Blam!
Terdengar suara pintu di tutup dengan kasar, dan pelakunya tidak lain adalah Kiara sendiri.
Ia masih terlihat gugup dengan perasaannya, bahkan tangan kanannya masih bertengger di atas d**a kirinya. Ia dapat merasakan degup jantung yang bertalu mengingat ciuman yang di berikan Bumi tadi.
Sambil memandang foto kedua orang tuanya, Kiara mengadu dengan perasaan yang tengah ia rasakan saat ini.
"Ayah! Bunda! Hati Kiara berdebar terus karena ulah, Kak Bima. Apa yang terjadi dengan Kiara saat ini, Bunda?"
"Kiara merasa ada kupu-kupu, rasanya geli dan juga gugup. Semua jadi satu, perasaan senang, takut dan juga khawatir berada dalam sini, Bunda."
"Apa Kiara mulai merasakan nama jatuh cinta pada, Kak Bumi. Seperti saat Bunda jatuh cinta sama, Ayah?"
"Jika iya, semoga rasa ini tidak pernah salah. Tapi Kiara takut Bunda, jika Kak Bumi hanya main-main dengan perasaan Kiara. Mengingat Kiara hanya gadis biasa, sedangkan di luaran sana masih banyak gadis yang lebih cantik dan juga sexy bahkan kaya pokoknya lebih dari Kiara."
"Kiara takut, di saat perasaan di dalam sini mulai tumbuh. Namun, di patahkan karena Kak Bumi hanya mempermainkan perasaan Kiara," Kiara mengadu sambil memandang foto kedua orang tuanya, dengan pandangan sendu.
Setelah mengeluarkan apa yang tengah ia rasakan, ia mulai beranjak ke dalam kamarnya.
Berhubung hari ini Kiara tidak bekerja, dan mengingat malam mulai larut. Ia pun mulai membersihkan diri, lalu berganti baju tidur setelah itu ia mulai merebahkan diri bersiao tidur di tempat tidur sempitnya.
Kiara yang hidup sebatang kara setelah di tinggal oleh kedua orang tuanya dalam kecelakaan lalu lintas. Kini ia harus bisa hidup mandiri, untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Selain ia harus sekolah, ia juga harus bekerja.
Bersyukur karena Kiara bisa bertemu dengan orang baik, yang mau memberikan pekerjaan di sore hari. Mengingat di pagi hari ia harus sekolah, jadi ia meminta pekerjaan pada sang pemilik warung makan untuk bekerja di sore hari.
***
Di saat Kiara tengah bersiap untuk tidur, Bumi tengah membelokkan mobil mewahnya memasuki kawasan sepi dan terlihat rumah bertingkat dua tidak lain adalah rumah Bumi.
Rumah yang jarang di tempati Bumi, maupun keluarganya. Ia datang jika ada sesuatu hal, seperti malam ini.
Setelah memarkirkan mobil di garasi, Bumi keluar dengan pandangan datar. Lalu ia mengedarkan pandangannya melihat ke sekeliling rumah mewah tak berpenghuni itu, pandangannya jatuh pada mobil berwarna hitam tengah terparkir rapi di sebelah mobilnya.
Sesaat Bumi sedikit tersenyum, mengingat pesannya tadi di laksanakan oleh orang kepercayaannya.
Bumi mulai melangkah menuju pintu utama, lalu membuka pintu sedikit kasar. Pandangan pertama saat ia melihat ke arah depan, terlihat Rudi tengah terikat dengan mulut tertutup lakban.
Bumi berjalan menghampiri Rudi, terlihat Rudi berusaha melepaskan ikatan di tangannya tapi tidak bisa.
"Kerja bagus, Roy! Kamu sudah membuat wajah, sok, tampannya hancur seperti sekarang," puji Bumi, pada salah satu tangan kanannya.
"Terima kasih, Bos. Sesuai perintah Bos tadi, jadi saya melakukannya," jawab Roy sedikit membungkuk.
Saat ini Bumi mungkin masih remaja di hadapan guru dan teman-temannya, tapi dalam keluarga Mahendra. Bumi adalah sang penerus dan pewaris kekayaan dari keluarga Mahendra.
Jika di usia teman-temannya, banyak di menghabiskan untuk bermain dan bersenang-senang. Seperti nongkrong, ke diskotik atau pun jalan-jalan ke mall.
Tidak untuk Bumi, setelah pulang sekolah ia harus mengerjakan laporan dalam dokumen-dokumen yang ia terima dari sekertarisnya. Dengan usianya yang masih belia, ia mampu mendirikan sebuah perusahaan atas namanya sendiri.
Jadi tidak heran jika Bumi mempunyai sifat yang tidak kalah jauh, dari sang papanya Bayu Mahendra. Selain sifatnya yang tenang, kadang ramah tapi tidak banyak yang tahu jika itu hanya topeng semata.
"Hai, Rudi! Apa kamu senang dengan undanganku?" ucap Bumi dengan senyum devilnya, sambil menelisik seluruh wajah Rudi yang terlihat memar hampir seluruh wajahnya. Bahkan bekas noda darah, masih menempel di sudut bibirnya.
"Owh, maaf. Orangku membuatmu terluka, apa ini sangat sakit?!" tanya Bumi, seraya mencengkeram pipi Rudi dengan kasar.
"Akh, sakit Bumi! Lepaskan tanganmu dari pipiku, dan kenapa kamu melakukan semua ini padaku, hah?!"
''Aku salah apa padamu, Bumi? Bukannya selama ini aku tidak pernah berurusan, atau pun berbuat salah padamu. Lalu kenapa kamu menculikku?" tanya Rudi bertubi, seraya menahan sakit di pipinya.
"Hahaa, kamu memang sama sekali tidak berbuat salah. Tapi, karena kedekatanmu dengan Kiara menurutku itu salah, dan aku tidak suka melihatnya," sarkas Bumi, sambil melepaskan cengkramannya.
"Aku dekat dengan Kiara, karena Kiara adalah sahabatku. Jadi di mana letak kesalahannya, aku sama sekali tidak mengerti maksudmu?"
"Cih, kamu bilang hanya sahabat! Lalu apa menurutmu seorang sahabat itu sering merangkul, atau menggenggam tangan sahabatnya. Bahkan tidak kenal tempat. Jangan munafik kamu, Rudi! Aku tahu kamu mempunyai niat buruk pada Kiara, dan aku tidak akan membiarkan niat kamu itu berjalan lancar!"
"A--apa maksudmu tentang aku punya niat buruk pada sahabatku, Kiara?" gugup Rudi.
'Sial! Apa Bumi tau niatku. Kalau selama ini aku menjalin persahabatan dengan Kiara hanya pura-pura saja, karena aku dan teman-temanku sedang taruhan."
"Jika aku bisa menjalin hubungan dengan gadis cupu itu, maka aku akan mendapatkan hadiah ponsel keluaran terbaru. Sayangnya rencanaku hancur karena ulah, Bumi!" batin Rudi kesal.
"Kenapa kamu diam?! Apa kamu sedang berpikir kenapa aku bisa tau, tentang semua rencana busukmu. Ingin menjadikan Kiara taruhan, dengan teman-teman berengsekmu itu, hah!" geram Bumi, seraya menjambak rambut Rudi.
"Selama ini aku selalu mengawasimu, ah tidak, seluruh cowok di sekitaran Kiara aku selalu mengawasi. Jadi itu bukan hal yang sulit, jika aku tau semua kebusukanmu."
"Jangan pernah mendekati Kiara lagi, jika kamu masih sayang dengan nyawamu," ancam Bumi, masih dengan senyum devilnya.
"Kenapa kamu begitu possessive pada Kiara, setahuku dia bukan kekasihmu atau pun sahabatmu?" tanya Rudi dengan nada heran.
"Karena aku menyukai Kiara, dia berbeda dengan gadis yang sering kutemui selama ini. Dia begitu polos dan murni, bahkan sebelum kedua orang tua Kiara meninggal. Mereka telah menitipkan amanah padaku, kalau aku harus melindunginya."
"Jika selama ini aku selalu mengawasi Kiara dari jauh, sekarang tidak lagi."
"Selama aku mengamati Kiara, banyak sekali orang yang tidak suka dengannya. Bahkan berniat jahat mencelakai atau mempermainkannya, seperti rencana busukmu itu!"
"Kenapa kamu mesti melindungi gadis cupu itu? Bukankah ada banyak gadis cantik di sekolah kita, setahuku saat ini kamu sedang dekat dengan Jessica. Akan terlihat aneh jika kamu menjalin hubungan dengan gadis cupu itu," ejek Rudi.
Plakk!
"Tutup mulutmu itu, Berengsek! Jangan pernah merendahkan Gadisku, aku tidak peduli dengan omongan orang saat aku menjalin hubungan dengan Kiara. Pedulikan nasibmu saat ini, akan sekolah dimana? Karena aku telah menyuruh kepala sekolah mengeluarkanmu dari sekolah," desis Bumi dengan serigainya.
"Apa! Aku di keluarin dari sekolah, tidak-tidak, jangan lakukan itu padaku, Bumi. Aku mohon."
"Aku minta maaf. Aku janji tidak lagi menghina Kiara atau pun mendekati Kiara lagi. Tapi jangan keluarin aku dari sekolah," putus asa Rudi seraya terus memohon agar tidak di keluarkan dari sekolahnya.
"Baiklah, akan kuhubungi kepala sekolah untuk tidak mengeluarkanmu dari sekolah. Asal kamu pindah kelas. Satu lagi jauhi Kiara, dan jangan sampai aku melihatmu berada di sekitaran Kiara lagi," pesan Bumi dengan nada dingin.
''I--iya, aku akan menjauhi Kiara dan pindah kelas," pasrah Rudi.
"Roy! Urus dia, sebelum itu kasih hadiah perpisahan untuknya." titah Bumi, seraya melangkah meninggalkan ruang megah itu dengan perasaan senang.
"Baik, Bos!"
Bersambung