14. Enak di Elu, Kagak Enak di Gue!

1071 Kata
Salah siapa lembur? Salah gue? Salah kantor?! Enggak kan? Itu salah cunguk kantor yang gak becus kerja! Selancar mulu cari info dunia perlambean. - Derita cunguk kantor yang mimpi jadi bos - * “Lan, elu mau ngapain Renatta sih?” Rafi masih saja mengkhawatirkan Erlan yang akan membuktikan kejantanannya pada Renatta, tapi entah dengan cara apa. Saat ini mereka dalam perjalanan pulang ke apartemen Erlan. Erlan melirik Raffi sambil berikan senyuman usil di bibirnya, “elu gak usah khawatir Raf, gue gak akan ngapa-ngapain tuh cewek bar-bar. Gue cuma mau dia tahu siapa dia, siapa gue. Di sini, gue bosnya!” “Salah Lan, bukan gitu. Seharusnya elu yang tahu siapa Renatta.” Sayangnya, saat Rafi berkata ini, ada motor menyalip mendadak dari arah berlawanan, membuat Erlan menekan klakson hingga tidak mendengar apa yang Rafi katakan. “Heh, apaan Raf? Elu tadi ngomong apaan?” tanya Erlan, sambil menoleh ke arah kiri kemudian fokus ke arah depan. “Gak, gak papa, kalau nyetir tuh fokus ke jalanan, jangan melamun dong.” * “Kamu telat lima menit! Gak profesional! Raf, poinnya harus dikurangi, dia sudah kalah start dari gue.” Erlan melihat jam tangannya dengan gemas. Sudah lewat lima menit dari jam yang dijanjikan saat Renatta muncul di kolam renang griya tawang mereka. “Ya ampun Pak, baru juga telat lima menit. Lagian kenapa ada poin sih? Biasanya saya lembur lewat lima jam dari jam kantor loh, for your information.” Sindir Renatta, telak, dengan wajah tanpa rasa bersalah. Rafi terkikik geli melihat wajah Erlan yang merah padam. “Kalau kalian lembur kan bukan salah saya. Seharusnya saya yang nanya kenapa kalian bisa lembur? Kalau kalian bekerja dengan benar, gak ngobrol, gak selancar internet demi lihat dunia gosip perlambean, gak ngopi-ngopi nyantai, yaah… kalian bisa selesai tepat saat jam kantor selesai kok,” jawab Erlan tidak mau kalah, “artinya kalian selama seharian itu ngapain aja? Coba jawab kalau bisa.” Erlan merasa di atas angin karena Renatta tidak bisa menjawabnya. “Serah deh. Sesuka bos aja. Sakarepmu!” hentak Renatta kesal. “Duduk sini dulu, Natta,” Rafi menepuk kursi santai di sebelahnya, “kita ngobrol dulu bentar apa yang ingin kalian lakukan sebagai ajang pembuktian diri malam ini.” Rafi tersenyum lebar. “Raf, kenapa ya tiap kali elu tersenyum lebar penuh kebahagiaan gitu, membuat alarm gue waspada nih. Feels like something bad will happen deh.” Keluh Erlan, curiga. Pengalaman mengajarkannya untuk waspada pada senyuman Rafi. “Elaah curigaan mulu sih cem bini pertama aja.” Jawab Rafi, coba menepis kecurigaan Erlan, yang sesungguhnya benar. “Bapak tuh mau buktiin apa sih? Pakai nantangin ketemu di kolam renang sini? Bolak-balik renang di sini? Diih cemen kalau cuma gitu.” Tantang Renatta. “Heuum… gimana kalau kita lomba triathlon?” tantang Erlan, suaranya terdengar serius. Selama seharian ini Erlan berpikir ini adalah tantangan terbaik yang bisa dia menangkan dengan mudah, walaupun Renatta seorang olahragawan sekalipun. Kenapa triathlon? Karena olahraga yang dilakukan beruntun ini membutuhkan daya tahan tubuh yang mumpuni, makanya sering juga disebut olahraga Iron Man untuk level yang paling tinggi. Berenang, bersepeda dan berlari, tentu saja butuh konsentrasi dan tenaga yang luar biasa agar mampu bertahan. Dalam hal ini, menurut pemikiran sederhana Erlan, jenis kelamin akan sangat berpengaruh. Sebagai seorang lelaki, daya tahan tubuhnya lebih kuat dibanding Renatta. “Lan, elu yakin mau triathlon lawan Renatta?” Rafi menyakinkan, dia merasa prihatin karena Erlan tidak tahu bahwa Renatta biasa ikuti triathlon. “Iya, kenapa? Kamu takut ya Renatta? Wah, bakalan menang tanpa perlawanan nih, mayan banget.” Cibir Erlan dibalas senyuman kecil Renatta. “Kenapa saya harus takut? Tapi beneran Bapak mau nantangin saya triathlon?” “Iya!” sekali lagi Erlan berkata dengan tegas. “Deal. Mau level apa, Pak? Kids of steel?” Renatta sebutkan level triathlon untuk anak-anak. Sebenarnya ini untuk mencemooh Erlan. “Heeh, kamu menghinaku ya?” emosi Erlan mulai naik, merasa terhina. “Sudah… sudah, kenapa sih kalian selalu berantem tiap kali bertemu? Pakai level pemula aja Natta, kukira itu yang paling adil buat kalian berdua.” Rafi memberi saran. “Deal Kak Raf. Ya sudah, kita segera mulai saja.” Renatta hendak beranjak tapi tidak jadi karena Rafi melarang. “Ntar dulu Natta, pembuktian bahwa Erlan itu pejantan tangguh, kalau hanya menang triathlon doang sepertinya kurang seru. Gue ada tantangan untuk kalian berdua biar lebih seru. Mau gak?” sekali lagi sebuah senyum lebar terbit di bibir Rafi. “Kak Raf, aku mulai setuju dengan Pak Erlan. Melihat senyum Kak Rafi yang sudah beberapa kali, aku kok jadi khawatir?” kali ini Renatta yang menyuarakan kekhawatirannya. “Tuuuh kan, kalian berjodoh loh, buktinya sudah satu frekuensi,” Rafi melihat ke arah Erlan dan Renatta bergantian, “dalam menuduh gue! Oouch, it breaks my heart, Natta.” “Anggap aja kami setuju, tapi gimana cara permainannya agar berjalan fair? Gue gak mau dituduh curang, Raf.” Tutur Erlan, jumawa. Renatta melotot ke bos super tampannya itu. “Yang menang dua kali dari tiga cabang lomba, silakan ajukan hadiah atau tantangan ke lawannya. Tapiii…” Rafi menjeda. “Tapi apa?” keduanya bertanya serempak. “Tuh kan, jodoh kan? Hahaha…” Rafi terbahak hingga bahunya naik turun. “Raf, buru deh sebelum gue naik pitam.” “Haiishh… iya iya. Tapi jika kalian seri alias tidak ada yang mengungguli satu dari yang lain, gue yang akan kasih tantangan ke kalian, daan….” “Kak Raf kalau dijeda lagi, aku piting deh!” teriak Renatta kesal. “Ucet deh, kalian nih, pasangan yang kompak dalam menyakiti orang lain! Sabar dong Natta, aku kan harus menata kalimat dulu biar lebih dramatis.” Erlan geleng kepala melihat kelakuan kekanakan sepupunya. “Dan apa Kak Raf?” “Dan kalian wajib melakukan tantangan yang akan aku berikan.” Kali ini Rafi berkata tegas. “Apa tuh? Perasaan gue berkata ini akan enak di elu yang gak ngapa-ngapain tapi gak enak di gue ama Renatta yang harus bertanding sih?” tanya Erlan, penasaran. Sejujurnya dia tidak peduli karena yakin mampu memenangkan triathlon ini, tapi tidak ada salahnya untuk tahu tantangan yang diajukan Rafi. “Sekarang ini kan lagi booming platform baca daring tuh. Kalau di n****+ daring, biasanya satu sama lain saling suka, saling jatuh cinta setelah sama-sama saling kenal as time goes by. Tapi karena kalian layaknya Tom dan Jerry, gue minta tantangannya adalah…” Rafi melihat tajam ke arah Erlan dan Renatta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN