Bertemu Sahabat Lama

1281 Kata
"Kamu cantik banget hari ini" ucap Mas Wawan menggodaku seraya melirik ke arah spion motor. "Kamu bisa aja Mas" jawabku malu. "Beneran hari ini kamu lebih cantik dari biasanya. Aku suka dengan penampilan kamu yang sederhana tapi kelihatan elegan" sambungnya lagi. Aku hanya tersenyum tak menjawab ucapannya. Setibanya di rumah Mas Wawan aku disambut Dila dengan sumringah. Liaaa... Teriak Dila sambil berlari ke arahku dan memeluk tubuhku. Dila memang sudah mengetahui akan kedatangannku hari ini. Dia juga sudah tahu perihal hubunganku dengan Mas Wawan. Aku pun menyambut hangat pelukan darinya. Sementara Mas Wawan tak diliriknya sama sekali. "Lia apa kabar ? Lama tidak bertemu, aku kangen banget sama kamu. Semenjak kamu pindah lagi ke rumah ibumu, aku jadi tidak ada teman lagi." ucap Dila dengan sudut mata yang berembun. Sama sepertiku Dila juga tidak melanjutkan sekolahnya. Dia hanya berdiam diri di rumah menemani ibunya kadang-kadang Dila juga membantu bapaknya di kebun. "Kabarku baik Dil. Maaf ya aku baru sempat main lagi ke sini karena aku sibuk membantu kedua orang tuaku mengurus kebun". Jelasku "Aduuuh yang lagi kangen-kangenan sampai kakaknya sendiri tak dihiraukan". Sindir Mas Wawan dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat. Kami berdua hanya tertawa mendengar ucapannya. "Apaan sih kak iri aja lihat orang senang" jawab Dila "Ya sudah kalau begitu puas - puasin aja kangen - kangenannya gak usah hiraukan kakak" Mas Wawan merajuk seraya meninggalkan kami yang masih asyik ngobrol di depan rumah. "Dil, kok malah ngobrol di luar. Ayo Lianya disuruh masuk" tiba-tiba ibu datang. Aku langsung mencium tangannya. "Iya bu" jawab Dila. Kamipun masuk ke dalam rumah. Ternyata disana sudah ada keluarganya Mas Wawan yang sedang berkumpul dan bercengkrama. "Mari silahkan masuk Lia" Ajak Mbak Sarah. "Iya ayo sini gabung bersama kami" sambung Mbak Sinta. Lalu aku dan Dila pun ikut bergabung bersama mereka. Sementara Mas Wawan hanya terdiam dengan memasang wajah cemberut. Mungkin dia masih kesal karena tadi dicuekin oleh aku dan juga Dila. "Bagaimana dengan hubungan kalian ? Apa kamu sudah siap untuk menikahi Lia ?" Tanya pak Yanto kepada Mas Wawan. "Sejauh ini sih baik-baik saja pak. Alhamdulillah kami sudah saling mengenal satu sama lain. Kalau masalah menikah aku butuh waktu sekitar satu tahun untuk mempersiapkan semuanya dengan matang". Jawab Mas Wawan. "Bagaimana dengan kamu Lia apakah kamu tidak keberatan kalau kamu harus menunggu satu tahun untuk dinikahi Wawan ?" Kali ini bapak bertanya kepadaku. "Tidak apa-apa pak. Aku ngikutin apa kata Mas Wawan dan keluarga saja" jawabku. Tidak apa-apa aku mengalah, walaupun sebenarnya dalam hati kecil ini ingin segera melangsungkan pernikahan. Nunggu waktu satu tahun itu lumayan lama. Tapi tidak apa-apa lah aku tidak berhak menentukan semuanya. Lagi pula kalau aku mengatakan keberatan takutnya membebani keluarga Mas Wawan. "Ya sudah syukurlah kalau kamu tidak keberatan, jadi kami ada waktu untuk mempersiapkan semuanya" sambung Pak Yanto. Aku menganggukkan kepalaku tandanya setuju dengan ucapan Pak Yanto. Setelah membicarakan masalah inti, aku dan Dila pamit keluar untuk mengobrol berdua. "Mas aku pinjam Lia nya sebentar ya mau ngobrol berdua di depan. Mau kangen-kangenan lagi" ucap Dila kepada Mas Wawan sambil tertawa. Mas Wawan hanya menganggukan kepalanya saja. Sepertinya dia masih kesal karna dicuekin. Lalu kamipun beranjak dari ruang tamu menuju terlas rumah. "Kamu tau gak sih aku tuh kangen banget sama kamu. Aku juga senang banget ternyata sahabat aku bakal jadi kakak ipar aku. Aku benar-benar gak nyangka" ucap Dila dengan memegang tanganku. "Ternyata selama ini diam-diam Mas Wawan ngincer kamu Lia" sambungnya lagi "Iya Dil gak nyangka banget ya. Semoga hubungan kita tetap seperti ini ya walaupun nantinya aku bakal jadi kakak ipar kamu" jawabku dengan senyum tersipu malu. Kami ngobrol berdua di depan rumah melepas rasa kangen setelah sekian lama tidak bertemu. Sampai tidak sadar kumandang adzan dzuhur pun telah bergema di mesjid. Kami pun bergegas untuk melaksanakan shalat dzuhur bersama dan setelahnya kami makan siang bersama. Setelah shalat dzuhur dan makan siang, aku pamit pulang. Dan sebelum pulang aku menyempatkan untuk mampir ke rumah Bude Yati dengan diantar Mas Wawan. *** Sesampainya di rumah bude seperti biasa aku disambut dengan tatapan sinis oleh Bu Sukma. Tapi untuk kali ini aku tidak menghiraukannya. Aku langsung menghampiri Bude yang sedang bermain bersama Rena di ruang tamu. "Bude, Rena". Panggilku. Mereka terlihat kaget ketika melihatku. "Lia, Wawan. Kok gak bilang-bilang mau ke sini ?" Tanya Bude. "Mbak Lia aku kangen" ucap Rena sambil memelukku. Akupun membalas pelukannya. "Tadi habis dari rumahnya Mas Wawan Bude sekalian saja aku mampir ke sini. Pakde Yayan dan Wili kemana ?" jawabku. "Oh begitu. Mereka sedang pergi ke kebun" jawab Budeku. "Kalau tahu begini dulu kamu nikah aja gak usah lanjutin sekolah toh ujung-ujungnya nikah juga" ucap Bu Sukma dengan mulut nyinyirnya yang tiba-tiba muncul dari ruang tivi. Aku tak menghiraukan ucapannya. Aku mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Rena bermain. Lagi pula tidak ada gunanya menjawab ucapan Bu Sukma itu yang ada nanti malah berdebat. "Rena sedang main apa ? Mbak temenin ya, kita kan sudah lama tidak main bareng" ucapku mengalihkan pembicaraan. "Dasar anak gak tau diri diajak ngobrol sama orang tua malah gak dijawab" Bu Sukma kembali berbicara dengan wajah kesal dan akhirnya meninggalkan kami. Kami yang tengah berada di ruang tamu hanya tertawa melihat tingkah Bu Sukma. "Gak usah didengerin ya Li ucapan ibu barusan" ucap Bude. "Maaf ya Nak Wawan ibu mertuaku memang seperti itu orangnya. Harap dimaklumi saja mungkin karena dia sudah tua jadi tingkah lakunya kembali seperti anak kecil" sambungnya dengan menatap ke arah Mas Wawan. "Iya tidak apa-apa kok Bude, aku sudah kebal dengan ucapannya Bu Sukma". Jawabku. Sementara Mas Wawan hanya diam dan mengangguk-nganggukkan kepala. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam dua siang. Aku pamit untuk pulang kepada Bude. "Bude aku pamit pulang dulu ya udah mau sore takut keburu hujan". Pamitku. "Gak nginep disini aja Li ?" Jawab Bude Yati. "Enggak Bude aku pulang saja. Kasihan bapak dan ibu di rumah tidak ada yang nemenin. Lagi pula besok aku harus membantu mereka di kebun. Nanti kapan-kapan aku main lagi ke sini" "Oh ya sudah kalau begitu kalian hati-hati di jalan ya" jawab bude. "Nak Wawan, Bude nitip Lia ya tolong jagain dia baik-baik" sambungnya "Baik Bude" jawab Mas Wawan singkat seraya menganggukkan kepalanya. Kamipun langsung berangkat lagi menuju rumah ibu. *** Sesampainya di rumah ibu. Mas Wawan langsung pamit pulang tidak mampir terlebih dahulu karena waktu sudah sore. Jalanan menuju rumahku memang agak sepi dan melewati jalan yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar. Makanya Mas Wawan memutuskan untuk langsung pulang karena kalau lewat magrib jalanan itu sangat gelap. Belum ada penerangan yang menerangi jalanan menuju desa kami. Malam harinya aku berkumpul bersama bapak dan ibu di ruang televisi. Aku menceritakan perihal pernikahanku yang harus menunggu waktu satu tahun lagi. "Ya sudah tidak apa-apa nak, kita nunggu siapnya dari keluarga Mas Wawan saja" ucap bapak sambil mengelus punggungku. "Iya pak" jawabku singkat. Lalu aku beranjak dari tempat dudukku dan pergi ke kamar. Aku membaringkan tubuhku seraya memainkan gawaiku dan melihat story di aplikasi hijau. Pandanganku tertuju pada salah satu story milik Dila. Dia mengupload foto bersama seorang laki-laki yang aku kira usianya seumuran dengan Mas Wawan. Dila tidak menuliskan caption apapun dipostingannya. Dia hanya menambahkan emoticon bentuk hati. [Cieee siapa tuh kok punya pacar gak bilang-bilang sama aku]. Aku membalas postingan Dila. [Hehe...iya Li dia Mas Arman calon suami aku. Maaf ya aku lupa ngasih tahu kamu. Tadinya tadi siang dia mau datang juga ke rumahku tapi kebetulan dia ada kerjaan mendadak jadi gak jadi datang] . Balas Dila [Oh begitu. Ya sudah aku do'akan semoga hubungan kalian langgeng ya] [Aamiin. Makasih ya calon kakak ipar] balas Dila dengan menggodaku. Lalu aku meletakan kembali benda pipihku itu di atas tempat tidur dan aku pun mulai memejamkan mata hingga tidak sadar sudah masuk ke alam mimpi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN