Setelah tamat sekolah SMA, aku memilih untuk tidak melanjutkan sekolahku karena ingin membantu ibu dan bapak mengurus kebun. Lagi pula biaya kuliah itu tidak murah. Aku tidak ingin membebani kedua orang tuaku. Makannya aku lebih memilih untuk tidak melanjutkan sekolahku dan membantu mereka mengelola kebun.
Ibu dan bapakku mempunyai sebidang tanah yang lumayan luas dan ditanami berbagai macam tanaman, diantaranya ada tanaman jagung, ubi, timun, bayam dan masih banyak lagi. Hasilnya kami gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setiap hari kami pergi ke kebun untuk mengecek tanaman kami dan memanen sayuran yang sudah siap untuk dipanen.
Hari ini seperti biasa kami pergi ke kebun. Saat tengah istirahat di sebuah gubuk dan menyantap bekal yang kami bawa dari rumah, tiba-tiba gawaiku berbunyi. Aku langsung mengambil benda pipihku yang disimpan di dalam tas.
[Assalamu'alaikum, Lia apa kabar ?] Sebuah pesan masuk diaplikasi warna hijau dengan nomor yang tidak aku kenal. Karena penasaran aku pun membalas pesan tersebut.
[Wa'alaikumsalaam. Alhamdulillah kabarku baik. Maaf ini dengan siapa ya ?] Jawabku penasaran.
[Aku Mas Wawan kakaknya Dila]
[Oh iya Mas ada apa ?] Aku masih penasaran dengannya.
Entah apa tujuan dia menghubungiku. Dia hanya basa basi saja tidak mengutarakan maksudnya. Tak lama kemudian aku menyimpan kembali gawaiku ke dalam tas karena mau lanjut membantu ibu dan bapak.
***
Sebulan setelah Mas Wawan menghubungiku pada waktu itu. Dia sekarang lebih sering menghubungiku dan tanpa aku duga ternyata dia mengutarakan tujuannya selama ini.
[Lia, maaf ya kalau aku lancang, sebenarnya aku suka sama kamu dari dulu pertama kali bertemu denganmu. Aku mengagumimu. Sebenarnya kalau kita kebetulan bertemu aku selalu memperhatikanmu. Kalau kamu berkenan, aku mau hubungan kita lebih dari teman] isi pesan dari Mas Wawan.
Seketika aku kaget membaca pesan dari Mas Wawan. Masa iya dia suka sama aku. Padahal selama aku tinggal di rumah Bude, aku jarang banget ketemu sama dia hanya kalau kebetulan saja dia sedang pulang kampung.
Aku hanya membaca isi pesan dari Mas Wawan tanpa membalasnya. Aku masih tak percaya dengan apa yang diucapkannya lewat pesan tersebut.
[Lia, kenapa kamu tidak membalas pesanku. Apa kamu sudah mempunyai calon ? Maaf aku sudah mengganggumu.] Mas Wawan mengirim pesan lagi. Kali ini aku mencoba membalasnya walau masih dengan perasaan tak percaya.
[Oh maaf Mas tadi aku dipanggil ibu pas mau balas pesan kamu] jawabku berbohong. Padahal aku sengaja tak membalas pesannya karena aneh aja masa iya dia bisa suka sama aku.
[Oh ya udah gak apa-apa, soal ucapanku tadi kamu gak perlu menjawabnya sekarang. Nunggu kamu siap aja] balas Mas Wawan.
Mas Wawan memang kelihatnnya baik. Dia sangat peduli dengan keluarganya. Kata Dila setiap Mas Wawan gajihan dia pasti selalu berbagi dengan keluarganya. Tak terkecuali keponakannya. Oleh karena itu dia menjadi kebanggaan keluarganya.
***
Malam harinya sehabis shalat isya aku menghampiri bapak dan ibu yang tengah asyik menonton televisi. Maksudnya ingin memberi tahu mereka perihal Mas Wawan.
Aku duduk di samping ibu. Sambil mengambil sepotong pisang goreng dan dengan perasaan gugup aku memulai pembicaraan.
"Bu, tadi siang ada Mas Wawan kakaknya Dila mengirim pesan kepadaku. Katanya dia menyukaiku dan ingin menjalin hubungan denganku lebih dari sekedar teman" ucapku sambil mengunyah pisang goreng buatan ibuku. "Menurut ibu bagaimana ?" Sambungku.
Ibu yang saat itu sedang tiduran di atas kasur sontak kaget mendengar apa yang aku ucapkan. Kini dia membangunkan tubuhnya dan ikut duduk bersamaku, begitu juga dengan bapak.
"Yang benar saja nak ?" Tanya ibu yang kaget dengan penuturanku.
"Iya bu tapi aku belum menjawabnya karena aku sendiri juga gak percaya dengan apa yang dia katakan. Takutnya dia hanya bercanda. Lagipula Mas Wawan juga tidak memaksaku untuk menjawabnya sekarang". Jawabku
"Kamu sendiri gimana, apa kamu menyukainya juga ? Bapak dan ibu tidak akan memaksa, kalau kamu suka silahkan kamu terima tawarannya. Tapi kalau kamu tidak suka baik-baiklah kamu menolaknya jangan sampai kamu menyakiti hatinya". Bapak yang dari tadi diam kini ikut berbicara.
"Atau kalau mau dijalani dulu juga gak apa - apa. Maksudnya kamu melakukan pendekatan dulu dengan dia, kalau kamu merasa ada kecocokan barulah kamu menerima tawarannya" sambungnya lagi seraya meneguk secangkir kopi.
"Baiklah pak, bu kalau begitu aku akan mencoba menjalaninya dulu" jawabku.
Kemudian aku kembali ke kamar ku dan membuka gawaiku. Ternyata sudah ada beberapa pesan masuk di aplikasi warna hijau. Salah satunya dari Mas Wawan.
[Lia, besok aku akan berkunjung ke rumahmu untuk menemui orang tuamu. Ada beberapa hal yang mau aku bicarakan dengan mereka]. Salah satu isi pesan dari Mas Wawan. Aku pun membalasnya dengan mengiyakan.
Kebetulan besok adalah hari minggu. Mas Wawan libur bekerja. Jadi dia ingin menyempatkan menemui kedua orang tuaku.
'Besok pagi sajalah aku kasih tahu bapak dan ibu kalau Mas Wawan mau kesini. Lagian aku takut dia hanya main-main saja' gumamku.
Setelahnya aku kembali meletakan benda pipih itu di meja dekat tempat tidur. Kemudian aku membaringkan tubuhku di atas kasur dan tidur.
Keesokan harinya sekitar jam sembilan pagi terdengar ada suara motor berhenti persis di depan rumahku. Lalu aku mengintipnya di balik jendela untuk melihat siapa yang datang. Seketika aku dikejutkan dengan kedatangan seseorang. Dia adalah Mas Wawan.
'Ternyata dia memang beneran datang' gumamku.
Sebelumnya sudah aku sharelok alamat dimana aku tinggal. Dia datang seorang diri dengan mengendarai kuda besi miliknya.
Aku langsung bergegas memanggil ibu dan memberitahunya bahwa Mas Wawan sudah ada di depan rumah.
Tok...tok...tok...
"Assalamu'alaikum" suara seseorang dibalik pintu.
"Wa'alikumsalaam" jawab ibuku seraya bergegas membukakan pintu dan menyambut tamu yang datang. Bapak pun membuntutinya dari belakang. Sementara aku hanya diam di ruang tivi sembari memainkan gawaiku.
"Eh nak Wawan. Mari silahkan masuk" ucap ibuku sambil mempersilahkan Mas Wawan masuk. Lalu Mas Wawan pun bersalaman kepada ibu dan bapakku kemudian masuk ke rumah kami dan duduk di ruang tamu.
Bapak dan ibu memang sudah pernah bertemu dengan Mas Wawan sebelumnya saat berkunjung ke rumah Bude Yati.
Lalu ibu menghampiriku dan menyuruhku menemui Mas Wawan. Kemudian ibu pergi ke dapur mengambil air minum dan cemilan untuk menyuguhi Mas Wawan.
Aku pun pergi ke ruang tamu untuk menemui Mas Wawan. Tak lama kemudian disusul ibu dengan membawa empat gelas air minum dan menyimpannya di atas meja.
"Maaf pak, bu mengganggu waktunya. Maksud kedatangan saya ke sini, kalau bapak dan ibu mengizinkan saya ingin meminang Lia untuk menjadi istri saya". Ucap Mas Wawan membuka percakapan dengan langsung mengutarakan maksudnya.
"Alhamdulillah terimakasih Nak Wawan atas pinangannya. Bapak memang menginginkan Lia untuk segera menikah. Tapi bapak tidak bisa memutuskan sebelah pihak. Bapak serahkan saja jawabannya kepada Lia" jawab bapak seraya menatap ke arahku. Ibu pun menganggukkan kepalanya tandanya setuju dengan ucapan bapak.
"Bagaimana Lia ?" Tanya Mas Wawan penuh harap.
"Emmmmh. Maaf Mas aku belum bisa menjawabnya sekarang. Bagaimana kalau kita berteman saja dulu. Kalau ada kecocokan nanti kita pikirkan untuk langkah selanjutnya" jawabku dengan perasaan berdebar dan hati - hati karena takut membuat Mas Wawan tersinggung.
Sebenarnya dalam hati kecilku, aku juga menyukainya. Selain tampan, dia juga baik. Tapi aku tidak bisa terburu- buru mengambil keputusan. Aku ingin terlebih dahulu mengenalnya lebih jauh lagi.
Mas Wawan pun menganggukan kepala. Dia tidak keberatan dengan jawabanku. Lagi pula menurutku keputusan Mas Wawan untuk menikahiku itu terlalu cepat. Terlebih kami hanya baru bertemu beberapa kali saat dulu aku masih sekolah dan kalau aku ke rumah Dila itu pun belum pernah ngobrol.
Setelah lama kami berbincang kesana kemari tak tentu arah, hingga tak terasa gema adzan dzuhur pun sudah berkumandang di mesjid. Mas Wawan pun akhirnya berpamitan untuk pulang.
***
Sebulan setelah Mas Wawan menemui orang tuaku. Kami pun sudah melakukan pendekatan. Aku merasa ada kecocokan diantara kami berdua.
Hari ini rencananya Mas Wawan mau mengajakku untuk menemui kedua orang tuanya. Aku senang sekali, bukan hanya karena aku mau menemui kedua orang tua Mas Wawan tapi aku juga akan bertemu dengan Dila sahabatku yang sudah sangat aku rindukan.
Sejak perpisahan sekolah, kami jarang melakukan komunikasi karena disibukkan dengan urusan masing-masing. Oleh karena itu aku sangat senang sekali hari ini akan berkunjung ke rumahnya.
[Lia, nanti jam sembilan pagi aku jemput ya] isi pesan dari Mas Wawan.
[Iya Mas]. Jawabku
Aku langsung pergi mandi untuk bersiap-siap sebelum Mas Wawan datang menjemputku. Aku mengenakan celana jeans warna navy dan kaos oblong putih dengan dipadukan cardigan warna navy dan kerudung yang senada. Tanpa sedikitpun polesan bedak diwajahku karena aku tipe perempuan yang tak suka dandan. Hanya sedikit lipstik warna nude saja untuk menghiasi bibirku biar tidak kelihatan pucat.
Tak lama kemudian Mas Wawan pun datang. Dia langsung menemui ibu dan bapakku yang kebetulan sedang berada di terlas rumah menikmati kopi dan pisang goreng.
Rumah ibuku memang terpisah dan berjarak jauh dengan tetangga sehingga kami jarang beradaptasi dengan tetangga di desa tempat kami tinggal.
"Eh Nak Wawan sudah datang. Ayo silahkan duduk. Sebentar ya ibu ambilkan minum dulu sambil memanggil Lia". Ucap ibu seraya meninggalkannya.
Mas Wawan pun duduk di terlas bersama bapak dan mengobrol dengannya.
"Nak, itu Nak Wawan sudah datang. Dia sedang duduk di depan rumah bersama bapak. Ayo kamu buruan temui dia" ajak ibuku seraya membawa nampan berisi segelas air dan aku pun membuntuti dibelakangnya.
"Silahkan diminum nak" ucap ibu kepada Mas Wawan sambil menyodorkan segelas air. Aku langsung duduk di kursi samping bapak yang kebetulan berhadapan dengan Mas Wawan.
Lalu aku memberikan senyuman kepada Mas Wawan. Tapi dia tidak membalas senyumku. Dia hanya diam terpaku melihatku.
"Silahkan minum dulu Nak". Ucap bapa membuyarkan pandangan Mas Wawan.
"Oh iya pak" jawab Mas Wawan dengan senyum malu. Lalu kemudian mengambil gelas yang berisi air itu dan meminumnya.
"Ya sudah pak saya pamit dulu dan izin membawa Lia untuk menemui kedua orang tua saya pak" ucap Mas Wawan seraya berpamitan kepada orang tua ku.
"Iya nak, kalian hati-hati dijalan ya. Sampaikan salam dari bapak dan ibu kepada keluargamu" jawab bapak.
Mas Wawan pun menganggukkan kepala dan mengangkat kedua jempolnya seraya menaikki kuda besinya dan disusul olehku. Lalu Mas Wawan mulai menarik tuas gas dan melajukan motornya.