berasal dari doa istri yang bahagia," ucap Panji yang kini memposisikan dirinya berhadapan dengan Johan serta melindungi sang istri. "Kalian berdua sama-sama sombong. Lihat saja nanti anak muda kalau kamu akan menyesal karena sudah menikah dengan gadis tidak berguna seperti itu," cela Johan sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah Olivia. Hati Olivia terasa tersayat-sayat saat mendengar ucapan yang dilontarkan oleh sang ayah. Tapi Olivia sadar jika dia sudah kehilangan cinta dari Johan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN