Selesai mandi, aku langsung memilih baju terbaikku dan berdandan. Aku sebenarnya memang kurang suka berdandan tapi demi menyambut kepulangan suamiku, aku mencoba memoles wajahku sebisaku karena aku memang tidak bisa dandan.
Hari ini mas Wawan akan pulang lebih cepat. Makannya aku menyiapkan makanan kesukaannya dari pagi dan segera mempercantik diri.
Aku sudah menyiapkan sebuah kotak kecil yang dalamnya berisi surat keterangan dari dokter yang menyatakan bahwa aku sedang hamil. Aku sudah tidak sabar ingin memberikannya kepada mas Wawan.
Deeerrrtt..
Derrrtt..
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku segera meraih benda pipihku itu yang terletak di sampungku. Ternya sebuah pesan dari mas Wawan. Segera ku buka dan membaca isi pesan darinya. Dia mengabariku bahwa saat ini dia sedang di jalan mau pulang.
Hatiku semakin tak sabar ingin segera bertemu dengannya dan memberitahu kabar bahagia ini. Lalu aku keluar kamar untuk menyiapkan makanan kesukaannya diatas meja makan agar kalau dia sudah sampai bisa langsung makan. Tapi ternyata sudah disiapkan oleh ibu.
"Bu maaf ya semenjak aku hamil, aku selalu merepotkan ibu" ucapku sembari menghampiri ibu yang tengah menyiapkan hidangan untuk suamiku.
"Tidak apa-apa nak, lagian kamu itu kan anak ibu. Kamu juga tengah mengandung bakal calon cucu ibu. Pokoknya kamu gak usah mikir ini itu, kamu juga gak boleh cape. Harus ingat apa yang waktu itu dokter katakan"
Ibu selalu berbicara seperti itu. Dia sepertinya sangat mengkhawatirkan kandunganku makannya dia selalu mengingatkanku perihal apa yang telah dokter sampaikan waktu itu.
"Terimakasih ya ibu sudah menjadi ibu yang terbaik buat aku" ucapku kembali sambil memeluknya.
"Sama-sama nak" jawabnya sambil mengelus punggungku.
Tiba-tiba suara mesin motor yang tak asing bagiku terdengar berhenti tepat di depan rumah ibuku. Aku segera bergegas keluar rumah untuk menyambut kedatangan suamiku.
"Mas" panggilku kepada mas Wawan yang tengah memarkirkan motornya. Dia menganga melihatku. Sepertinya dia merasa kagum dengan penampilanku.
"Kamu cantik sekali hari ini" ucap mas Wawan sembari menghampiriku.
"Kamu bisa aja mas" jawabku tersipu malu.
Aku segera mengulurkan tanganku untuk menyalaminya dan mengajaknya masuk.
"Ayo masuk, aku dan ibu sudah menyiapkan makanan kesukaan kamu. Mas pasti lapar kan?" Ajakku
Tanpa basa basi mas Wawan pun langsung menuruti pintaku. Kami langsung bergegas masuk ke rumah.
"Eh nak Wawan sudah sampai, ayo silahkan makan dulu. Tadi ibu sudah memasak makanan kesukaan kamu".
"Iya bu" jawab mas Wawan sambil meletakkan tas di atas kursi riang tamu.
Kamipun langsung menuju meja makan untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan. Mas Wawan terlihat sangat lahap menyantap makanan kesukaannya. Aku memperhatikan wajahnya, tak sabar ingin melihat bagaimana ekspresinya saat aku kasih tahu kabar gembira ini.
Selesai makan dan selesai mencuci piring, kumandang adzan dzuhur pun sudah terdengar. Kami segera mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat dzuhur bersama.
Setelah shalat dzuhur, kami berkumpul di ruang keluarga untuk berbincang-bincang. Dan saat ini juga aku akan memberikan kejutan kepada mas Wawan.
"Mas, aku punya sesuatu buat kamu "
"Apa itu dek ?" Jawabnya penasaran.
Ibu tersenyum melihatku. Sementara mas Wawan dan bapak terlihat kebingungan. Lantas aku segera mengambil kotak yang telah aku siapkan tadi dan memberikannya kepada mas Wawan.
"Ini Mas" aku mengulurkan tanganku dan memberikan kotak itu kepada mas Wawan.
"Apa ini ?"
"Kamu buka saja mas dan baca isinya" ucapku menambah penasaran baginya. Kemudian mas Wawan membuka kotak itu dan mengambil isinya lalu membacanya.
"Ini maksudnya apa dek ?" Tanyanya. Sepertinya dia masih kebingungan. Begitupun dengan bapak, dia hanya terdiam dengan ekspresi bingung diwajahnya.
"Lia hamil" ucap ibu dengan senyuman bahagia diwajahnya.
"A-apa bu. Lia hamil ?" Jawab mas Wawan melongo mendengar ucapan ibu. Lalu dia memandangi wajahku.
Aku menganggukkan kepalaku sembari tersenyum. Ku lihat netra mas Wawan mulai berkaca-kaca. Lalu dia langsung memeluk erat tubuhku.
"Alhamdulillah ya Allah penantian kami selama ini akan segera terwujud. Terimakasih banyak engkau telah mengabulkan do'a-do'a kami" ucapnya sambil menangis terharu.
Aku melepaskan pelukan mas Wawan dan mengusap air matanya dengan tanganku. Ini kali pertama aku melihatnya menangis. Sungguh suasana yang sangat mengharukan.
"Alhamdulillah Lia bapak bahagia sekali mendengarnya. Semoga kamu dan bayi dalam kandunganmu selalu diberikan kesehatan".
"Iya pak Alhamdulillah. Semua ini juga berkat do'a dari bapak dan ibu"
"Pokoknya kamu harus jaga kesehatan, jaga calon anak kita jangan sampai kamu kecapekkan". Ucap mas Wawan sambil mengelus perutku.
"Iya Mas"
"Kamu sudah kasih tahu keluargaku belum perihal kehamilan kamu ?" Tanya mas Wawan.
"Belum mas"
"Ya sudah kalau begitu besok kita ke rumah ibu untuk memberitahu keluargaku tentang kabaf gembira ini" ajak mas Wawan. Aku menganggukkan kepalaku tandanya setuju.
***
Keesokan harinya sekitar pukul sembilan pagi aku dan mas Wawan berangkat menuju rumah ibu. Di tengah perjalanan, kami mampir ke sebuah warung di pinggir jalan yang menjajakan buah-buahan.
Aku membeli jeruk dan apel sebagai buah tangan untuk mertuaku dan juga anggota keluarga yang lain.
Sesampainya di sana ku lihat ibu sedang duduk di depan rumah. Dia hanya duduk seorang diri sambil menikmati pisang goreng dan secangkir teh hangat.
Saat melihat kedatangan kami, dia langsung berdiri.
Mas Wawan langsung memarkirkan motornya tepat di depan rumah ibu. Aku pun langsung turun dan membuka helm yang aku pakai.
"Assalamu'alaikum" ucapku sambil menghampiri ibu mertuaku dan menyalaminya. Mas Wawan pun membuntutiku dari belakang.
"Wa'alaikumsalaam. Kalian kok gak bilang mau keseini". Jawabnya. Kami memang sengaja tidak ngasih tahu ibu kalau mau berkunjung ke rumahnya.
"Iya bu maaf ya tadi buru-buru soalnya jadi gak sempat ngabarin" jelas mas Wawan.
"Ya sudah kalau begitu silahkan masuk" ibu mempersilahkan kami masuk. Dan kamipun segera masuk ke rumah membuntuti ibu mertuaku.
"Sarah, Sinta. Sini nak ada Wawan dan Lia datang" panggil ibu kepada dua kakak kandung mas Wawan.
"Iya bu". Jawab mereka serentak dan segera menghampiri kami.
"Kalian apa kabar ?" Tanya mbak Sarah
"Alhamdulillah kabar kami baik mbak" jawabku. "Oh iya ini ada jeruk dan apel untuk kalian makan bareng-bareng disini" sambungku sambil memberikan dua kantong kresek.
"Terimakasih Lia" jawab mbak Sinta. "Tunggu sebentar ya mbakbuatkan minum dulu" sambungnya lagi sambil bergegas ke dapur.
"Bapak kemana bu ?" Tanya mas Wawan
"Bapak ada di belakang. Sinta, tolong sekalian kamu panggil bapak nak".
Tidak lama kemudian bapak mertuaku datang diikuti oleh mbak Sinta dengan membawa dua gelas teh.
"Silahkan diminum" ucap mbak Sinta sambil meletakan gelas tersebut di atas meja.
"Kalian apakabar ?" Ucap bapak
"Alhamdulillah kabar kami baik pak". Jawab mas Wawan.
"Kami juga ke sini mau memberi kabar baik juga. Kami mau memberitahu bapak, ibu dan juga semua anggota keluarga lainnya bahwa Lia tengah hamil" sambungnya.
