Anugerah Terindah

1009 Kata
Tidak mau tahu dan tidak akan pernah ia beri tahu. Hanya Mario lah yang menjadi ayah dari Kaisan meski Brandon pun hadir di sana. “Mbak. Saya mau kasih cerita sedikit pada para tamu saya. Saat anak saya masih bayi dan dalam kandungan saya,” ucap Rhea kepada pembawa acara tersebut untuk meminta microphone kepada perempuan itu. “Baik, Bu. Saya beri tahu dulu kepada para tamu undangannya, yaa.” Rhea mengangguk lalu melirik ke arah di mana Brandon masih berdiri sembari memegang surat keterangan hasil tes DNA-nya dengan Kaisan itu. Hanya berdiri mematung memandang Kaisan yang tengah digendong oleh Mario. “Para hadirin sekalian. Mommy Rhea mau berbagi sedikit kisah perjuangan beliau saat hamilnya Kaisan nih. Pasti pada penasaran kan, karena melihat kekompakan kedua orang tua ini, tentunya perjalanan saat merawat Kaisan dari masih di dalam perut sampai melahirkan dan menjadi anak tampan ini, sangatlah seru. Silakan, Mom.” Pembawa acara itu memberikan microphone tersebut kepada Rhea. Lalu, perempuan itu mengembuskan napasnya dengan panjang dan mengulas senyumnya. “Pantesan pengen cerita. Tahunya ada Brandon.” Indi tersenyum miring mengejek Brandon. “Lanjutkan, Mom Rhea. Kita ketiga sahabat kamu, tahu betul perjalanan kamu dengan Daddy Mario waktu jaga Kaisan,” teriak Indi dan tentunya dengan kesengajaan dia. “Sayang. Jangan teriak-teriak, aah. Kamu lagi hamil. Entar bayinya kenapa-napa, repot jadinya.” Damian melarang Indi berteriak. “Apaan sih! Nggak usah lebay! Rhea sengaja mau bagi kisah itu karena ada Brandon. Noh!” Damian menganga lalu manggut-manggut dengan pelan. “Bisa-bisanya dia menampakkan diri di sini. Nggak tahu malu apa gimana, yaa?” Indi mengendikan bahunya. “Kita dengerin cerita dari Mommy Rhea aja.” Rhea lalu menatap ke arah di mana Brandon berdiri. “Awalnya saya terkejut karena baru tahu saya hamil saat usia kandungan Kaisan sudah masuk empat bulan. Tapi, papanya bilang … jangan kaget. Kita akan merawatnya sama-sama. Ya. Papanya memang menjaga saya dengan baik dan penuh perhatian. “Sampai tiba saat saya mau melahirkan. Yang membawa saya ke rumah sakit dia. Menemani saya sampai Kaisan lahir ke dunia. Yang memberi nama pun papanya. Nama yang indah dan selalu membuat saya semangat menjalani hari-hari karena kehadiran dua malaikat yang selalu memberikan saya bahagia.” Rhea lalu menatap Mario dengan tatapan lembutnya. “Kamu sudah janji, akan menjaga aku dan Kaisan selamanya. Jangan ingkari janji itu, karena kami tidak bisa membayangkan hidup tanpa kamu.” Mario lalu tersenyum lirih kemudian memeluk wanitanya itu. Mencium pipinya dengan manis dan kembali menerbitkan senyumnya. “Will be with you. Kamu dan Kaisan tidak akan kekurangan apa pun. Aku akan selalu menjaga kamu dan Kaisan. Sampai akhir usiaku,” ucapnya dengan manis. Riuh tepuk tangan membuat Rhea menitikan air matanya. Haru, mendengar ucapan manis dan janji Mario yang akan selalu ada untuknya dan Kaisan. “Utuukk, utuukk, utuuukk. Manisnyaaa. Yang sebelah kepanasan,” celetuk Indi lalu menyenggol Manda. “Brandon cuma bisa gigit jari lihat kemesraan Rhea sama Mario,” ucapnya kepada Manda. “Ada, itu manusia satu?” tanya Manda lalu menoleh. “Eh, iyaa. Diundang apa gimana?” Indi mengendikan bahunya. “Entah. Perasaan nggak ada yang ngasih tahu dia. Mungkin datang sendiri. Elo tahu kan, ceritanya? Anaknya Brandon satu sekolah sama Kaisan. Dan akhirnya mereka ketemu. Takdir macam apa sampai membuat mereka kembali ketemu.” Indi geleng-geleng kepala. “Yaa bagus! Buat memperlihatkan kalau Rhea lebih bahagia dan lebih beruntung dapatin Mario daripada dia yang bisanya cuma numpang nanem benih doang.” Indi tertawa mendengar ucapan Manda. “Mario juga sama, sering nanam benih. Tapi, nggak terlalu sering kayak dia sih.” “Rhea nggak mau kecolongan lagi, katanya. Makanya jarang dikasih sama dia. Tapi, entar kalau nikah, dia mau lepas KB dan mau ngasih Mario anak.” Indi menghela napasnya. “Gue tahu perasaan Rhea gimana, Nda. Dia nggak mau kehilangan untuk kedua kalinya. Rhea udah jatuh cinta banget sama Mario karena lihat ketulusan dia yang sangat banget sama Kaisan. Tapi, di sisi lain dia juga takut keluarga Mario ambil dia dari Rhea.” “Ya. Lebih rumit dari masalah elo dulu. Rhea jauh lebih tersiksa apalagi mereka belum terikat pernikahan. Si tua bangke itu masih nahan kartu identitas Mario. Gila emang itu bapak-bapak satu.” Manda memutar bola matanya pelan. Sementara di seberang sana. Yang cukup jauh dari tempat acara, Brandon masih berdiri memandang Kaisan yang tengah bermain dengan teman-temannya. Anaknya Indi, Gladis dan juga Manda yang baru berusia satu tahun. Ditemani oleh Diego, Mario dan juga Damian. Ia lalu mengusap air matanya dan membalikan tubuhnya. Baru saja hendak melangkah, Rhea rupanya sudah berdiri di belakangnya. Kemudian mengambil kertas putih yang digenggam oleh lelaki itu. “Lalu, kalau Kaisan adalah anak kandung kamu, kamu mau apa? Tanggung jawab pun sudah telat bahkan aku tidak akan pernah menerima tanggung jawab kamu itu! Jangan mencari-cari alasan untuk bisa mendekati anak aku, Brandon. “Jangan sampai membuat Kaisan bingung. Di usianya yang masih sangat belia itu harus tahu kenyataannya. Nanti juga kalau dia sudah dewasa pasti menanyakan ini. Dan aku akan menjawabnya dengan cerita yang sebenarnya. Bahwa ayahnya hanyalah seorang pengecut, yang lari dari tanggung jawab!” Rhea lalu membuang kertas itu ke lantai seraya menatap nyalang wajah Brandon. “Apa yang kamu tangisi? Menyesal, karena sudah memilih Tari? Tidak ada yang perlu kamu sesali. Aku sudah bahagia dengan Mario yang mau menerima masa lalu aku dan juga Kaisan.” Brandon lalu menelan saliva dengan pelan. “Aku hanya ingin minta maaf, Rhea—“ “Sudah aku maafkan. Anggap saja semua kisah kita dulu itu hanya mimpi belaka. Kaisan hadir di akhir cerita itu dan Mario lah yang menjaganya sampai saat ini. Dia, adalah ayah yang sebenarnya. Hidup bahagialah dengan istri kamu tanpa harus merasa bersalah karena sudah menghadirkan Kaisan di hidup aku. “Aku tidak merasa terbebani atas kehadiran dia saat kamu pergi. Tidak sama sekali. Kaisan adalah anugerah terindah yang Tuhan titipkan ke aku. Karena apa? Karena akhirnya aku dapat melihat laki-laki tulus yang mau menerima aku apa adanya. Kalau tidak ada Kaisan di hidupku, mungkin aku akan terjebak lagi dan akan salah memilih laki-laki lagi!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN