Udara malam musim panas memang sangat gerah.
Ambrosio memuaskan dirinya bercinta dengan Sisilia karena sudah terlalu lama ia merindukannya. Mereka melakukannya berkali-kali hingga Sisilia hampir jatuh pingsan dalam kenikmatan. Sebelumnya mereka di teras, kemudian berpindah ke dalam kamar, di atas futon, menungganginya dalam pacuan yang menguras tenaga, tetapi membawa kenikmatan tiada tara. Pintu yang menghadap teras dibiarkan terbuka lebar supaya udara malam yang sejuk bisa masuk ke kamar mereka. Tubuh bermandikan keringat membuat kulit mereka tampak berkilau terkena pantulan sinar lentera di teras cottage hotspring.
Jika sejak awal ia bertemu Sisilia di cottage tanpa mengenakan topeng, Sisilia mungkin akan langsung kabur darinya. Ternyata dengan menggunakan topeng, ia bisa menghabiskan malam bersama Sisilia. Ambrosio sadar di lain kesempatan, trik itu mungkin tidak akan berhasil lagi. Cepat atau lambat, ia harus menemukan cara agar bisa bersama Sisilia tanpa harus melakukan tipu-tipuan seperti itu.
Mata Sisilia terpejam dan napasnya tersengal-sengal, begitu juga Ambrosio yang jika di rumah keluarga Yamazaki ia bernama Amano. Amano Marco Yamazaki.
Ia meletakkan kepala Sisilia di lengannya lalu mendekap wanita itu dan mengecup keningnya. Ia tidak dapat berbicara sekarang karena sibuk mengatur napas. Jantungnya berdetak sangat cepat karena efek setelah o*****e mereka. Ini seperti mimpi yang indah di malam musim panas. Ambrosio berharap ia tidak akan terbangun dari mimpinya.
Ketika sudah lebih tenang, ia merasakan napas lembut Sisilia menyapu dadanya. Mata Sisilia terpejam rapat dan rahangnya melemah, sepertinya Sisilia sudah tertidur.
Ambrosio membelai pipinya yang kemerahan dan merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya. Ia berbisik di telinga Sisilia.
“Aishiteru yo...”
(Aku mencintaimu)
“Hontō ni Aishiteru yo...”
(Sungguh-sungguh mencintaimu)
“Aku pikir aku tidak akan pernah jatuh cinta. Belum pernah aku merasa seperti ini.Tak bisa kubayangkan bagaimana hidupku tanpamu. Aku ingin bersamamu selama sisa hidupku."
Sayup-sayup Sisilia mendengar kata-kata puitis itu dalam mimpinya. Dia pun terbuai dalam mimpi indah di malam musim panas. Sungguh sebuah mimpi yang sangat indah.
Ketika matahari hampir terbit, Ambrosio perlahan-lahan beranjak dari sisi Sisilia dan menyempatkan menatap wajah tidur wanita itu. Ia senang Sisilia tertidur dengan nyenyak, membuktikan bahwa mereka berdua menikmati percintaan malam itu.
Ambrosio mengenakan yukata-nya lalu keluar kamar dan mendapati Hiro berdiri menunggunya di luar.
Hiro dan dirinya hanya terpaut satu tahun. Gen ayah mereka yang sangat kuat membuat Hiro dan Ambrosio mirip secara fitur wajah dan perawakan tubuh
“Selama aku pergi, jaga dia, dan pastikan dia makan dengan baik. Dia sekarang jadi lebih kurus dari sebelumnya. Aku tidak suka dia menjadi kurus, dia bisa sakit nanti,” kata Ambrosio pada Hiro. “Dan jangan mencoba mengambil keuntungan darinya kalau kau masih ingin kelaminmu utuh!!” ancam Ambrosio pada adiknya itu.
Dengan enggan Hiro mengiyakan perintah Ambrosio, lalu kakaknya itu berlalu dari situ.
Matahari sudah agak tinggi ketika Sisilia terbangun seorang diri di kamar. Dia membuka matanya, duduk tegak dan tiba-tiba saja dia merasa kesepian. Seolah-olah malam tadi hanya mimpi belaka. Tubuhnya bugil di balik selimut dan banyak terdapat kissmark serta memar-memar tak jelas.
Dia duduk dibalik selimut, memeluk tubuhnya sendiri. Ambrosio benar-benar seperti mimpi. Indah di saat tidur, tetapi menyakitkan setelah bangun.
Dia tahu laki-laki yang malam tadi bersetubuh dengannya bukan Hiro Stefano Yamazaki. Dia kenal dengan orang yang malam tadi mencium, membelainya dan menusuk celah kenikmatannya dengan hebatnya. Dia tidak terlalu mabuk sampai-sampai tidak tahu dengan siapa dia bersetubuh. Dia tahu laki-laki itu adalah Ambrosio. Yang sempat membuatnya heran, saat bertopeng, sekilas ia memang mirip dengan Hiro Stefano. Bentuk rahang, postur tubuh, suara, ... kemungkinan besar mereka memiliki hubungan kerabat atau bersaudara.
Dia bisa merasakan perbedaannya. Pertama, ketika melihat sorot matanya. Sorot mata Hiro selalu hangat dan bersahabat padanya. Sorot mata Ambrosio dingin dan sinis.
Ciumannya. Dia pernah beberapa kali berciuman dengan Hiro, pria yang lembut dan suka main-main. Malam tadi ciumannya terasa berbeda. Ciumannya kuat dan kasar, menguasai, kelaparan karena sangat menginginkannya. Memang ada hampir setahun dia tidak bertemu Ambrosio. Namun rasanya menyadari bahwa pria itu masih menginginkannya membuat Sisilia takjub.
Selanjutnya adalah aroma tubuhnya. Aroma tubuh Hiro adalah udara Jepang yang segar. Ada aroma jeruk dan sakura, aroma anak muda yang bersenang-senang. Sedangkan aroma Ambrosio adalah aroma cologne yang dingin, bercampur bau setelan yang biasa digunakannya dan bau ruang kerjanya. Bau vernis kayu tua bercampur kursi kulit dan ruangan besar yang dingin.
Dia menyadari tipuan Ambrosio, tetapi dia membiarkan dirinya ikut dalam permainan. Kenapa? Hmm, mungkin alasan utamanya adalah karena o*****e itu luar biasa nikmatnya. Dan Ambrosio bisa memberikan itu padanya.
Dia tidak bisa memiliki Ambrosio seutuhnya, tetapi setidaknya dia bisa menikmati tubuhnya. Tidak ada salahnya, ‘kan? Karenanya dia hanya bisa tertawa ketika Ambrosio mengatakan dia miliknya. Hanya miliknya. Dia sudah terbang jauh ke Jepang, berpacaran dengan laki-laki lain, bahkan dengan Hiro Stefano yang kaya raya. Ternyata, dia tetap berakhir di tangan Ambrosio. Sepertinya ke mana pun dia pergi, dia tidak akan pernah lepas dari genggaman Ambrosio.
***
Setelah membersihkan diri, Ambrosio mengenakan yukata resmi dan pergi dari cottage dengan mobil bersama supir dan asistennya.
Ia pergi ke kediaman utama keluarga Yamazaki untuk menemui pimpinan tertinggi klan mereka. Ayahnya. Kotaro Olivier Yamazaki. Perpaduan antara yakuza dan mafia.
Sampai di kediaman tersebut, yang menyerupai istana kekaisaran Jepang, Ambrosio dibimbing pengawal rumah menuju ruang kerja ayahnya. Tampak pria setengah baya duduk di balik meja tulis dan menyesap tehnya. Wajah pria itu tirus, berhidung mancung, mata hitam yang tajam, rambut keabu-abuan, tersisir rapi ke belakang, sangat mirip dengan Ambrosio.
Ambrosio bersujud di tatami, memberi hormat pada ayahnya. “Salam sejahtera, Otou-sama,” sapa Ambrosio.
“Hmh ...,” sahut ayahnya. Kotaro selesai minum teh dan pelayan pribadinya menyambut cangkir tersebut lalu membereskan set peralatan minum teh di meja.
“Akhirnya kau datang juga mengunjungiku, Amano!” ujar ayahnya terdengar sinis, berat dan dingin. Anak pertamanya ini, bertahun-tahun tidak pernah menjenguknya, walaupun ia berada di Jepang. Namun kali ini tumben ia mampir.
Duduk bersimpuh, Ambrosio bicara dengan ayahnya. “Maaf, Otou-sama, anakmu ini terlalu sibuk, jadi mengabaikanmu. Maafkan atas ketidak-berbaktianku ini. Lain kali aku akan lebih memperhatikan Otou-sama dan sering berkunjung kemari”.
“Begitu sampai di Jepang kau langsung ke onsen. Apa yg kau lakukan di sana? Bukankah Hiro di sana bersama pacarnya? Kudengar gadis itu adik iparmu.”
“Ah, iya, aku bertemu mereka. Aku ke sana ingin beristirahat terlebih dahulu, karena sangat kelelahan, Otou-sama!” sahut Ambrosio. Sebenarnya ia mengunjungi ayahnya guna menutupi jejak ia ke hotspring untuk bermalam bersama Sisilia.
Kotaro tertawa pendek. “Hmmm, baiklah, tidak apa-apa kau sesekali beristirahat. Kau adalah calon pewaris dinasti klan Yamazaki, setiap detak jantung dan napasmu adalah untuk kehidupan klan kita. Jadi kau tidak boleh lengah ataupun terlena dengan kenikmatan yang kau rasakan saat ini,” ujarnya.
Kotaro lalu melanjutkan, “Jangan seperti adikmu itu, terlalu banyak bermain. Tidak ada sesuatu hal pun yang berhasil dicapainya. Hanya bisa menghambur-hamburkan uang dan bersenang-senang dengan wanita.”
“Baik, Otou-sama!” sahut Ambrosio sambil tertunduk dalam. Jika boleh memilih, sebenarnya ia ingin seperti Hiro. Setidaknya dapat bersama Sisilia dengan hubungan terbuka. Tidak seperti kondisinya saat ini.
“Bagaimana dengan isteri modelmu itu? Apa dia melaksanakan tugasnya dengan baik?”
“Ya, Otou-sama!” sahut Ambrosio. “Anastasia sekarang mendapatkan kontrak dengan Agensi Warner, senilai 5 juta USD. Jika tidak ada aral, dalam enam bulan, kami akan mengambil alih agensi tersebut”
Kotaro mangut-manggut mendengarnya. “Bagus, bagus ...!” katanya. “Ada gunanya juga isteri modelmu itu, hahaha ....”
“Ya,” sahut Ambrosio sambil menundukkan kepalanya penuh penghormatan.
Jika Sisilia menjadi isterinya, ia tidak akan menjadikan Sisilia sebagai mesin penghasil uang, seperti yang dilakukannya pada Anstasia. Namun tentu saja itu berarti ia harus menentang ayahnya. Karena ayahnya selalu menginginkan pernikahan sebagai alat utama meningkatkan bisnis klan mereka.
“Kalau kau sudah selesai dengan istrimu itu, secepatnya ceraikanlah dia. Setelahnya aku akan menyiapkan istri yang lebih cocok untukmu, Dia adalah Putri Reina dari klan Yamaguchi.”
Ambrosio tercenung mendengarnya. Klan Yamaguchi adalah klan kedua terbesar di Jepang. Jika bisa bergabung dengan mereka, maka mutlaklah sudah kekuasaan klan Yamazaki di Jepang. Lagipula, ayahnya pasti mengutamakan orang dengan basic keluarga yang sama dengan mereka atau setidaknya memiliki bisnis yang tersebar luas di dunia.
“Apalagi Reina Yamaguchi sudah cukup umur dan dia tak sabar ingin segera menikah denganmu. Dia tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik dan pintar. Ilmu bela dirinya pun tidak bisa dianggap main-main. Kau harus menyempatkan menemuinya juga. Anak itu akan menjadi aset terbesar kita untuk menguasai bisnis di seluruh Jepang ini!” lanjut ayahnya lalu tertawa terbahak-bahak dan suara tawa itu menggema dalam ruangan.
Ambrosio hanya bisa menunduk dalam penuh penghormatan. Ini, situasi yang semakin rumit. Haruskah ia memupuskan mimpinya untuk bisa bersama Sisilia? Padahal ia baru saja memulainya.
***
Huehehehhe .... Bersambung ....
┌|o^▽^o|┘♪