Bianca dan Gio sama-sama terkejut mendengar samar orang yang memanggil Bianca. Mereka berdua pun menoleh. Mungkin Bianca terlihat sedikit lega ketika melihat pria yang memanggilnya itu ternyata bukanlah Willy suaminya melainkan Nathan.
Dan bersamaan dengan itu Gio juga langsung melepas pelukannya kepada Bianca. Nathan terlihat melangkah menghampiri Bianca dan Gio yang masih berdiri di depan toilet.
“Nathan” ucap Bianca.
“Loh, Gio” ucap Nathan menyapa Gio.
“Hai Nath, apa kabar?” Tanya Gio menyapa Nathan.
“Baik. Kamu sendiri apa kabar dan kapan kembali ke Indonesia?” Tanya Nathan.
Di tengah-tengah Gio dan Nathan, Bianca pun bingung. Kalau yang dari Bianca lihat sepertinya Nathan mengenal dekat Gio. Waktu menyapa saja mereka berdua terlihat saling berpelukan.
“Sudah hampir dua bulan aku kembali” jawab Gio.
“Oh iya, kenapa kalian berdua ada disini? Kalian saling mengenal?” Tanya Nathan kepada Gio dan Bianca.
“Tidak” ucap Bianca
“Iya” ucap Gio bersamaan dengan Bianca.
Nathan pun bingung dengan jawaban berbeda dari Gio dan Bianca.
Drrrt Drrt
Ponsel Bianca kembali bergetar. Bianca yakin kalau Willy sudah menghubunginya berkali-kali. Sepertinya kedatangan Nathan ada bagusnya karena bisa melepaskan dia dari Gio. Untuk masalah pertanyaan Nathan mungkin bisa Bianca selesaikan nanti. Yang terpenting adalah jangan sampai Willy melihat adegan Gio memeluknya.
“Nath, aku permisi ya. Willy sudah menungguku” ucap Bianca pamit kepada Nathan lalu berlari pergi.
Sementara itu Gio terus memperhatikan punggung Bianca hingga menghilang. Nathan pun menatap Gio yang sepertinya terus memperhatikan Bianca.
“Jangan macam-macam dengan Bianca. Dia wanita baik-baik” ucap Nathan yang seakan tahu maksud Gio.
“Macam-macam bagaiamana? Apa wajahku terlihat seperti orang jahat?” Tanya Gio.
“Aku cuma mengingatkanmu saja. Bianca tidak seperti wanita-wanita yang mendekatimu dulu waktu sekolah. Dia wanita baik-baik” ucap Nathan.
Gio memperhatikan Nathan. Ternyata Gio dan Nathan adalah sahabat waktu disekolah dulu. Hanya saja waktu kuliah mereka berpisah. Nathan kembali ke Turki dan Gio melanjutkan sekolahnya di London. Dan setelah bertahun-tahun tidak bertemu sekarang mereka bertemu di hotel ini.
“Kamu mengenal dekat dengan Bianca?” Tanya Gio.
“Tentu saja. Dia bosku” ucap Nathan.
“Dia pemilik restoran disini?” Tanya Gio lagi.
“Tentu saja tidak. Dia pemilik Bianca Management. Aku chef disana” jawab Nathan.
“Bianca Management. Jadi kamu Chef disana” ucap Gio yang sepertinya ada pemikiriran lain di pikirannya.
“Iya. Ayo kita mengobrol di café” ajak Nathan.
Gio pun menganggukkan kepalanya dan melangkah bersama Nathan.
“Kamu kemana saja Bii, lama sekali?” Tanya Willy ketika Bianca sudah masuk ke dalam mobil.
“Maaf Will, tadi aku menunggu orang yang masih di dalam toilet. Dan perutku juga tiba-tiba sakit” ucap Bianca yang terpaksa berbohong lagi kepada Willy.
“Kamu sakit? Kita mau ke dokter?” Tanya Willy yang terlihat cemas menatap wajah Bianca.
“Tidak perlu Will. Aku sudah baik-baik saja. Mungkin tadi karena aku terlalu banyak makan” ucap Bianca.
“Kamu yakin tidak apa-apa. Aku takut nanti kamu sakit lagi. Atau karena aku terlalu bersemangat sehingga membuat perutmu sakit?” Tanya Willy lagi.
“Tidak Will. Ayo kita jalan. Kasihan Aditya” ucap Bianca mengusap rahang Willy.
Cup
Willy mengecup pipi Bianca. Willy pun mulai menjalankan mobilnya keluar dari hotel tempat mereka melepaskan rindu mereka.
Sepanjang perjalanan Bianca terus saja merasa bersalah. Jujur Bianca takut sekali jika Willy tahu kalau dia berbohong. Bianca harus bisa mengatakan sejujurnya sebelum Willy tahu dari orang lain. Dan seharusnya Bianca tidak perlu takut karena Bianca memang tidak melakukan apa-apa dengan Gio.
Bianca terus berpikir, kalau Bianca tidak mengatakan yang sebenarnya pasti akan ada kebohongan-kebohongan lain yang akan muncul. Bianca pun bingung harus memulai dari mana dia mengatakan semua ini kepada Willy.
“Ada apa Bii?” Tanya Willy yang melirik Bianca sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
“Will, sebenarnya-“ ucapan Bianca terpotong dengan getar ponsel Willy.
Bianca melihat ponsel Willy yang ada di sampingnya dan itu adalah dari mami.
“Will, Mami telepon” ucap Bianca.
“Tolong diangkat Bii” ucap Willy.
Bianca pun mengambil ponsel Willy. Lalu mengangkat telepon dari Mami.
“Halo Mi” ucap Bianca.
“Bii, kamu dan Willy sudah dimana?” Tanya Mami dengan suara yang terdengar panik.
“Kami sedang dalam perjalanan pulang” jawab Bianca.
“Ada apa Mi?” Tanya Bianca.
“Kalian bisa langsung ke rumah sakit. Papi terkena serangan jantung. Ini Mami sedang dalam perjalanan ke rumah sakit” ucap Mami.
“Iya Mi kami akan langsung kesana” ucap Bianca.
“Terima kasih ya Bii. Tadi Aditya Mami titip sama Bi Inah, kebetulan ada Icha dan Naena datang juga” ucap Mami.
“Iya Mi. Mami yang sabar ya. Bianca yakin Papi akan baik-baik saja” ucap Bianca menenangkan Mami.
Setelah itu Bianca pun menutup teleponnya dan menatap Willy.
“Will, Papi terkena serangan jantung” ucap Bianca.
Ciiiiit
“Apa!” Pekik Willy terkejut dengan mengerem mendadak.
Untung saja Bianca menggunakan savety belt-nya sehingga dia hanya terhempas pelan ke depan.
“Maaf Bii” ucap Willy memegang bahu Bianca.
“Tidak apa-apa Will” ucap Bianca yang tahu Willy juga terkejut.
“Mami sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Kita kesana ya. Kasihan Mami” ucap Bianca.
“Bagaimana kalau kamu aku antar pulang dulu. Kasihan Aditya kita tinggal lama” ucap Willy.
“Will, kita lihat Mami dan Papi dulu ya. Di rumah juga sedang ada Icha dan Naena kebetulan mereka datang” ucap Bianca.
“Baiklah. Kamu kabari Icha dan Naena juga ya” ucap Willy.
“Iya” ucap Bianca menganggukkan kepalanya.
Willy kembali melajukan mobilnya menuju rumah sakit keluarga. Bianca mengeluarkan ponselnya. Tiba-tiba matanya melihat ada notifikasi pesan dari nomor yang tidak dikenal. Bianca pun tanpa sengaja membuka pesan itu.
To : +6281234xxxxx
To : Bianca
Ini nomorku. Simpan karena aku akan menagih janji kencan kita. Gio.
Wajah Bianca pun sangat terkejut. Bagaimana Gio bisa tahu nomornya. Apa mungkin Nathan yang memberi tahunya. Tetapi tidak mungkin, Nathan bukanlah pria yang suka memberikan informasi orang lain. Sudahlah untuk saat ini Bianca memilih menghapus pesan dari Gio. Dan memilih menghubungi Naena.
“Halo, Naena” ucap Bianca.
“Iya Bii” ucap Naena.
“Aku boleh minta tolong kamu dan Icha” ucap Bianca.
“Tentu saja. Minta tolong apa?” Tanya Naena.
“Papi masuk rumah sakit. Aku dan Willy sedang dalam perjalanan kesana. Jadi tolong titip Aditya sampai aku pulang ya” ucap Bianca.
“Ya Tuhan. Ya Bii, aku dan Icha akan menjaga Aditya sampai kamu pulang. Nanti aku juga akan bilang kepada Dimas untuk menjemputku di rumahmu saja” ucap Naena.
“Terima kasih ya. Oh ya, nanti aku akan kirim makan malam ke rumah. Kalian makan ya” ucap Bianca.
“Bii, tidak perlu repot-repot nanti aku dan Icha bisa memesan online” ucap Naena.
“Tidak apa-apa. Kebetulan aku sudah memesan makanan untuk makan malam. Karena aku langsung ke rumah sakit, jadi aku sudah meminta kurir mengantarnya langsung ke rumah” ucap Bianca.
“Okey Bii. Terima kasih ya” ucap Naena.
“Aku yang berterima kasih sama kalian sudah membantuku” ucap Bianca.
“Iya sayang. Sudah kayak lagi sama siapa aja. Kamu tenang saja. Salam untuk Mami ya” ucap Naena.
“Iya Na” ucap Bianca yang lalu mematikan sambungan teleponnya.
Mobil yang dikendarai Willy kini sudah sampai rumah sakit. Bianca dan Willy pun segera melangkah cepat memasuki rumah sakit. Dan kebetulan sekali mami sedang menunggu di depan IGD. Bianca dan Willy segera menghampiri Mami.
“Mami” ucap Willy.
“Will” ucap Mami yang langsung memeluk Willy.
Willy dan Bianca pun mengusap punggung Mami. Mami terlihat menangis dan terisak.
“Sabar ya Mi” ucap Willy.
“Sabar bagaimana. Sudah seminggu ini Papi tidak meminum obatnya. Dan yang Mami takutkan akhirnya terjadi” ucap Mami terisak.
“Mi, Papi adalah pria yang kuat. Aku yakin Papi pasti tidak kenapa-kenapa” ucap Willy mencoba menanangkan Mami.
“Iya Mi. Mami harus tetap tenang. Kita berdoa supaya Papi baik-baik saja ya” ucap Bianca yang ikut menenangkan Mami.
Ceklek
Tak lama seorang perawat keluar dari pintu IGD dan memanggul keluarga Pratama.
“Keluarga Bapak Pratama” ucap seorang perawat di depan pintu IGD.
“Iya suster” ucap Willy, Bianca dan Mami bersamaan.
Mereka pun segera melangkah menghampiri perawat dengan pakaian warna hijau itu.
“Dokter sudah boleh mengizinkan masuk” ucap perawat itu.
“Terima kasih” ucap Bianca.
Mami dan Willy pun segera melangkah masuk dan diekori oleh Bianca. Mereka segera menuju ranjang temat Papi terbaring. Mami pun segera memeluk Papi yang ternyata sudah sadar.
“Papi, jangan buat Mami cemas” ucap Mami yang masih terisak.
“Mami tidak malu. Sudah jadi Oma masih menangis” ucap Papi meledek.
“Mami mencemaskan Papi” ucap Mami.
“Tuh benarkan Mi. Willy bilang juga apa, Papi pasti tidak kenapa-kenapa” ucap Willy yang lega melihat Papi sadar begitu juga dengan Bianca.
“Mami terlalu lebay Will” ucap Papi.
“Papi ini. Tidak tahu apa, jantung Mami hampir copot saat mendapat kabar Papi pingsan” ucap Mami memukul bahu Papi pelan.
“Papi hanya kelelahan Mi” ucap Papi.
“Mami sudah ingatkan Papi. Obatnya diminum. Coba kalau Papi nurut sama Mami, pasti tidak akan seperti ini kejadiannya” ucap Mami yang mulai dengan mode cerewetnya.
“Nah begini ini Will, Bii yang buat Papi tambah sehat. Mendengar ocehan Mami sama saja seperti obat buat Papi” ucap Papi dengan nada bercanda.
Willy dan Bianca pun terkekeh.
“Papi” ucap Mami.
“Papi sudah tidak apa-apa?” Tanya Bianca.
“Tidak Bii. Kalian kalau datang kesini Aditya cucu kesayangan dan penerus perusahaan Papi sama siapa? Kalau tahu kalian tinggal-tinggal biar Aditya tinggal bersama Papi dan Mami saja” ucap Papi.
“Enak saja Papi. Papi kalau mau punya bayi lagi bilang sama Mami” ucap Willy.
“Mami sudah tidak mau. Katanya nanti tidak bisa pergi arisan dengan teman-temannya” ucap Papi menyindir Mami.
“Ish Papi. Kita sudah tua Pi. Lebih baik merawat cucu” ucap Mami.
Dan mereka berempat pun terlihat sudah mulai tertawa dan bercanda. Papi yang memang tidak biasa bercanda kini mulai bercanda. Ya tentu saja yang Papi bercandai adalah Mami. Papi sengaja agar Mami tidak terlalu panik dengan kesehatan Papi.