"M-mas membentak aku?" Anggia menutup mulut tak percaya. Air mata mulai berjatuhan di pipi putihnya. Baru pertama kali Raga berbicara dengan nada tinggi padanya dan hal tersebut membuat Anggia nelangsa. Mengapa reaksi sang kekasih seperti itu? Bukankah seharusnya Raga senang karena sebentar lagi mereka akan menjadi sepasang suami istri? Sedangkan Raga mengusap kasar wajahnya. Merutuki diri yang tidak bisa menahan mulut sampai melontarkan kalimat dengan nada tinggi di depan kekasihnya. "Maaf, Nggi. Mas hanya terlalu terkejut," ujarnya melunak, tetapi Anggia malah makin terisak. "Aku pikir Mas akan senang mendengar kabar ini, tapi ternyata reaksi Mas menunjukkan bahwa Mas masih belum bisa sepenuhnya menerima hubungan kita." Anggia berdiri, diikuti Raga yang berusaha meraih lengan ga