Lamunan Bumi terus berkelana, mengingat semua masalah dan kesedihan setelah ia ditinggal sang mama. Ketika ia membutuhkan sandaran, Pak Bayu malah tengah asyik bermesraan dengan kekasihnya simpanannya.
Hingga Bumi muak, dan ingin memberikan pelajaran pada Monica wanita yang menjadi selingkuhan papanya selama ini. Ia pun mengikuti laju kendaraan yang di kendarai Pak Bayu yang saat itu bersama Monica di dalamnya.
Entah apa yang ada dalam pikiran Pak Bayu, setelah istrinya meninggal ia sama sekali tidak pernah menunjukkan kesedihan dalam wajahnya. Dengan meninggalnya sang istri membuat ia lebih leluasa bersama wanita yang mulai mengisi hatinya.
Malam itu, dimana Bumi baru saja naik kelas dengan mendapatkan nilai sempurna seperti biasa. Ia ingin menunjukkan nilai itu pada sang papa, tetapi orang yang paling ingin ia bagi rasa bahagia malah ingin pergi ke hotel dan bermesraan atau mungkin menghabiskan malam panas dengan Monica.
Bumi terus mengikuti mobil Pak Bayu, dengan mengendarai motor sportnya. Tepat di tikungan, ia di kejutkan adegan tabrak lari yang dilakukan Pak Bayu, pada pengendara motor.
Terlihat tabrakan itu begitu cukup keras, hingga membuat sepasang suami istri itu terjatuh di jalan. Dengan luka yang cukup parah di kepala, hingga darah segar mengalir cukup banyak walau baru beberapa menit saja kejadian kecelakaan itu terjadi.
Bumi langsung turun dari atas motor, seraya melihat mobil sang papa sudah melaju cukup jauh.
Bumi sedikit kesulitan membantu kedua korban mengingat jalan yang ia lewati sekarang cukup sepi dari lalu lalang orang lewat. Bahkan kendaraan juga tidak terlihat, mengingat saat ini sudah jam setengah dua belas malam.
"Bertahanlah, Pak. Saya sedang menghubungi orang kepercayaan saya," ucap Bumi, seraya mengangkat kepala seorang pria dalam pangkuannya.
"To--tolong lihat istri saya," tanpa menjawab sang pria malah meminta tolong Bumi melihat keadaan sang istri yang sedikit jauh dari keduannya.
Tanpa menjawab Bumi pun melakukan apa yang pria dewasa itu katakan, sebelum itu ia dengan pelan meletakkan kepala sang pria di atas aspal.
Bumi melihat keadaan wanita dewasa itu, dengan mengecek denyut nadi di tangan terlebih dahulu. Namun, ia terkejut ketika tangan yang ia periksa sama sekali tidak berdenyut jantungnya. Untuk memastikan keadaan wanita itu, ia sedikit merendahkan badan lalu menaruh telinga di d**a sang korban.
Deg!
Benar saja wanita yang di tabrak Pak Bayu telah meninggal.
'Tidak! Anda tidak boleh meninggal, Nyonya. Ayo bangun, saya tidak mau Papa saya masuk penjara,' gumam Bumi lirih, seraya menggoyah badan wanita yang penuh luka di kepala itu.
Setelah tidak mendapatkan respons dari korban, Bumi menghampiri kembali sang pria dengan luka parah di kepalanya.
"Istri Anda telah tiada, Pak," ucap Bumi dengan nada bergetar, saat ia ingin meletakkan kepala pria itu di pangkuannya.
"Ti--tidak! Tari tidak boleh pergi, kalau dia pergi bagaimana dengan Kiara."
"Uhuk ... Saya sudah tidak kuat, Nak. Tolong saya, sebelum saya pergi. Tolong berjanjilah untuk menjaga putri saya, Kiara. Selain kami dia sudah tidak punya siapa-siapa, setelah kami pergi dia akan sendirian. Jaga dia, saya titipkan putriku padamu, Nak," ucap pria dewasa itu dengan suara terbata dan mulai lirih.
"Tapi bagaimana saya bisa tahu putri, Anda?" tanya Bumi binggung.
"Dia kelas satu SMA Nusa Bangsa, dia gadis yang baik dan polos."
"Baiklah ...saya berjanji akan menjaga putri, Anda. Tapi sebelum itu Anda harus berusaha kuat, agar bisa cepat pulih."
"Saya tidak kuat---"
"Anda harus kuat, demi putri Anda sendiri. Jadi berusahalah, karena sedikit lagi Roy akan datang," panik Bumi, ketika melihat sang korban sesekali menutup mata.
'Roy! Cepat datang, aku tidak mau terjadi hal buruk pada pria ini,' batinnya risau.
Tin! Tin!
Suara mobil yang tidak lain adalah mobil yang di bawa Roy, orang kepercayaan Bumi dan mobil ambulance.
"Cepat angkat korban, dan berikan pertolongan karena Bapak ini terluka parah," ucap Bumi pada dua orang perawat dan satu dokter.
Dokter dan perawat mulai mengangkat kedua korban, lalu memasukkan ke dalam ambulance.
Bumi tidak ikut masuk ke dalam mobil ambulance, karena ia ingin mengikuti ambulance itu dengan mengendarai motornya sendiri.
'Aku harus mencari cara melindungi Papa agar tidak masuk penjara, apa pun caranya!' gumam Bumi.
"Roy! Urus semua kekacauan ini, jangan sampai polisi mengendus jika Papa yang menabrak kedua korban tadi," perintah Bumi tegas.
"Baik, Bos."
"Sisanya biar aku yang mengurus. Oh, ambilkan tas itu," tunjuk Bumi ke arah aspal.
Roy dengan patuh mengambil tas, lalu di serahkan pada sang tuan. Bumi menerima tas itu, tepat ia mendengar suara bunyi ponsel sedang berdering.
Drrrttt
?Putriku Sayang
Tanpa membuang waktu, Bumi mengangkat panggilan telepon itu.
"Hallo, Bun. Kenapa lama sekali mengangkat telepon Kiara, Bunda sama Ayah tidak apa-apa 'kan. Soalnya perasaan Kiara sedari tadi tidak enak, Kiara takut Bunda sama Ayah kenapa-napa?" tanya beruntun dari seseorang di ujung telepon.
Deg!
'Suara yang merdu, apakah suara tadi suara peri, meski terdengar rasa khawatir begitu nyata di nada suaranya,' batin Bumi.
Sesaat Bumi terpaku dengan nada suara merdu dari nama seorang Kiara.
"Bunda! Kenapa tidak di menjawab pertanyaan Kiara? Bunda tidak apa 'kan?" panggil Kiara dengan suara sedikit keras, hingga menyadarkan Bumi yang tengah mengagumi suara merdu itu.
"Ehem ... ini saya dari rumah sakit mengabarkan kalau orang tua Anda, tengah mengalami kecelakaan. Sekarang cepat datang ke rumah sakit, dan sebentar lagi saya akan share lokasinya," ucap Bumi berbohong.
"Apa! Kecelakaan? Lalu bagaimana keadaan orang tua saya?" tanya Kiara dengan nada panik sekaligus khawatir.
Tut.
Entah mengapa mendengar nada panik dari seseorang bernama Kiara itu, membuat hati Bumi ikut merasa sakit. Ia tidak bisa membayangkan jika Kiara melihat bundanya tiada.
Huftt!
"Roy! Berikan tas ini pada putri korban tadi, dan urus semua p********n dan pemakaman korban yang meninggal tadi. Aku berharap Bapak tadi bisa bertahan, agar aku tidak banyak merasakan bersalah," Bumi menyuruh Roy, dengan nada lesu.
"Baik, Bos. Saya akan mengerjakan dengan baik."
"Bagus! Kamu langsung saja ke rumah sakit, aku akan memantau dari jauh," titah Bumi tegas setelah itu ia menyalakan motor sport mewahnya.
Brum!
Bunyi suara motor Bumi mulai menjauh, dan Roy juga sudah menghubungi beberapa teman untuk membersihkan area kecelakaan tadi. Lalu pergi ke rumah sakit untuk melaksanakan perintah bosnya.
****
"Hiks ... hiks ... hiks."
"Bunda! Ayah! Kenapa pergi begitu cepat, sekarang Kiara tidak punya siapa-siapa lagi. Kiara sendirian, hiks. Kiara harus apa, Bunda, Ayah." ucap Kiara di sela tangisan pilunya, seraya menyentuh nisan bundanya.
Saat Kiara tengah dirundung kesedihan mendalam, karena kehilangan kedua orang tuanya. Di tempat yang sama, tepatnya di balik pohon.
Terlihat seorang pria dengan pakaian hitam dan kaca mata hitamnya, tengah memperhatikan sedari tadi. Bahkan pandangannya tidak pernah lepas dari gadis yang tengah terduduk di tengah-tengah makam kedua orang tuanya.
Pria itu juga merasakan sakit sama seperti yang di rasakan Kiara saat ini, dan semua itu karena Pak Bayu.
'Semua karena, Papa! Hingga Gadis itu kehilangan kedua orang yang paling dia sayangi. Seperti yang Papa lakukan pada, Mama. Aku membencimu, sangat benci padamu, Pa!' batin Bumi dengan geram.
Pria yang tidak lain adalah Bumi, ia sengaja tidak menampakkan diri karena ia tidak mau terlalu cepat bertemu atau berkenalan dengan Kiara. Ia mempunyai cara tersendiri untuk menjaga gadis itu meskipun dari jauh, ia juga sudah menyusun semua skenario dalam hidup Kiara atas kendalinya.
Karena Bumi tahu, gadis yang selalu di panggil cupu itu tidak akan bisa melakukan apa pun sendiri. Termasuk menghidupi dirinya mau pun kebutuhan yang lain.
Flashback off
Setelah puas melamun, ia ingin membersihkan diri lalu bersiap tidur. Sesaat ia melirik meja kerjanya dan melihat setumpuk dokumen, tapi ia terlalu malas untuk memeriksa semua dokumen penting kantornya itu.
Sebelum ke kamar mandi Bumi mengambil ponselnya, lalu menghubungi Roy.
Drrrttt
?Roy
"Selamat malam, Bos. Ada yang bisa saya kerjakan?" tanya Roy yang mengerti akan tabiat Bosnya, karena setiap menelepon pasti ada hal penting yang harus ia kerjakan.
"Pesankan motor baru, dan dua helm satu untukku dan satu untuk Gadisku. Carikan warna yang cocok untuknya, besok pagi harus sudah ada di garasi. Satu lagi, pesankan bunga mawar merah rangkai dengan rapi dan indah," perintah Bumi datar seperti biasa.
"Baik, Bos."
Tut.
Setelah mematikan ponsel, lalu menaruh di atas nakas. Ia pun beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri, ia berharap mulai besok harinya akan berubah berwarna dengan adanya Kiara.
Bersembung