40. Ancaman

1539 Kata
Setelah melakukan olahraga siang mereka Bianca dan Willy terlihat terlelap bersama dengan diselimuti bedcover berwarna putih. Mereka terlelap sambil berpelukan. Hingga suara getar ponsel membangunkan Willy. Drrrt Drrt Drrrt Drrt Willy membuka matanya dan menguceknya. Padahal dia masih lelah sekali. Willy mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menghubunginya. Willy menghela nafasnya dan ternyata lagi-lagi si kakek tua Gunardi yang menghubunginya. Ya sudah dua hari ini Gunardi terus menghubunginya, tetapi dengan sengaja Willy tidak mengangkatnya. Willy merasa sangat malas sekali meladeni kakek tua itu. Padahal Willy baru seminggu lebih disini. Ponsel kembali bergetar kali ini kakek tua Gunardi itu tidak meneleponnya tetapi mengirimnya pesan singkat yang membuat Willy naik darah. To : Willy From : Gunardi Kamu sengaja tidak mengangkat telepon dariku. Jangan macam-macam kepadaku. Sudah cukup kamu bersenang-senang dengan istrimu. Kini saatnya kamu kembali ke Bali. Kalau kamu sengaja menghindar, jangan salahkan aku senyum di wajah istrimu menjadi tangis air mata. Willy mencengkram ponselnya dengan kuat. Willy menarik nafas berat. Lalu Willy menatap Bianca yang masih terlelap memeluknya. Willy menggelengkan kepalanya, dia tidak akan izinkan Gunardi merusak kebahagiannya. Cup Willy mengecup puncak kepala Bianca. Dengan perlahan Willy memindahkan tangan Bianca yang memeluknya. Willy bangun dengan hati-hati lalu dia memakai boxernya. Willy pun melangkah keluar dari kamar dengan membawa ponselnya. Willy menghubungi Gunardi. Semoga saja Bianca tidak bangun saat Willy sedang menelepon Gunardi. Willy menempelkan gawai di telinganya dan menunggu Gunardi mengangkat teleponnya. “Takut juga rupanya” ucap Gunardi dengan angkuh dari seberang sana. “Saya bukannya takut. Justru andalah yang ketakutan” ucap Willy. “Saya takut. Saya tidak pernah takut dengan siapapun” ucap Gunardi sombong. “Dengar Pak, untuk saat ini saya belum bisa kembali ke Bali. Kalau anda terus mengancam saya, saya pun bisa melakukan apa yang bisa saya lakukan. Ingat Pak, saat ini Luna selalu mengikuti apa yang saya ucapkan. Dia percaya kepada saya. Bisa saja saya membuat Luna cucu kesayangan anda menjadi benci kepada anda” ucap Willy mengancam Gunardi. “KAU!” Pekik Gunardi. “Anda takut bukan. Jadi anda tetap tenanglah disana. Untuk masalah pekerjaan sudah ada asistan dan anak buah saya yang sudeng mengerjakannya” ucap Willy. “Kapan kamu akan kembali?” Tanya Gunardi. “Saya belum tahu. Tetapi anda tenang saja, saya akan tetap kembali ke Bali menyelesaikan semua tanggung jawab saya” jawab Willy. “Baiklah, saya tunggu kamu kembali” ucap Gunardi. Willy menggeleng-gelengkan kepalanya. Kenapa Gunardi sepertinya yang takut kehilangan Willy. Luna saja dapat mengerti setelah Willy mengabari kalau dia sudah sampai di Jakarta dan meminta untuk Luna tidak menghubunginya sampai Willy yang menghubunginya duluan. Luna menurut saja. Sampai saat ini Luna tidak menghubunginya, karena Willy tahu Luna pasti sibuk dengan pekerjaan barunya. Willy sudah mengajarkan Luna untuk bertanggung jawab dan Willy ingin saat Willy kembali Luna sudah menjadi pemimpin yang baik. “Will, kamu habis menelepon siapa?” Tanya Bianca yang membuat Willy terkejut. Willy pun menoleh dan berbalik. Bianca berdiri di depan pintu kamar dengan bed cover putih yang melilit tubuhnya. Rambut panjang Bianca pun terlihat masih berantakan. Willy tersenyum dan melangkah menghampiri Bianca. “Menghubungi klienku yang tadi menelepon” jawab Willy memeluk pinggang Bianca. Willy mencium leher Bianca. Bianca pun memiringkan kepalanya sehingga Willy menjadi leluasa untuk mengakses leher Bianca. Tentu saja Willy pun tidak hanya mencium leher Bianca, tetapi Willy menjilatnya lalu memberikan tanda kepemilikan disana hingga Bianca mengeluarkan erangannya. “Ahh” erang Bianca. “Bii, bagaimana kalau kita mandi bersama?” Tanya Willy. Bukannya menjawab Bianca menyandarkan kepalanya di bahu Willy. Willy pun langsung menggendong Bianca ala bridal style. Willy melangkah menuju kamar mandi. Dan Willy menurunkan Bianca di atas wastafel. “Will, kamu serius?” Tanya Bianca. “Kenapa, kamu masih sakit?” Tanya Willy. “Sedikit sakit” ucap Bianca pelan. Willy menyalakan kran air untuk mengisi bathubnya. Lalu dia melangkah menghampiri Bianca yang berdiri di dekat wastafel. “Kalau kamu masih sakit, aku tidak akan melakukannya. Kita hanya mandi bersama” ucap Willy mengusap rambut Bianca. Bianca menganggukkan kepalanya. Sebenarnya Bianca tidak mau menolak ajakan Willy untuk melakukan aktifitas panasnya lagi. Tetapi Bianca masih merasakan sedikit perih apalagi bekas jahitannya. Untung saja Willy mengerti dan tidak marah kepadanya. Benar sore ini mereka hanya mandi bersama dan saling bercanda. Bianca juga menggosok punggung Willy. Willy pun secara berantian menggosok punggung Bianca. Belum ada setengah hari tetapi mereka masih belum puas untuk menyelesaikan aktivitas mandinya. Tetapi Bianca sudah bilang kepada Willy bahwa mereka harus kembali pulang sebelum makan malam. Bianca masih kepikiran dengan Aditya. Jam lima sore Bianca dan Willy sudah rapi kembali dan mereka siap untuk pulang. “Bii, kamu tunggu di depan lobby saja. Aku akan mengambil mobil ya” ucap Willy, saat mereka sedang di dalam lift. “Iya sekalian aku check out ya” ucap Bianca. Willy menganggukkan kepalanya. Mereka pun berpisah. Bianca menuju recepcionist dan Willy menuju parkiran. Bianca berdiri di depan lobby untuk menunggu Willy. Tiba-tiba Bianca merasakan ingin buang air kecil. Kalau Bianca tahan pasti akan lama mereka sampai rumah. Belum lagi mereka mengambil pesanan makanan untuk makan malam. Bianca pun menghubungi Willy dan mengatakan dia akan ke toilet sebentar. “Halo Bii, ada apa?” Tanya Willy mengangkat telepon dari Bianca. “Will, aku ke toilet sebentar ya” ucap Bianca. “Iya sayang. Aku juga baru saja keluar dari parkiran” ucap Willy. Setelah menghubungi Willy, Bianca pun masuk ke lobby dan melangkah menuju toilet terdekat dari lobby. Untungnya toilet kosong dan Bianca tidak perlu mengantri. Bianca pun melepaskan keinginannya untuk buang air kecil. Bianca mencuci tangannya di wastafel setelah selesai buang air kecil. Bianca juga mengelap tangannya dengan tissu, lalu memasukkan tissu bekasnya ke dalam tempat sampah berwarna hitam. Bianca kembali melangkah keluar semoga saja Willy tidak lama menunggunya. Tap Tap Baru saja dua langkah Bianca keluar dari toilet, tangannya di cekal oleh tangan besar dan Bianca yakin tangan besar ini bukanlah tangan Willy. Bianca pun mencoba menghempaskan tangan besar yang mencekal tangannya itu. “Kenapa kamu berbohong kepada suamimu?” Terdengar pertanyaan dari seorang pria yang tadi bertemu dengannya di restorant. Bianca pun menatap pria yang ternyata adalah Gio itu. Sebenarnya Bianca tidak ingin mencari masalah dengan pria ini. Karena setidaknya pria ini sudah menolangnya malam itu. Hanya saja cara pria ini mencekal tangan Bianca, membuat Bianca tidak suka dan marah. “Pak bisakah anda lepaskan tangan anda” ucap Bianca dengan nada ketus. “Jawab pertanyaanku dulu, baru aku lepaskan” ucap Gio menatap Bianca. “Saya rasa itu bukan urusan anda” jawab Bianca masih dengan mode ketusnya. “Oh ya. Tetapi bagaimana kalau aku katakan kepada suamimu malam itu kamu bersamaku di dalam lift” ucap Gio terdengar seperti mengancam. “Saya tidak takut. Karena memang saya dan anda tidak melakukan apa-apa” ucap Bianca. “Kalau kamu tidak takut, seharusnya suamimu tahu malam itu kita terjebbak di lift bersama. Atau jangan-jangan kamu takut suamimu marah dan mengira kamu melakukan hal yang tidak-tidak” ucap Gio dengan menyeringai. Dugaan Bianca sepertinya tentang pria bernama Gio yang awalnya mengira dia pria baik, ternyata salah. Pria ini ternyata seperti pria jahat yang licik. “Pak, sudah saya bilang bukan. Ini bukan urusan anda” ucap Bianca dengan nada meninggi. Gio pun menarik tangan Bianca dengan kencang, hingga Bianca terhempas dan masuk ke dalam pelukan Gio. Bianca mencoba meronta dan meminta dilepaskan. “Tolong lepaskan saya. Anda sangat tidak sopan” ucap Bianca marah. Bukannya melepaskan, Gio justru memeluk Bianca dengan erat. Bianca merasa sangat tidak nyaman dan mendorong bahu Gio. Tetapi percuma saja Gio lebih kuat darinya, dan Bianca juga masih lelah karena aktifitasnya bersama Willy. “Sepertinya kamu dan suamimu habis melepaskan rindu di hotel ini” bisik Gio di telinga Bianca. Bianca yang mendengarnya merasa sangat jijik sekali. Ya, Gio tanpa sengaja melihat satu kissmark yang Willy buat di leher Bianca. Bianca lupa menutupi kissmark itu. Karena biasanya Willy tidak pernah membuat kissmark di tempat terbuka, dia selalu membuat tanda kepemilikannya ditempat yang tertutup. Sama seperti hari ini jika Bianca memakai baju dengan belahan yang tinggi pasti banyak sekali tanda merah disana. “Anda sangat tidak sopan!” Bentak Bianca dengan marah. “Lepaskan atau saya akan berteriak” ucap Bianca. “Berteriak saja, aku lebih suka jika kamu berteriak dan suamimu yang possesive itu datang lalu melihat kita” ucap Gio. “Jangan gila Pak. Anda sama saja mengadu domba antara saya dan suami saya” ucap Bianca. “Tapi bukankah kamu duluan yang berbohong kepada suamimu” ucap Gio. Drrrt Drrrt Bianca merasakan ponselnya terus bergetar. Bianca tahu itu pasti dari Willy. Bianca harus cepat pergi dari Gio. Bisa menjadi masalah besar jika Willy datang dan melihat Bianca di peluk oleh Gio seperti ini. Bianca pun mencoba memohon kali ini nadanya tidak ketus. “Pak, saya mohon. Tolong lepaskan saya. Suami saya sudah menunggu” ucap Bianca. “Ada syaratnya” ucap Gio. “Apa?” Tanya Bianca. “Kamu mau aku ajak berkencan” ucap Gio. “APA ANDA SUDAH GILA! Saya sudah bersuami” pekik Bianca. “Kenapa tidak boleh? Bukankah kamu bisa berbohong kepada suamimu seperti yang sudah kamu lakukan” ucap Gio. Bianca pun menatap nanar kepada Gio yang benar-benar sangat tidak sopan kepadanya. “Bianca” terdengar suara seorang pria memanggil Bianca dari jarak sepuluh langkah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN