Pesan Haru

1069 Kata
“Itu apa? Kalau ngomong yang jelas, dong!” ucap Rhea seolah tak paham dengan permintaan Mario tadi. Lelaki itu lalu mengerucutkan bibirnya lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. “Buat kamu. Aku tahu, kamu suka banget sama wangi parfum ini.” Dengan senangnya perempuan itu mengambil parfum tersebut sembari menerbitkan senyumya dengan lebar karena senang mendapat hadiah dari sang kekasih. “Makasih, Mario. Emang paling mengerti mau aku.” Rhea memuji kekasihnya itu. “Sogokan ini tuh, Rhea. Kamu masih belum paham juga? Udah sebulan, lho.” Rhea lalu melirik Mario dan menghela napasnya. “Lagi nggak bisa. Si palang merah lagi datang.” Mario lantas mengembungkan pipinya kala Rhea memberi tahu kalau dia sedang kedatangan tamu rutin setiap bulan. Ia pun menyandarkan kepalanya di bahu Rhea sembari menghela napasnya dengan pelan. “Ya udah, kalau lagi halangan. Bisa kapan-kapan dan jangan lupa kasih alarm kalau udah surut,” ucapnya dengan pelan. Rhea lalu mengusapi kepala lelaki itu sembari menganggukkan kepalanya. “Iya, Mario. Udah kangen, yaa?” Mario tersenyum tipis dan mengangguk. “Udah jam sepuluh. Nanti besok kesiangan, lagi. Jangan sampai buat acara ulang tahun Kaisan jadi berantakan. Nanti aku ngambek kalau kamu kesiangan.” Rhea terkekeh lalu mencubit hidung kekasihnya itu. “Ya udah. Kamu ganti baju dulu, cuci kaki, cuci tangan, cuci muka.” “Iya, mamanya Kaisan.” Mario lalu beranjak dari duduknya. Pun dengan Rhea yang sudah lebih dulu berjalan ke kamarnya. Sementara Mario masih terdiam. Seolah tengah merasakan sesuatu yang mengganggunya. Ia lalu menelengkan kepalanya sedikit. Menghela napasnya dengan panjang dan menelan salivanya. Rhea menyadari kalau Mario belum juga berjalan. “Mario? Lagi ngapain?” tanya Rhea memanggil Mario yang masih berdiri kaku di tempat yang sama. “Heuh?” Mario kembali melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Rhea dan masuk ke dalam kamarnya. Masuk ke dalam kamar mandi terlebih dahulu untuk membersihkan tangan dan kaki serta wajahnya. Sementara Rhea tengah menghubungi Manda yang memintanya untuk datang lebih awal. “Tenang aja, Rhea. Gue udah kasih tahu Gladis sama Indi buat datang lebih awal. Jam sepuluh, kan? Entar kita datang jam sembilanan. Selow, Baby. Gue nggak lupa.” Rhea lalu mengulas senyumnya. “Oke, Manda. Thanks, yaa. Gue jadi bisa tidur nyenyak kalau udah ingetin kalian lagi.” “Ya udah, tidur sono. Mario baru pulang dari Surabaya, kan? Pasti lagi kangen-kangenan. Kayak dua tahun yang lalu. Setahun kagak ketemu, digempur terus tiap hari. Haha.” Rhea lantas memutar bola matanya pelan. “Gue lagi mens, Manda. Nggak usah mikir yang aneh-aneh. Lagian, gue udah membatasi itu karena nggak mau kecolongan lagi.” “Iya, gue udah tahu.” “Dari Diego, pasti.” “Iyalah. Laki gue kan, ember bocor, kaleng rombeng, drum karatan. Udah pasti berisik dan nggak bisa jaga rahasia. Dan anehnya, orang-orang pada demen, curhat sama laki gue. Ya udah, gue mau bobok dulu. Bye!” Manda lalu menutup panggilan tersebut. Pun dengan Rhea. Ia lalu menoleh pada Mario yang tengah melamun, duduk di tepi tempat tidur. Ia lalu menghampiri lelaki itu dan mengusap bahunya. “Ada apa, Mario? Kenapa kamu?” tanyanya ingin tahu. Mario menggelengkan kepalanya pelan. “Nggak apa-apa. Kado yang aku kasih ke kamu kemarin, udah kamu kasih ke Kaisan?” “Belum. Masih aku simpan dan akan dibuka nanti kalau sudah selesai acaranya. Kado pertama yang akan Kaisan buka.” “Baiklah. Semoga Kaisan suka.” “Pasti suka. Kalau pemberian dari daddy-nya,” ucapnya dengan pelan. Mario lalu mengulas senyumnya. “Ya udah. Kita tidur dulu. Besok harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan semuanya.” Rhea menganggukkan kepalanya lalu naik ke atas tempat tidur dan menarik selimut. Menutup matanya sampai esok pagi, menyambut hari seperti biasanya. ** Waktu sudah menunjuk angka sembila pagi. Di rumah sakit Harapan. Hasil tes DNA itu baru keluar hasilnya. Buru-buru Brandon mengambil hasilnya itu di sana. “Hasilnya positif, Pak Brandon. Anak ini, adalah anak biologis Anda. Sangat akurat dan seratus persen kami meyakinkan kalau Ananda Kaisan adalah anak Anda.” Dokter Amar memberikan hasil tes itu kepada Brandon. Dengan tangan gemetar, lelaki itu melihat hasilnya dan memang benar, semuanya positif bahwa Kaisan benar-benar darah dagingnya. “Terima kasih, Dok. Saya pamit dulu.” Detik itu juga, Brandon pergi dari rumah sakit itu dan mencari keberadaan Kaisan dan Rhea. Baru tahu kalau dia memiliki anak dengan Rhea membuat hatinya hancur dan merasakan penyesalan yang amat dalam di hatinya. “Kaisan …,” lirihnya sembari melajukan mobilnya. Pergi ke rumah Bu Ira untuk meminta alamat rumah Rhea. Sesampainya di rumah Bu Ira, perempuan itu rupanya tidak ada di rumahnya. “Kebetulan Bu Ira sedang menghadiri acara ulang tahun muridnya, Pak. Di Hotel Diamond.” “Ulang tahun? Namanya siapa?” tanyanya ingin tahu. “Sebentar. Sepertinya ada undangannya.” ART itu lalu mengambil undangan acara ulang tahun itu dan memberikannya kepada Brandon. Betapa terkejutnya ia kala melihat nama yang tertera di undangan tersebut. “Abraham Kaisan Ambara?” gumamnya dengan air mata yang meleleh turun tanpa diminta. “Bahkan nama belakangnya pun diberikan namaku,” ucapnya lalu mengusap air matanya dan segera pergi ke hotel di mana Kaisan tengah mengadakan pesta ulang tahunnya di sana. Dengan kecepatan penuh, lelaki itu ingin segera sampai dan melihat anaknya yang tengah berulang tahun hari ini. “Kenapa, setelah tiga tahun lamanya kami baru dipertemukan kembali? Kenapa Rhea tidak pernah mau memberi tahu yang sebenarnya kepadaku.” Brandon memijat keningnya dengan air mata yang terus bercucuran. Sesampainya di hotel. Ia berlari ke dalam dan menuju aula di mana Rhea mengadakan ulang tahun anaknya itu. “Saya ucapkan terima kasih kepada semua para tamu undangan yang sudah menyempatkan waktunya hadir ke acara ulang tahun anak kami, Kaisan yang ke tiga tahun. Dia sangat senang sekali karena mendapat banyak kado dari teman-teman sekalian.” Rhea lalu mengulas senyumnya kepada semua para tamu yang hadir. “Mungkin daddy-nya ada yang mau disampaikan,” ucap pembawa acara kepada Mario. Brandon tersenyum lirih. Perannya sebagai ayah untuk Kaisan sudah diambil oleh Mario. Ada sedikit luka dan rasa bersalahnya. “Kaisan. Jadi anak yang kuat, hebat dan pintar ya, Nak. Mami sama Daddy akan menuntun kamu dan selalu dukung kamu apa pun yang ingin kamu lakukan. Tumbuh dengan baik. Daddy akan selalu ada di samping kamu. I love you.” Mario mencium pipi Kaisan setelah memberi ucapan yang cukup membuat Rhea terharu mendengarnya. Ia kemudian menoleh ke samping. Yang mana, Brandon tengah berdiri memandang dengan sendu ketiga orang itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN