Chapter 4

1606 Kata
Mendaline berdiri berjarak sekitar tiga meter dari posisi Askan berdiri. Askan menatap wajah Mendaline. "Nona, apakah Anda sudah baikan? bagaimana kabar lika Anda?" tanya Askan dalam bahasa inggris. "Saya warga negara Indonesia yang tinggal selama lima belas tahun di Inggris," ujar Mendaline dalam bahasa Indonesia. Askan dan Bintang agak terperangah, namun mereka cukup senang setelah mengetahui bahwa Mendaline adalah orang Indonesia. "Ah, syukurlah. Saya sangat senang mendengarnya," ujar Askan. Mendaline mengangguk pelan. "Em … bagaimana luka Anda?" tanya Askan, dia melangkah mendekat sekitar satu meter di depan Mendaline dan berhenti di situ. Mendaline mengulurkan tangan menyentuh pipinya. "Terima kasih karena telah menyelamatkan saya, Pak." "Sama-sama, itu sudah tugas saya," balas Askan, "masih terasa sakit?" Pertanyaan ini membuat wajah Mendaline terlihat agak lain, namun dia mengangguk pelan. "Ya, masih sakit, mungkin dalam waktu beberapa hari lagi akan hilang rasa sakitnya. Terima kasih karena telah bertanya," jawab Mendaline. Askan mengangguk pelan. Wajah gadis di depannya terlihat imut, meskipun tinggi Askan 184 cm, dia merasa bahwa tubuh Mendaline agak imut dan mungil. Ingin rasanya dia bertanya pada Mendaline, berapa tinggi badan gadis itu, sebab terlalu imut di mata Askan. Namun, Askan merasa itu kurang sopan. "Saya bisa tenang jika Anda baik-baik saja," ujar Askan. "Mendaline," ujar Mendaline sambil mengulurkan tangan kanan ke arah Askan. Askan agak tercengang. Kenapa aku bisa kalah memperkenalkan diri?! batin Askan. Aaah! keduluan dia, kan! ck! batin Askan berdecak. Bintang menghalangi bibirnya yang tersenyum geli dengan jari-jari tangan kiri. Bintang ingin tertawa ngakak karena melihat ekspresi dari Askan yang seolah berkata bahwa dia bisa kalah start memperkenalkan dirinya pada seorang gadis. Askan tersenyum kecil sambil menyambut jabatan tangan Mendaline. "Askan." Masih dalam jabatan tangan antara Mendaline dan Askan. "Senang berkenalan dengan Anda, Pak Askan. Anda dapat memanggil saya dengan sebutan Menda," ujar Mendaline. Askan mengangguk pelan. "Baik, Menda," sahut Askan. "Uhum!" Bintang berdehem. Mendaline melepaskan jabatan tangannya dari Askan dan menuju ke arah Bintang. "Mendaline," ujar Mendaline. Bintang menerima jabatan tangan dari Mendaline. "Bintang. Senang berkenalan dengan Nona." Mendaline mengangguk pelan, dia melepaskan jabatan tangan mereka. "Saya tidak menyangka kami bertemu di sini," ujar Askan. Mendaline membalas, "Perawat di kapal pesiar mengatakan bahwa saya membutuhkan rujukan dokter spesialis sebab saraf kulit saya rusak karena tamparan keras perompak." Wajah Askan terlihat bersimpati. "Doa saya, luka Nona segera sembuh." "Terima kasih," balas Mendaline. Askan mengangguk sebagai balasan. "Menda, saya dan teman akan pergi menjenguk teman kami yang juga dirawat di rumah sakit ini, saya kira pertemuan kami sampai di sini. Saya dan teman saya permisi," ujar Askan. Mendaline mengangguk. "Apakah teman Anda juga tentara?" tanya Mendaline. Askan dan Bintang mengangguk membenarkan. "Ya, benar. Namun kami tidak senegara," jawab Askan. "Ah, di sebelah sana!" tunjuk Mendaline ke arah barat. Askan dan Bintang melirik ke arah di mana jari telunjuk Mendaline mengarah. "Nona, jika tidak keberatan, bolehkah menunjukan jalannya?" tanya Bintang. Mendaline mengangguk. "Tidak keberatan. Saya baru saja melewati ruang perawatan mereka," jawab Mendaline. Dia berbalik dan berjalan membawa jalan pada Askan dan Bintang yang mengikuti dirinya dari belakang. Askan melihat penampilan dari Mendaline dari belakang. Menaline menggunakan rok selutut dengan sepatu hitam hak tahu lima centimeter. Kemeja biru muda yang lengan bajunya disingsingkan ke siku. Beberapa saat kemudian mereka sampai di depan ruang rawat. Saat itu, kapten Green baru saja selesai operasi kecil yaitu mengambil proyektil peluru yang bersarang di bahu kanan. "Di sini," ujar Mendaline. "Terima kasih," ujar Bintang. Mendaline mengangguk. "Saya pergi," ujar Mendaline pamit. Bintang dan Askan mengangguk. Namun, saat Mendaline berbalik badan dan melangkah satu langkah, suara Askan terdengar. "Menda!" Mendaline berhenti, dia menoleh ke arah Askan yang baru saja memanggil dirinya. Askan membuka jaket angkatan laut yang dikenakan olehnya. Dia melangkah mendekat ke arah Mendaline lalu menutupi bahu Mendaline dengan jaket angkatan laut yang kebesaran di tubuhnya. "Ini-" ucapan Mendaline terpotong. "Dingin, nanti masuk angin. Kancing baju kamu lepas dua biji," ujar Askan. Mendaline menatap mata Askan, rasa hangat mengalir masuk ke dalam dadanya. Matanya berkaca-kaca. "Ini adalah jaket dinas Anda," ujarnya. "Lalu kenapa?" tanya Askan. "Em … maskudku … bukankah tidak boleh sembarangan dikenakan oleh orang?" tanya Mendaline. "Kamu lebih membutuhkan," balas Askan. "Tapi bagaimana saya bisa mengembalikan jaket ini?" tanya Mendaline. "Kembalikan jika kita bertemu lagi," jawab Askan. "Saya pikir kami tidak akan bertemu lagi," ujar Mendaline. "Sepertinya kamu sangat yakin jika kita tidak akan bertemu lagi," ucap Askan. Mendaline agak tergagap. "Saya … saya hanya tidak tahu apakah setelah hari ini kita dapat bertemu lagi, itu saja." "Jika tidak tidak bertemu lagi, maka simpanlah jaket ini. Simpan sampai waktu di mana kita bertemu lalu kembalikan jaket ini padaku," balas Askan. Mendaline mengangguk meskipun agak ragu, apakah mereka akan bertemu lagi di masa depan. "Terima kasih karena telah membawa jalan ke sini, jaga dirimu," ujar Askan. Mendaline mengangguk. Dia berbalik sambil membenarkan letak jaket di badannya lalu berjalan menjauh dari Askan. "Uhuk! orangnya sudah jauh, jangan lihat-lihat lagi!" ujar Bintang. Askan berbalik dan menaikkan sebelah alisnya ke arah Bintang. "Sok tau," cebik Askan. Bintang tertawa geli. "Kenapa aku merasa kalau kamu tertarik dengan Menda?" tanya Bintang. "Nah, kamu sok tau lagi!" gertak Askan. "Ouh! takuuut kalau Letnan Askan sudah marah," ujar Bintang, di akhir kalimat dia seperti meledek. "Ck, dasar." Askan mencebikkan bibirnya. Mereka berdua memasuki ruang rawat. Kapten Green menatap Askan dan Bintang. Dialog dianggap dalam bahasa inggris. "Selamat atas keberhasilan, Anda," ujar kapten Green. Kapten Green mentos lima jari dengan Askan. "Istirahat yang cukup," balas Askan. Bintang memeriksa perban di bahu kapten Green. "Tidak tembus peluru kan?" tanya Bintang. Kapten Green mengangguk. "Bersarang di bahu kanan," jawab Kapten Green. Bintang manggut-manggut mengerti. "Apakah yang lain aman?" tanya Askan. Kapten Green mengangguk pelan. "Yang terluka aman, kamu bertemu mereka di depan?" Askan mengangguk. "Ya. Dan wajah mereka terlihat malu ketika bertemu aku," jawab Askan. Kapten Green berkata, "Mereka hanya malu karena meremehkan kalian dari awak." "Ya, sepertinya begitu. Aku jujur saja, tidak menyukai mereka, banyak omong kosong," balas Askan, dia mencebikkan bibirnya. Kapten Green tertawa geli. "Kamu tidak pernah berubah, selalu menyenangkan," ujarnya. "Termasuk panglima kalian," sambung Askan. Kapten Green malah hampir terbahak namun dia menahan sakit di bahu. "Oh, tenang teman! jangan gegabah!" Bintang memperingatkan kapten Green. Kapten Green mengangguk, namun dia masih merasa geli dengan ucapan Askan. "Dan juga blak-blakan," ujar Kapten Green. "Yang penting dia tidak mendengar langsung apa yang aku katakan, selanjutnya aman," balas Askan. Kapten Green tersenyum geli. Bintang berkata, "Ingin makan sesuatu?" Kapten Green menggelengkan kepala. "Dokter mengatakan tunggu beberapa jam setelah operasi," jawab kapten Green. "Jika itu aku, mungkin perutku sudah terisi penuh satu menit setelah keluar ruang operasi," ujar Askan. Kapten Green malah terbahak. "Oh tidak! kamu membuatku tidak bisa berhenti tertawa!" "Mohon agar tenang, pasien butuh istirahat," tegur perawat perempuan yang memasuki ruang rawat kapten Green. "Maaf," ujar Askan. Perawat mengangguk. Askan berkata pada kapten Green. "Lega melihatmu masih bernapas, semoga kita bisa bertemu di kesempatan lain. Aku dan Bintang akan segera kembali menghadap atasan kami. Aku hanya meminta izin sebentar," ujar Askan. Kapten Green mengangguk mengerti. "Terima kasih telah mengunjungiku," ucap kapten Green. Askan mengangguk. "Aku menunggumu untuk mengunjungiku di Indonesia," balas Askan sambil bersalaman ala pria dengan kapten Green. "Oh Man, terlalu jauh. Tapi akan aku usahakan di masa depan," ujar kapten Green. Bintang bersalaman ala pria dengan kapten Green. "Kami berdua pergi," ujar Askan. "Ya, hati-hati di jalan," balas Kapten Green. Askan dan Bintang mengangguk, mereka melangkah meninggalkan ruang rawat kapten Green. Terdengar suara kapten Green ketika Askan dan Bintang telah berada sekitar dua meter dari pintu ruang rawat kapten Green. "Askan! kamu keren hari ini!" Kapten Green agak mengeraskan suara. Akan menoleh sebentar ke arah kapten Green lalu membalas. "Kau juga keren hari ini." Kapten Green terkekeh pelan sambil membetulkan posisi tidur. Sementara itu perawat membersihkan sisa medis yang ada di nakas. * Dua hari kemudian. Riuh tepuk tangan terdengar di ballroom militer inggris. Komandang angkatan laut kerajaan Inggris berjabat tangan dengan Askan lalu berkata, "Senang bisa berlatih bersama dengan Anda." Askan mengangguk. "Mari bekerja sama dalam pelatihan kali ini," balas Askan. Komandan angkatan laut kerajaan Inggris mengangguk. Di tempat itu, ada Kapten Green yang juga hadir, meskipun dia terluka namun tubuhnya tidak cacat. Dia sudah bisa rawat jalan dan tidak lagi di rumah sakit. Namun, ketika hendak memberi hormat, dia harus menunduk karena cedera dan luka di bahu belum sepenuhnya pulih. Militer Inggris memaklumi itu, sebab luka itu didapatkan karena terjun dalam bahaya untuk menyelamatkan para warga negara. Kabar mengenai apresiasi yang diberikan oleh militer angkatan laut kerajaan Inggris pada para prajurit Angkatan Laut Indonesia telah menjadi perbincangan internasional. Banyak pihak internasional yang memberikan ucapan terima kasih dan apresiasi pada Tentara Angkatan Laut Republik Indonesia. Askan dan pada rekan sesama angkatan Laut diberi kesempatan untuk berlatih bersama angkatan laut kerajaan Inggris. Pada saat melangkah keluar dari gedung departemen angkatan laut kerajaan Inggris, banyak warga negara dari berbagai negara memberikan ucapan terima kasih pada Askan, tak lupa juga mereka ingin sekali memberikan bunga sebagai penghargaan pada Askan dan teman-teman. Namun sayangnya, gerak mereka dibatasi oleh militer. Mereka hanya bisa memasang Askan dan yang lainnya dari jarak tertentu sambil berteriak. "Kami mencintai kalian!" "Terima kasih, Pahlawan!" Askan dan yang lain tersenyum ramah. Dia dan yang lainnya memasuki mobil. Mobil itu berjalan melewati kerumunan, saat mobil hampir melewati seorang gadis. Suara Askan terdengar. "Tolong berhenti!" Mobil berhenti. Askan menurunkan kaca jendela mobil, matanya menatap ke arah Mendaline yang memegang paper bag. "Menda?" Askan menyadari bahwa Mendaline juga berada di tempat itu. Mendaline memberikan paper bag coklat ke arah Askan. "Aku mendengar berita dari televisi bahwa Angkatan Laut TNI akan disambut di departemen angkatan laut Inggris." Askan melirik paper bag itu. "Seperti kesepakatan kita, aku kembalikan jaketmu saat kita bertemu kembali," ujar Mendaline. Askan menerima paper bag itu. "Ya." *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN