10. Kamu Lagi, Kamu Lagi?

1034 Kata
Jangan pernah bikin masalah sama singa betina deh kalau elu gak mau patah tulang, lagi! -Erlan meringis kesakitan- * “Loh kamu kenapa kok babak belur gitu sayang? Rafi, ini adikmu kenapa jadi kaya mumi hidup gini?” Wiwid, sang mama tercinta, panik saat melihat putra bungsunya dipapah Rafi masuk ke rumah terbebat perban di tangan kanan. Perempuan cantik paruh baya ini sampai meringis, seakan bisa ikut merasakan sakit Erlan. “Aiish tante.. Cuma di tangan kanan doang kok, kalau mumi kan sebadan diperbannya.” Rafi memahami kecemasan sang tante hingga menjadi hiperbola. “Gak papa sih mah, namanya juga lelaki. Wajar kalau berantem terus luka-luka sedikit, beberapa hari lagi juga sembuh kok.” Suara lelaki berumur setengah abad terdengar dari belakang. Danantya, sang papa, malah menepuk pundak kanan Erlan, membuat anak lelakinya menjerit kesakitan. “Papa, ini sakiiitt, kenapa aku malah dipukul sih? Mama, papa iseng nih!” adu Erlan pada sang mama, merajuk, minta dimanja bak anak kecil. “Papa! Jangan usil deh!,” bentak Wiwid pada Danantya, “wong anaknya lagi kesakitan gini kok malah diisengin.” “Elaah, jadi laki jangan manja! Baru gitu doang juga. Eh Raf, tapi ini gimana ceritanya sih? Erlan berantem sama siapa? Jagoan banget tuh lawannya, sampai tulang Erlan patah gini.” Danantya bertanya dengan mimik serius pada ponakannya padahal Rafi sudah melaporkan kronologi kejadian dari awal hingga akhir. “Lawannya tuh perempuan loh Om, dan Erlan menyerah tanpa perlawanan sama sekali.” cengir Rafi, Erlan melotot, memintanya tidak melanjutkan cerita. “Hah? Apa? Ulangi Raf, apa tante gak salah dengar? Lawan Erlan yang bisa membuat tangannya patah tulang itu adalah seorang… perempuan?” tanya Wiwid, memastikan bahwa dia tidak salah dengar. “Jangan-jangan punya tenaga dalam tuh cewek ya?” timpal Danantya, menambah kesal Erlan. “Enggak Om, bukan aliran Merpati Putih kok, tapi tuh cewek bisa kempo sama tadi Rafi dengar dia sebut systema gitu.” “Kompor terusss…! Tuh cewek barbar ikutan aliran sesat kali! Tugasnya menumbalkan tangan lelaki tampan kaya gue.” desis Erlan kesal pada Rafi. “Systema? Emangnya dia dari Rusia, bisa bela diri mematikan itu? Gak sebrutal krav maga sih tapi tetap saja mengerikan, untung kamu masih bernafas loh.” Danantya melihat ke arah putranya dengan prihatin. “Papa!” teriak Wiwid, kesal bukan kepalang karena suaminya bukan bersimpati malah semakin bersemangat menggoda putra mereka. “Haha.., Om bisa aja. Dan ternyata lagi Om, Tante, tuh perempuan adalah adik kelas Rafi pas kuliah di Toronto. Namanya Renatta Dewanti.” Rafi berikan informasi ini dengan senyum lebar, matanya berkedip dua kali sebagai kode. Beruntung Danantya dan Wiwid melihat kodenya hingga keduanya manggut-manggut tanda mengerti. “Oalaah… nasibmu nak. Ya sudahlah, untuk dua tiga hari ini kamu tinggal di sini saja. Balik ke apartemen pas masuk kantor. Mama kan bisa merawatmu kalau kamu tinggal di sini.” Bujuk Wiwid, tiba-tiba berubah menjadi tidak panik setelah mendengar nama Renatta Dewanti. “Iya mah, tapi hari Rabu, Erlan harus masuk kantor karena ada rapat penting dengan klien.” Jawab Erlan lemah. “Dengan kondisi tangan kaya gitu, kamu yakin bisa ikuti rapat dengan baik?” tanya Danantya, tidak yakin. “Harus bisa!” “Ya sudah kalau begitu. Raf, kamu kan satu kantor sama Erlan. Tante minta tolong hari Rabu kamu antar jemput dia ya.” Sebuah permintaan yang tidak akan mungkin dibantah oleh Rafi. “Consider it done, Tanteku yang cantik.” * Rabu malam, jelang jam delapan malam, Rafi mengantarkan Erlan kembali ke apartemennya usai jam kantor mereka. “Raf, elu yakin kan gue gak bakalan nambah biaya apapun dengan kepindahan gue ke griya tawang?” Erlan memastikan sekali lagi. Sebelumnya, dia tinggal di unit eksklusif di lantai tujuh. “Yakin, gak bakalan nambah. Kemarin gue sudah minta Pak Kamil untuk tanda tangan surat pernyataan di atas materai loh.” Jawab Rafi. Hari ini dia bertugas sebagai porter, supir sekaligus asisten Erlan karena tangan kanannya yang masih belum sembuh. “Semacam blessing in disguise gak sih Raf? Kamar mandi gue bocor entah di mana, terus ada rayap yang gue juga gak tahu di mana, eeh tapi bersyukur banget diganti griya tawang, for free pula.” Keduanya masuk lift dan Rafi menekan tombol lantai sembilan. “Makanya disyukuri. Setahu gue, griya tawang di lantai sembilan tuh ada dua unit. Yang satu udah keisi dari bulan lalu, satu lagi buat elu. Moga-moga aja berjodoh ama tuh cewek sebelah unit lu ya.” Kedip Rafi genip membuat Erlan bergidik ngeri. “Tapi Raf, jujur gue agak heran kok Pak Kamil bisa sebaik itu gantiin pakai griya tawang? Kan ada unit lain di lantai yang sama.” Sebuah pertanyaan tanpa nada curiga, hanya keheranan saja. Rafi melihat malas ke arah sepupunya itu. “Jadi elu gak mau dapat griya tawang ini walau for free? Apa gue cancel aja ya?” Rafi berpura mengambil gawainya hendak menelpon Pak Kamil tapi dicegah Erlan. “Eeh jangan dong! Kapan lagi gue dapat kesempatan emas seperti ini? By the way Raf, ingat janji lu yaa bakalan tanggung jawab selama tangan kanan gue gak bisa berfungsi normal gegara tuh cewek barbar!” “Lan, ntar gue gak harus cebokin elu kan ya?” tanya Rafi dengan cengiran khasnya. Erlan ganti menatap malas ke arah sepupunya itu. Pintu lift berhenti di lantai sembilan. Dengan wajah cerah ceria, Erlan menuju ke unit griya tawang yang dijanjikan untuknya, sementara Rafi tetap setia menjadi porter. Kening Erlan berkerut melihat posisi pintu griya tawang unitnya dan satu lagi yang benar-benar bersebelahan. Sepertinya ada yang aneh dengan hal ini. Tapi biar saja, toh ini bukan urusannya. Tepat saat Erlan mengambil kartu dari Rafi untuk membuka pintu unitnya, di detik yang sama, pintu griya tawang sebelahnya terbuka dan keluarlah sosok perempuan yang memakai piyama pendek hello kitty warna pink, hingga menampakkan sepasang kaki jenjang warna kulit sawo matang. Eksotis! Erlan menelan ludah melihat kaki jenjang itu. Matanya menelusur perlahan dari bawah ke atas, jakunnya naik turun karenanya. Walaupun bukan berkulit putih mulus seputih kapas, tapi eksotisme warna kulit sawo matang ini malah membuat kesan semakin seksi. Tapi…, mata Erlan membola saat melihat pemilik kaki jenjang itu. “Kamu…!!!” “Dasar emang kamu lelaki meesuuuummm!!” Sedetik kemudian terdengar suara berdebum dan mengaduh berkepanjangan. "Aaghh!! Sakiittt!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN