Bali
Sudah hampir siang Willy juga sudah melihat gudang di mana tempat beberapa mobil-mobil untuk display showroom disimpan. Beberapa mobil di dalam gudang ini akan siap di kirim. Terutama mobil sport keluaran terbaru. Tetapi mobil ini di kirim bersamaan dengan munculnya iklan yang akan terbit.
Willy juga sudah mencatat dan membuat draft yang akan nanti dia dan timnya susun dalam membuat iklan ini. Rencananya akan ada lima mobil dengan warna yang berbeda terbaru ini akan di kendarai oleh pembalap terkenal. Selain itu Willy juga akan mengambil sedikitcuplikan dari gudang ini.
Willy akan merapikan letak-letak penyimpanan mobil-mobil ini agar terlihat rapi. Dan akan mencat ulang dindingnya agar terlihat lebih segar. Semua itu sudah Willy catat dalam draftnya. Willy melihat jam di tangannya udah menunjukkan jam dua belas siang.
Willy duduk disalah satu bangku yang ada di dekat lift. Willy merapikan catatannya lalu dia masukkannya ke dalam tasnya. Lagi-lagi Willy merasakan perasaan tidak enak itu. Padahal saat dia sedang fokus di gudang dia bisa melupakannya. Tetapi ketika Willy tidak sibuk perasaannya kembali gelisah.
“Ada apa ini?” Tanya Willy dalam hatinya.
Ting
Terdengar suara lift dan pintunya pun terbuka. Luna melangkah keluar dan menghampiri Willy.
“Will, sudah selesai?” Tanya Luna.
“Sudah” ucap Willy.
“Eh, kenapa jasmu?” Tanya Luna yang melihat ada bekas noda kopi disana.
“Oh ini” baru saja Willy ingin menjawab petugas kebersihan yang tadi pagi menabrak dan tanpa sengaja menumpahkan kopi ke jasnya itu menyapa Luna.
“Siang Ibu Luna” sapa petugas kebersihan itu.
“Siang Nyoman” sapa balik Luna dengan ramah kepada petugas kebersihan bernama Nyoman itu.
Berbeda dengan Luna yang nampak ramah, Willy justru sebal dengan petugas kebersihan bernama Nyoman itu. Willy memilih memainkan ponselnya dari pada harus melihat penjilat seperti dia.
“Ini sudah mau jam makan siang, Ibu mau saya pesankan makanan seperti biasa?” Tanya Nyoman dengan ramah pula.
“Oh, tidak terima kasih Nyoman. Saya mau makan dengan Willy” tolak Luna dengan ramah.
“Di luar sangat panas Bu. Bagaimana saya yang belikan saja jadi Ibu tidak perlu makan diluar” ucap Nyoman.
“Tidak apa-apa. Kami juga makannya tidak jauh” ucap Luna lagi.
“Kalau begitu penjaga tidak. Kalau-kalau nanti ada orang yang berniat tidak baik biar saya bisa langsung menghajarnya” ucap Nyoman itu dengan nada bercanda.
“Kamu lucu sekali Nyoman. Tenang saja saya pergi dengan Willy. Kamu istirahat saja” ucap Luna.
“Baik Bu. Kalau Ibu ada perlu apa-apa segera hubungi saya ya Bu” ucap Nyoman dengan memperagan jarinya seperti sebuah telepon dan dia tempelkan ke telinya.
“Iya Nyoman terima kasih ya” ucap Luna terkekeh.
Berbeda dengan Willy. Sejak awal bertemu langsung dengan Nyoman di bawah tadi Willy sudah tidak suka dengan pria itu. Willy merasa Nyoman itu menyindirnya tadi. Dan untuk kejadian tadi pagi, Willy yakin Nyoman dengan sengaja menabraknya. Sekarang untuk apa Nyoman berada diparkiran dengan membawa nampan berisi cangkir kopi yang sudah mau habis.
“Dari mana kakekmu menemukan orang seperti dia?” Tanya Willy kesal.
“Kamu kenapa Will?” Tanya Luna bingung.
“Sudahlah ayo kita makan” ucap Willy berdiri.
Luna ikut berdiri. Luna dan Willy pun melangkah masuk ke dalam lift. Lift yang mereka masuki memang lift khusus petingi-petinggi perusahaan. Baru saja pintu lift pintu lift tertutup, tiba-tiba pitu lift terbuka lagi.
“Nyoman” ucap Luna terkejut ternyata ada Nyoman di depan pintu liftnya.
“Bu maaf, saya boleh ikut turun disini. Lift karyawan penuh sekali karena banyak yang pakai. Karena ini sudah jam makan siang. Bu Prista minta tolong saya belikan makan siang” ucap Nyoman.
Willy menghela nafas panjang. Willy tahu ini hanya akal-akalan dari Nyoman itu saja. Entah maksud apa yang ada di dalam pikiran Nyoman, yang jelas Willy sangat tidak suka dengan pria itu.
“Ada tangga daruratkan” ucap Willy yang langsung menekan tombol pintu lift tertutup.
“Bu, Bu tunggu” ucap Nyoman.
Pintu lift sudah terlanjur tertutup. Nyoman pun kesal sekali dengan Willy. Padahal Nyoman tahu Luna tadi mau mengizinkannya masuk, tetapi pria asing di sampingnya itu sangat sombong.
“Kamu kenapa dengan Nyoman Will?” Tanya Luna terkekeh.
“Aku tidak suka melihatnya” jawab Willy ketus.
“Kenapa? Nyoman itu lucu lagi. Setiap hari dia sering masuk ke ruanganku dan bercerita hal-hal lucu” ucap Luna terkekeh.
“Lucu menurutmu, tapi tidak bagiku” ucap Willy.
“Kamu cemburu ya” ucap Luna terlihat senang.
Willy hanya melirik Luna sekilas . Luna terlihat senang sekali mengira Willy cemburu. Tetapi sedikitpun Willy tidak mempunyai rasa cemburu. Willy hanya tidak sika melihat sikap Nyoman saja. Lebih baik Willy diam.
“Aku senang kalau kamu cemburu Will. Itu tandanya kamu sayang sama aku” ucap Luna terkekeh.
Willy hanya diam tidak menjawab karena memang sebenarnya dia tidak cemburu.
“Sudah donk Will, jangan marah. Mana mungkin aku suka dengan Nyoman. Kekasih aku sangat tampan seperti ini” ucap Luna yang merangkul lengan Willy dengan manja.
Willy tetap hanya diam. Sampai mereka keluar dari lift Willy juga diam. Sampai para karyawan Luna melihat mereka yang melangkah mesra Willy hanya diam.
Diam Willy ini bukan karena dia marah kepada Nyoman tadi. Tetapi karena perasaannya yang semakin lama semakin tidak enak. Willy merasakan perutnya sudah normal lagi, tetapi kenapa dengan perasaannya yang semakin lama semakin tidak enak.
Sampai mereka makan disalah satu café terdekat dari pantai. Willy terlihat tidak menikmati makannya. Padahal Willy lapar sekali karena roti panggang yang dia makan tadi pagi sudah dikeluarkan lagi saat dia muntah tadi.
Willuy baru makan dua suap sedangkan makanan Luna sudah habis. Luna yang melihatnya pun terkekeh karena mengira Willy masih cemburu.
“Sudah donk, masa masih cemburu saja” ucap Luna memegang tangan Willy dan menciumnya.
Willy tidak sadar kini pikirannya memikirkan Bianca. Tiba-tiba dia merasa gelisah dan mencemaskan Bianca.
“Eh Ibu Luna makan disini lagi” ucap Nyoman yang tiba-tiba menghampiri meja Luna dan Willy.
“Nyoman, kamu kenapa bisa sampai sini?” Tanya Luna terkejut.
“Ini Bu Prista pesan nasi goreng disini. Katanya beliau lagi ngidam” ucap Nyoman dengan logat mirip perempuan.
Itulah kenapa yang membuat Bianca mengatakan Nyoman lucu. Nyoamn banyak bicara dan kemayu sekali seperti perempuan. Ya, walaupun kadang Nyoman sering bergosip seperti akun gossip di social media, tetapi Luna tidak mempermasalahkannya. Karena yang dibicarakan Nyoamn itu rata-rata orang yang Luna tidak kenal.
Willy tersadar dan terkejut juga melihat Nyoman sedang cengengesan dengan Luna. Melihat Nyoman Willy semakin tidak enak perasaannya. Willy pun berdiri dan pergi.
“Aku ke toilet dulu” ucap Willy.
“Iya” ucap Luna menganggukkan kepalanya.
Willy pun melangkah menuju toilet. Di dalam toilet Willy mengambil ponselnya. Willy semakin merasa gelisah kepada Bianca. Willy harus menghubungi Bianca agar merasa tenang.
Willy segera menekan nomor Bianca. Menunggu nada tunggu dan tersambung. Kini Willy menunggu Bianca mengangkatnya. Sampai nada tunggu habis Bianca tidak mengangkatnya juga. Willy pun mencobanya lagi. Bianca masih tidak mengangkatnya. Willy tetap mencobanya lagi dan lagi. Hasilnya tetap sama Bianca tidak mengangkat panggilan darinya.
“Kamu kemana Bii, ayo donk angkat teleponku” ucap Willy yang sangat panik.
Sudah lebih dari dua puluh kali Willy menghubungi ponsel Bianca tidak diangkat juga. Willy melihat signal ponselnya baik-baik saja. Akhirnya Willy pun keluar dari toilet dan melewati pintu belakang café. Willy melangkah sedikit jauh dari café. Mengira mungkin signalnya yang kurang bagus.
Ketika sudah melihat signalnya full, Willy kembali menghubungi ponsel Bianca. Tetap saja tidak diangkat. Willy mengirim pesan kepada Bianca.
To : Istriku Tercinta
From : Willy Suamiku
Bii, angkat teleponku.
Setelah mengirim pesan Willy pun mencoba menghubungi nomor rumahnya. Lagi-lagi telepon rumahnya tidak di angkat. Willy pun mencoba tetap berpikir positif mungkin saja Bi Inah sedang di dapur. Dan Willy mencoba menghubungi telepon rumahnya lagi. Masih tetap tidak di angkat. Willy pun semakin cemas.
Willy kembali menghubungi ponsel Bianca dan masih juga tidak dia angkat. Willy mengirim pensan kembali kepada Bianca.
To : Istriku Tercinta
From : Willy Suamiku
Bii, kamu dimana? Apa yang terjadi? Angkat teleponku Bii.
Masih tidak ada jawaban Willy benar-benar cemas. Willy pun berpikir siapa yang harus dia hubungi. Willy pun teringat Mami. Willy segera menghubungi Mami.
“Halo Mi, apa Mami sedang bersama Bianca?” Tanya Willy dengan cepat ketika Mami mengangkat teleponnya.
“Willy. Bicara pelan-pelan. Mami tidak sedang bersama Bianca” ucap Mami.
“Mami dimana sekarang? Aku menghubungi ponsel dan rumah tidak ada yang mengangkatnya” ucap Willy.
“Mami sedang disalon. Mungkin Bianca sedang menidurkan Aditya Will” ucap Mami.
“Awalnya Willy berpikir seperti itu, tetapi sudah hampir tiga puluh menit Willy terus menghubungi Bianca dan mengirim pesan kepadanya. Tidak ada balasan satu pun dari Bianca. Bi Inah juga tidak mengangkat teleponnya” ucap Willy dengan cemas.
“Willy, tenang. Jangan panik. Mami akan ke rumah kamu sekarang ya” ucap Mami mencoba menenagkan Willy.
Mami tahu sekali Willy jika sudah seperti itu pasti sangat panik. Apalagi soal Bianca.
“Iya Mi, Mami cepat ya dan kabari Willy apa yang terjadi di rumah” ucap Willy.
“Iya” ucap Mami.
Di dalam café, Nyoman melihat Willy yang keluar dari pintu belakang. Ya, dengan mulutnya yang tidak bisa di tutupi itu Nyoman pun mengadu kepada Luna.
“Bu, itu bukannya Pak Willy, kenapa dia melangkah keluar cepat lewat pintu belakang?” Tanya Nyoman dengan menunjuka ke arah jendela.
“Mana?” Tanya Luna dengan kepala yang di majukan.