04. RAHASIA HATI BISMA

1256 Kata
"Jadi mau bicara apa? Aku tidak punya banyak waktu." Luna langsung bertanya pada intinya. Dia tidak suka basa-basi. Mereka bertemu di Kafe Alaska. Tempat yang menjadi saksi pertemuan pertama mereka berdua. Saat itu, Luna sedang duduk bersama beberapa temannya. Entah mengapa penampilan Luna hari itu begitu menghipnotis perhatian Ivan. Alasan itu yang membuat Ivan sengaja memilih kafe itu sebagai tempat mereka bertemu untuk sekaligus mengenang masa lalu mereka. "Ayo kita balikan, Luna. Aku sudah siap dengan syarat yang kamu ajukan. Tidak masalah bagiku berbagi kamu dengan lelaki lain asal kita bisa kembali seperti dulu lagi," ucap Ivan penuh keyakinan. Luna tertawa meremehkan. "Kamu yakin? Berbagi itu tidak mudah, Ivan. Aku tahu seperti apa dirimu. Kamu itu posesif, cemburuan, terus bagaimana bisa kamu menyanggupi syarat dariku?" Ivan diam. Apa yang dikatakan oleh Luna memang benar. Dia memang posesif. Dia tidak mau berbagi Luna dengan siapapun. Tapi kalau itu hal yang bisa membuat Luna kembali, Ivan bisa apa? Dia akan berusaha menjadi seperti yang Luna mau. "Aku yakin, Luna. Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi tanpa kamu. Dua tahun ini, aku merasa hidupku sangat hampa. Biasanya ada kamu yang selalu berada di sisiku. Aku benar-benar merindukanmu, Lun." Ivan menatap wanita dengan pakaian super seksi itu dengan tatapan memohon. "Kamu yakin? Aku dengar dari seseorang kamu memiliki kekasih. Bagaimana aku bisa percaya kalau kamu memang butuh aku? Kamu bahkan bohong soal kamu hanya akan mencintai aku. Bagaimana aku ..." "Aku dan dia sudah putus, Luna. Lagipula aku tidak pernah jatuh cinta sama gadis lain. Aku dan dia jadian hanya karena taruhan Galang. Percaya sama aku, Luna. Cuma kamu yang ada di hati aku hari ini, besok, dan mungkin selamanya." Ivan buru-buru menjelaskan. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan. Hari ini, hubungannya dan Luna harus kembali utuh. "Oke. Karena kamu sudah yakin dengan keputusan kamu, kita balikan. Tapi kamu harus tahu, aku tidak suka diatur. Aku juga bukan Luna yang dulu. Sekarang aku hanya akan datang padamu saat aku mau. Jangan paksa-paksa aku untuk melakukan ini dan itu." "Kamu tidak perlu khawatir, Luna. Aku tidak akan mengatur kamu dalam hal apapun. Terima kasih untuk kesempatan yang sudah kamu berikan." Ivan langsung mengecup punggung tangan Luna berkali-kali. Luna tersenyum senang. Dia bisa kembali memanfaatkan Ivan. Sejak awal, dia tidak pernah mencintai lelaki itu. Ivan hanya dijadikan sebagai dompet berjalan oleh Luna. Tapi entah mengapa lelaki itu bisa bertekuk lutut padanya. Dalam hatinya, Luna menertawakan kebodohan Ivan. Sementara itu, Bisma sekarang tengah turun dari mobilnya. Dia membawa beberapa buah kantong berisi vitamin, s**u hamil, dan makanan untuk Destina. Dia menatap rumah kecil yang menjadi tempat tinggal sahabatnya itu sebelum akhirnya berjalan mendekat. "Bisma, kamu balik lagi?" Destina menyambut Bisma dengan tatapan khawatir. Baru dua jam Bisma kembali ke apartemennya setelah meminta izin pada orang tua Destina, sekarang pemuda itu sudah berdiri di depan kosnya dengan membawa banyak kantong. Dari penampilan Bisma yang baru, gadis itu bisa memastikan kalau orang yang akan bertanggung jawab atas dia sudah mandi dan berganti pakaian. "Iya, aku balik lagi. Kenapa? Aku tidak boleh datang sering-sering ke kosan calon istriku? Kamu belum makan, aku tahu itu. Makanya aku ke sini buat bawain kamu semua ini." Bisma menyerahkan semua kantong plastik yang dia bawa. "Aku bisa masak, Bisma. Kamu tidak harus repot-repot seperti ini. Apartemen kamu dan tempat kosku lumayan jauh. Kamu bisa kelelahan kalau terus bolak-balik," protes Desti seraya menerima kantong pemberian Bisma. "Bawel!" Bisma mencubit kedua pipi Destina gemas. "Jadi cuma kantongnya aja, nih, yang boleh masuk? Akunya nggak?" sindir Bisma sambil bersandar di pinggiran pintu. "Masuk aja, Bisma. Biasanya juga kamu masuk-masuk aja tanpa disuruh," sahut Desti sambil menyiapkan makanan untuk dimakan berdua dengan Bisma. "Beda, dong. Biasanya aku sahabatmu. Sekarang ini aku calon suamimu. Harus diperlakukan lebih istimewa," ucap Bisma bercanda diiringi tawa kecil. "Bisma, kamu mau bertanggungjawab atas bayiku, itu sudah lebih dari cukup. Jangan sampai aku dan bayiku menjadi beban buat kamu. Aku semakin merasa bersalah kalau kamu memperlakukan aku sebaik sekarang, Bisma. Ini bukan tugas kamu, ini tugasnya Ivan." Rasa bersalah memang sudah bersarang di hati Destina sejak pertama kali Bisma mengatakan kalau dirinya akan bertanggung jawab atas bayi yang Destina kandung. Ditambah lagi perlakuan Bisma yang semakin menunjukkan rasa tanggung jawabnya. Desti tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas semua kebaikan Bisma yang menurut dia sudah terlalu banyak tersebut. "Siapa yang menjadi beban? Tidak ada, Des. Aku peduli sama kamu dan bayi kamu, itu bukan termasuk beban. Jangan pernah berpikir seperti itu lagi. Kamu juga tidak perlu mengingat Ivan, toh dia juga nyatanya tidak peduli pada kamu dan bayimu. Fokus pada diri kamu sendiri, Des. Kamu tidak perlu berharap dari manusia berhati batu seperti dia. Aku tahu, dia memang ayah biologis dari bayi kamu, tapi ..." "Iya, aku tahu, Bisma. Memang seharusnya aku melupakan Ivan setelah semua ini. Salah ya, aku berharap sama dia? Maaf," ucap Destina yang mendadak lesu. Makanan yang sudah dia siapkan dibiarkan begitu saja tertata rapi di atas meja. Ivan menggeser letak duduknya agar jaraknya tidak terlalu jauh dari Desti. Mengulurkan tangannya dan mengusap pelan puncak kepala gadis itu. "Kamu tidak salah, Destina. Satu-satunya yang bersalah di antara kalian itu tentu saja dia. Aku akan berusaha lebih keras untuk membuat kamu dan bayi bahagia. Sekarang senyum, ya. Jangan sedih lagi. Kasihan bayi kamu, Des. Dia akan ikut sedih kalau ibunya sedih." Bisma mengatakan itu dengan lembut. Perlahan hati Destina menghangat. Dia memang tidak boleh terlarut dalam kesedihan untuk bayinya. Gadis itu sebisa mungkin mengukir senyum di wajah cantiknya dan menghela napas. Meredam bibit kesedihan yang hampir saja tumbuh. "Lebih baik kita makan. Nanti nasinya dingin, jadi nggak enak." Destina memilih mengalihkan perhatian pada dua bungkus nasi rendang yang dibawakan oleh Bisma. "Nah, gitu, dong. Aku lega kalau kamu kembali tersenyum. Jangan sedih-sedih lagi ya, ibunya bayi." Bisma mengacak rambut Desti, setelahnya dia mengalihkan perhatian ke makanan yang ada di hadapan mereka. "Des, nanti kalau kamu mau periksa ke dokter, jangan lupa kabarin aku, ya. Kamu nantinya bakalan nikah sama aku, itu artinya semua tentang kamu dan bayi udah jadi tanggung jawab aku. Jangan mencoba untuk menolak, karena aku tidak akan menerima penolakan darimu," ucap Bisma di sela-sela acara makan mereka. Hati Destina tersentuh. Jauh dalam relung hatinya dia masih berharap kalau itu Ivan. Berharap diperhatikan oleh ayah dari bayi yang dia kandung, itu bukan sesuatu yang berlebihan, bukan? Mulai sekarang Destina akan berusaha seminimal mungkin untuk membicarakan Ivan di hadapan Bisma. Dia tidak ingin membuat lelaki yang sudah berbaik hati mau menerima dia dan bayinya tersakiti. Walaupun dia belum bisa mencintai Bisma, setidaknya dia harus menghargai ketulusan hati lelaki itu. "Iya. Nanti aku pasti kabarin kamu kalau udah waktunya periksa. Terima kasih untuk semuanya, Bisma. Aku belum bisa membalas semua kebaikan kamu. Sampai detik ini, aku hanya menjadi orang yang selalu merepotkan kamu. Aku merasa ..." "Sudah. Aku bilang, kamu bukan beban. Kamu tidak pernah merepotkan aku, Des. Semua yang aku lakukan sekarang itu wajar. Semua calon suami juga akan melakukan hal yang sama. Jangan merasa tidak enak. Kamu harus bicarakan sama aku tentang semua yang kamu butuhkan." Satu hal yang Destina tidak pernah tahu. Ini tentang rahasia hati Bisma. Dia sudah lama jatuh cinta pada Destina. Hanya saja dia memilih untuk menyembunyikan rasa cintanya dalam kata persahabatan. Dia tidak ingin merusak hubungan pertemanan mereka dengan perasaan. Hal itu karena Bisma tahu, Destina tidak memiliki perasaan yang sama dengannya. Bisma tidak berniat jahat atau memanfaatkan keadaan Destina untuk perasaannya sendiri. Dia memang murni ingin melindungi gadis itu dan bayi yang ada di dalam rahimnya. Bahkan, kalau suatu saat Ivan kembali dan membawa Destina pergi, dia akan merelakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN