"Ya ampun... bener-bener,yah!" geram Dea, melirik ke dalam. "Dduuh...!" desisnya saat merasakan sakit pada lututnya yang mulai terasa kaku. Pelan ia membungkuk. Meniup lututnya agar tidak semakin perih dan bisa sedikit ia gerakkan "Lagian resek banget si Abang. Kenapa juga dia yang pinjem duit buat mab*k dan make gue yang di jual" tambahnya. Ia memang seorang gadis yang periang. Dea tak begitu suka berlarut-larut dalam kesedihan, bahkan saat kedua orang yang ia cintai pergi selamanya. Dea sama sekali tidak menangis. "De... De...!" teriak Fathur melirik ke kanan dan ke kiri. Kontan Dea melotot. Merapatkan tubuhnya di pagar. "Buka... buka...!" lirihnya kelimpungan. 'Kayaknya gue manjat lagi ajah!" hemat fikirannya. Susah payah Dea menaiki tubuhnya ke pagar supaya tidak menimbulkan su