Semua orang yang ada di sana melongo mendengar ucapannya mas Wawan. Entah mereka kaget, tidak percaya atau gimana. Bagaimana tidak, selama penantianku ini mereka telah memvonisku sebagai wanita mandul.
"Benar apa yang dikatakan Wawan kalau kamu sedang hamil ?" Tanya ibu mertuaku.
"Iya bu"
"Syukurlah kalau begitu. Kami semua senang mendengarnya" ucap mbak Sarah.
Setelah agak lama kami di rumah ibu. Kami pamit pulang. Dan sebelumnya kami menyempatkan untuk mampir ke rumah bude Yati.
"Kami pamit ya bu. Mau ke rumah bude dulu dan setelahnya mau langsung pulang" pamitku kepada ibu dan bapak mertuaku juga kakak iparku.
"Iya. Kalian hati-hati ya. Jangan kebut-kebutan bawa motornya nak, ingat Lia lagi hamil" jawab ibu.
Mas Wawan mengacungkan kedua jempolnya. Kami pun langsung bergegas menaiki motor untuk menuju rumah bude Yati. Jarak rumah bude dengan rumah mertuaku memang dekat tapi kami sengaja naik motor agar bisa langsung pulang tanpa mampir lagi ke rumah ibu mertuaku.
Rumah bude Yati terlihat sangat sepi. Aku segera turun dari motor dan bergegas menuju pintu rumah bude.
"Assalamu'alaikum" ucapku sambil mengetuk pintu.
"Wa'alaikumsalaam" jawab seseorang dibalik pintu. Lalu dia membuka pintu. Dan ternyata yang membuka pintu adalah bu Sukma mertuanya bude.
"Lia, Wawan" ucap bu Sukma dengan raut wajah yang kurang mengenakkan. Dia memang tidak menyukaiku sejak dulu pas aku tinggal di rumah bude ku.
Aku dan mas Wawan langsung menyodorkan tangan untuk bersalaman dengannya. Dia pun menerima uluran tangan kami walau dengan muka masam.
"Bude nya ada bu ?" Tanyaku
"Ada lagi di belakang. Sebentar biar saya panggilkan" jawabnya sambil berlalu meninggalkan kami dan membiarkan kami menunggu di luar tanpa menyuruhnya masuk.
"Lia, Wawan" ucap bude Yati. Kami yang sedang duduk di teras depan rumah bude langsung membalikan badan saat suara bude terdengar memanggil nama kami.
"Kalian kenapa nunggu di luar. Ayo masuk"
"Iya bude".
'Bagaimana kami mau masuk sementara tuan rumahnya saja tidak mempersilahkan kami masuk. Makannya kami menunggu di luar' gumamku.
"Silahkan duduk. Kalian tunggu dulu di sini ya, bude mau mengambilkan minum dulu"
"Tidak usah bude. Kami gak lama kok, tadi habis dari rumah ibu sekalian mampir ke sini" jawab mas Wawan.
"Iya bude tidak usah merepotkan. Kami mampir ke sini hanya mau tau kabar bude dan keluarga. Sekalian mau memberitahu kalau aku sedang hamil" sambungku.
"Waah Alhamdulillah bude senang mendengarnya. Sehat selalu ya semoga dilancarkan sampai waktunya melahirkan"
Setelah panjang lebar kami mengobrol, aku dan mas Wawan berpamitan karena waktu sudah menunjukan pukul dua siang. Takutnya kesorean dan keburu hujan karena cuaca di tempatku saat ini sedang tidak menentu.
Di tengah perjalanan, kami mampir dulu di sebuah kedai bakso untuk makan siang. Lagipula saat ini aku sedang ingin sekali makan bakso. Sepertinya aku sedang mengidam.
Setelah mas Wawan memarkirkan motornya, dia langsung memesankan dua porsi bakso untuk aku dan untuknya.
"Kamu duluan saja cari tempat duduk, biar mas yang pesankan baksonya" suruh mas Wawan.
"Iya mas"
Lalu aku mencari tempat yang kosong karena kebetulan kedau baksonya sedang ramai pengunjung. Mataku tertuju pada meja kosong yang terletak di pojokan. Dan akhirnya aku memutuskan untuk duduk di sana. Mas Wawan pun mengikutiku.
Tak berselang lama, pesanan kamipun datang. Kami langsung melahapnya karena perut sudah dari tadi keroncongan. Kami sengaja tidak makan di rumah ibu karena saat ini aku sedang ingin makan bakso.
Dari dulu aku suka sekali makan bakso. Dan oleh karenanya bakso menjadi makanan favoritku.
Setelah selesai makan mas Wawan segera membayarnya dan setelahnya kami langsung pulang.