TOXIC

1071 Kata
Karla tersenyum puas, ini adalah kali pertamanya memasuki apartemen miliknya. Selama dua tahun ini, Karla hanya menyuruh orang untuk merawat kebersihan apartemennya. Tadinya, ia ingin sekali tinggal di sini bersama Amelia adiknya. Tapi, Amelia keburu pergi dan menghilang. "Kamu di mana Amelia? Seandainya aku tidak bersikap kasar kepadamu terus menerus." Karla mulai bermonolog, air matanya menetes tak terasa. Setahun lebih tanpa Amelia terasa ada yang hilang dari hidup Karla. Karla sudah memindahkan barang-barang miliknya dengan cara mencicil sejak lama. Sehingga saat ia ingin menempati apartemen ini ia hanya tinggal membawa pakaiannya saja. Parahnya David sama sekali tidak menyadari hal itu. Karla menatap foto keluarga berukuran besar di kamar tidurnya. Foto itu diambil dua bulan sebelum kedua orangtuanya meninggal. Dalam foto itu tampak kedua orangtuanya duduk berdampingan, sementara ia dan Amelia berdiri di belakang dengan senyum gembira. Masa-masa yang sangat indah dan penuh kasih sayang. Masa yang tidak akan pernah kembali lagi. "Kak, kalau kita punya rezeki lebih, kita beli kembali rumah ini,ya," pinta Amelia saat mereka menjual rumah peninggalan orangtua mereka. Waktu itu Karla mengangguk mengiyakan. "Kita akan menjadi orang sukses,Mel.Saat itu terjadi, kakak janji kita akan membeli rumah ini lagi lalu akan tinggal kembali di sini." Karla merasa hatinya begitu perih, ia membuka kopernya dan mengeluarkan sertifikat rumah orangtua mereka yang berhasil ia beli enam bulan lalu. Tadinya, pemilik rumah tidak bersedia menjual rumah itu kembali. Tetapi, Karla menggunakan alasan ngidam sehingga pemilik rumah itu mau menjual rumah itu kembali bahkan dengan harga yang sama seperti ketika mereka menjualnya. "Amelia, pulanglah. Lihat, aku sudah berhasil membeli rumah kita kembali. Apa kau tidak rindu dengan kenangan kita semasa kecil di rumah itu?" bisik Karla lagi. Saat ini hatinya benar-benar hancur lebur. Ia kehilangan adik, anaknya, saat ini hanya dirinya sendiri. Drrrt! Drrrrt! Karla menoleh, ponselnya bergetar dan ia melihat nama David keluar di layar ponsel itu. Sebenarnya ia malas sekali bicara, tapi tidak mungkin berlari selamanya. Lagi pula jika David tidak bisa menemukannya di mana pun , lelaki itu pasti akan mendatanginya di lokasi syuting. Karla tidak mau hal itu terjadi. Sebenarnya, Karla adalah pribadi yang sangat profesional ketika bekerja. Meskipun dulu ia dibantu oleh Amelia, tapi dalam setiap show, Karla tidak pernah selalu menempel pada David. Ia tau kapan harus bermanja, kapan harus bekerja. "Apa? Kau masih membutuhkan aku, David?" kata Karla saat ia mengangkat telepon. Terdengar dengusan David di seberang sana. Karla dapat membayangkan jika saat ini David pasti sedang kesal setengah mati. "Kau di mana? Kau sudah gila?" "Di mana aku bukan urusanmu, kau itu bukan suamiku, David!" "Kau tega meninggalkan Davila?" "Dia anakmu, lagi pula hidup Davila akan lebih terjamin jika dia ikut denganmu. Kita tidak memiliki ikatan apapun, David. Aku berhak untuk bahagia dan juga memiliki kehidupan yang normal sebagai seorang wanita." "Kau mau apa?!" "Kau bertanya apa mauku?Kau tau apa yang aku inginkan, David. Lagi pula kenapa kau ini sibuk sekali, kau kan sudah bersama Jasmine. Aku melihatmu mencium bibirnya begitu mesra di depan lift di kantormu tadi, luar biasa sekali. Jadi, kau tidak perlu mengganggu aku lagi. Silakan jika kau mau bersama Jasmine, aku tidak keberatan sama sekali." Karla pun segera memutuskan sambungan telepon, lalu mematikannya dan mengaktifkan nomor barunya yang tidak diketahui David. Sementara itu David membanting ponselnya dengan kesal, di luar kamar tangisan Davila masih terdengar begitu kencang. Padahal Markonah dan Tuti sudah berusaha menghentikan tangisan gadis kecil itu. Merasa putus asa, David pun menelepon Patricia. Biasanya Davila tenang jika Patricia yang datang. David berharap Patricia masih berada di apartemen Amelia, sehingga ia bisa datang dengan cepat ke apartemennya. Untunglah, harapannya terkabul, Patricia masih berada di apartemen Amelia. "Ya, aku akan segera ke sana, tunggu sebentar." Patricia menghela napas panjang lalu menatap Amelia. "Karla tidak sengaja melihat kalian, maksudku melihat ketika David menciummu. Dia marah dan memutuskan pergi, padahal saat ini Davila dalam kondisi kurang enak badan. Kau mau ikut denganku? Davila ... dia keponakanmu juga, kan, Mel?" Amelia tersentak kaget. Ia tidak menyangka kakaknya bisa melakukan hal sekejam itu. Meninggalkan anaknya saat sedang sakit begitu saja? "Aku ikut, aku juga ingin bertemu dengan keponakanku," jawab Amelia dengan tegas. David pun hanya bisa melongo saat melihat Patricia datang bersama Amelia. "Loh, kau ikut, Yas?" tanya David keheranan. "Aku sedang bersamanya tadi, jadi aku bawa ke sini, kau tidak keberatan, kan?" David hanya menggelengkan kepalanya. Patricia langsung menuju kamar Davila dan menggendong bayi mungil itu. Namun tangis Davila tak kunjung mereda meskipun sudah tidak sekuat tadi, tetapi bayi itu masih menangis. Davila memang tidak terlalu dekat dengan Karla, tetapi jika sedang tidak enak badan bayi mungil itu hanya mau digendong oleh Karla. "Boleh aku menggendong Davila?" tanya Amelia pada Patricia. Patricia menoleh, "Kau bisa?" tanyanya. Patricia tau Amelia pasti bisa mengurus bayi dengan baik. Tapi, mengingat hubungan segitiga antara David, Karla dan Amelia, Patricia agak sedikit ragu. Tetapi ia memberikan Davila kepada Amelia. Dan keajaiban terjadi, tangis Davila reda seketika saat ia berada dalam dekapan Amelia. Barang kali batinnya yang masih peka itu mengenali Amelia sebagai tentenya. "Good night to you, good night to me, now close your eyes and go to sleep. Good night sweet heart sweet dream to night, good night, i love you ...." Kedua netra David memicing seketika, lagu yang dinyanyikan Amelia adalah lagu yang selalu dinyanyikan oleh Karla dan Amelia. Beberapa kali saat David melihat Karla dan Amelia sedang akur mereka akan menyanyikan lagu itu. Dan Karla juga sering menyanyikan lagu itu untuk Davila. "Kau siapa?" tanya David sambil menatap tajam kepada Amelia. "Saya? Saya Jasmine ... anda berharap saya berubah menjadi siapa , Pak David?" "Dari mana kau tau lagu tadi?" tanyanya. Amelia tersentak, ia menyadari kecerobohannya. Ia memang sering menyanyikan lagu itu untuk Davina. Bahkan, Tasya sampai merekam suaranya ketika sedang menyanyikan lagu itu supaya Davina bisa selalu mendengar suaranya saat ia hendak tidur. "Maaf, maksud anda lagu yang tadi saya nyanyikan untuk Davila? Itu hanya lagu biasa, Pak. Saya sering menyanyikan lagu itu untuk keponakan saya yang berada di Korea. Memang ada yang salah dengan lagu tadi? Anda tidak suka jika anak anda saya nyanyikan lagu itu?Ya kalau begitu, maaf. Lain kali saya akan menyanyikan lagu nina bobo saja," jawab Amelia tetap berusaha untuk tenang. "Karla dan adiknya sering menyanyikan lagu itu bersama. Jika Davila rewel Karla juga akan menyanyikan lagu itu hingga ia dapat tenang. Apa jangan-jangan kau yang menyembunyikan Amelia?" Tawa Amelia meledak seketika ,"Ya ampun, Pak,saya tidak mengenal Amelia. Bagaimana anda bisa menuduh saya yang menyembunyikan. Apa saya kelihatan seperti seorang penculik?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN