Luisa yang sedang sibuk menata sarapan pagi ini di meja makan, dikejutkan oleh munculnya Della secara tiba-tiba di belakangnya. Mengelus dadanya pelan, gadis itu memasang ekspresi bingungnya saat melihat wajah sumringah Della.
Gadis itu melirik Della yang duduk di kursi berhadapan dengannya sambil terus tersenyum menatap layar ponselnya. Senyum-senyum seperti orang gila.
"Kenapa kamu?" Luisa yang gemas melihat tingkah Della pun akhirnya membuka suara.
Della mendongak dengan senyuman manisnya. "Gapapa Kak," jawabnya singkat.
"Terus kenapa kamu senyum-senyum sendiri?"
Della menggeleng pelan. Dengan kepala menunduk. Sibuk dengan ponselnya. Luisa mendengus pelan dan memutuskan untuk mengabaikan sepupunya itu.
Dia mengambil piring dan menyendok nasi goreng dari mangkuk besar yang sudah dia masak tadi. Lalu menyahut ayam goreng dari piring satunya.
Gadis itu pun makan dengan lahap. Meskipun hanya dengan nasi goreng. Karena nasi goreng adalah satu-satunya menu makanan yang bisa dia masak. Selain itu, tidak ada.
Luisa benar-benar payah dalam urusan dapur.
Bukan hanya dapur sih sebenarnya. Untuk urusan rumah tangga lain, Luisa juga payah.
Gadis itu tidak bisa mencuci baju, menyetrika, mencuci piring, bahkan pekerjaan sesimple menyapu saja dia tidak bisa.
Entah bagaimana nasib suami Luisa nantinya. Mendapatkan istri yang tidak bisa mengerjakan apa-apa.
Luisa mendorong piring kosong bekas makannya menjauh dari hadapannya. Menuang air minum ke dalam gelas. Meminumnya hingga setengah.
"Alhamdulillah," ucapnya setelah selesai makan dan minum.
Gadis itu mendorong mundur kursinya. Berniat ingin kembali ke kamarnya. Dan bersiap-siap untuk bekerja.
Namun niatnya urung karena melihat Della masih belum menyentuh sarapannya sedikitpun. Gadis itu masih cengar-cengir di kurinya.
"Kamu nggak sarapan, Dell?" tanya Luisa pada Della.
Gadis itu menggeleng pelan. Masih dengan ekspresi bahagianya memainkan ponsel miliknya. Membuat Luisa makin bingung melihatnya.
"Cepet sarapan, Dell. Ntar telat kuliah loh!"
Della menghentikan senyumnya, mendongak menatap Luisa. "Nggak kok, Kak. Della kuliah agak siang."
"Kamu lagi apa sih? Dari tadi senyam-senyum nggak jelas gitu?" tanya Luisa.
Della sekali lagi tersenyum ke arah ponselnya. "Ini, Kak. Mas Al lucu banget. Bikin Della gemes aja!" jawabnya seraya tertawa geli.
Luisa membelalak. Gadis itu mencoba mencerna ucapan Della. Mas Al? Apa itu Alinya kah? Luisa buru-buru mendekati Della.
Mengintip pada ponsel Della yang menampilkan aplikasi chatting w******p.
Dan benar saja apa yang dikatakan Della. Ternyata Della memang sedang membalas pesan Al. Luisa tertegun. Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali saat membaca pesan yang dikirim Della pada Al.
What? Jangan bilang kalau sekarang Della sedang berusaha menikungnya. Luisa menggeleng beberapa kali. Dia tidak terima jika harus dijegal sepupu sendiri.
Apalagi usia gadis itu lebih muda darinya. Masa dia kalah dengan gadis duapuluh tahun? Tidak boleh, batin Luisa. Dia tidak akan membiarkan Della menikungnya semudah itu.
Enak saja dia berani mendekati Al tanpa usaha. Yang bertemu dengan Al lebih dulu kan dia. Masa sekarang Al lebih dekat dengan Della.
Luisa menggeram marah. Gadis itu pun langsung merebut ponsel Della dengan cepat. Membuat Della kaget setengah mati karena ponselnya berpindah tangan secara tiba-tiba.
Gadis itu menatap jengkel pada Luisa. "Kak Luisa apaan sih? Balikin hape aku nggak!" serunya marah.
Luisa menggeleng. "Nggak!"
Della menjerit jengkel. "Kak Luisa! Balikin hape aku! Balikin sini!" serunya berusaha merebut kembali ponselnya.
Namun Luisa segera menghindar. Menahan tangan Della yang berusaha menggapai ponselnya. "Kamu berani nikung Kakak, ya! Adik macem apa kamu? Berhianat sama Kakak sendiri!" ujarnya geram.
"Maksud Kakak apa sih? Della nggak ngerti!" balas Della.
"Ini apa? Kamu berani ya ngobrol sama Al di WA. Apa namanya kalo bukan hianatin Kakak? Kamu kan tau, Kakak lagi berusaha deketin dia! Keterlaluan kamu!" seru Luisa kencang membentak-bentak Della.
Della mendesah kasar. "Yang nikung siapa coba? Bukan aku yang hubungin Mas Al. Tapi dia yang hubungin aku duluan. Karena dia berusaha telfon ke hape Kakak. Dan nggak ada jawaban sama sekali!" balas Della.
Luisa pun langsung terdiam seketika. Wajah marahnya perlahan memudar. "Al nelfon aku?"
"Iya. Dan nggak Kakak jawab. Jadi dia hubungin aku. Tanya apa Kak Luisa ada di rumah atau udah berangkat kerja!" ujar Della kesal.
Luisa menatap bodoh adik sepupunya yang sedang merengut itu. "Al nelfon aku? Hapeku kan ada di atas," ucapnya pada diri sendiri.
Begitu tersadar, Luisa buru-buru berlari menuju kamarnya. Della langsung ternganga melihat kelakuan Kakaknya itu.
"Balikin hape aku, Kak!"
Luisa pun berhenti. Gadis itu melempar ponsel yang dia pegang ke arah Della. Kemudian berlari kembali masuk ke dalam kamarnya.
Della menjerit kencang. Berusaha menangkap ponselnya yang dilempar Luisa sembarangan. Gadis itu jatuh membentur kaki kursi saat berusaha menangkap ponselnya.
"Aduh..." rintih Della lirih. Jidatnya terasa sakit sekali. Tapi untungnya ponselnya berhasil dia selamatkan. Gadis itu mendesah lega. Menciumi iphone miliknya dengan bahagia.
"Selamet... selamet..." ucapnya penuh syukur berkali-kali. Gadis itu membatin dalam hatinya suatu saat nanti dia akan membalas perbuatan Luisa padanya.
Ya. Lihat saja nanti ya Della akan membuat jidat Luisa sebesar telur. Awas ya, batinnya sambil tersenyum licik.
***
Luisa membuka ponselnya dengan d**a berdebar-debar kencang.
Membuka kunci ponselnya, Luisa menutup mulutnya tak percaya. Ada sembilan panggilan tidak terjawab dari nomor Al.
Astaga, sebanyak itu kah Al berusaha menghubunginya? Apa dia boleh berharap Al tertarik padanya? Kemarin pria itu menelepon Della karena mengkhawatirkannya. Sekarang pun begitu.
Dan tanpa diminta pun hati Luisa langsung menghangat. Pipi gadis itu memerah dengan begitu saja. Luisa menggigit bibirnya berusaha menahan senyumnya.
Suara dering ponselnya terdengar. Luisa memekik girang saat melihat nama Al muncul di layar ponsel. Buru-buru gadis itu menggeser layarnya. Berdeham sebentar sebelum mulai berbicara.
"Hallo!" ucap Luisa.
"Hai. Lagi sibuk ya?" tanya Al dari seberang sana.
"Eh-enggak, kok."
"Lagi apa? Aku pikir udah berangkat kerja. Aku telfon dari tadi nggak nyambung," ucap Al.
Luisa meringis. "Maaf ya, aku tadi lagi masak. Hapenya aku tinggal di kamar. Jadi ngga tau kamu nelfon."
"Gapapa kok. Oh iya, nanti malem kamu ada waktu nggak?" tanya Al.
Luisa terdiam sebentar. "Emang kenapa?"
"Mau ngajak kamu nonton. Aku ada dua tiket nonton dari temen buat ntar malem. Kalo nggak sibuk, nonton yuk!" ajak Al.
Dan seketika jantung Luisa rasanya berhenti berdetak. Luisa menutup mulutnya dengan segera. Menahan teriakan keluar dari bibirnya.
Luisa sungguh senang tidak terkira. Al mengajaknya nonton. Fix! Al memang tertarik padanya. Benar kan, perasaannya tidak pernah salah.
Luisa mengipas-ngipas wajahnya yang terasa panas dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya memegang ponsel.
"Luisa? Kamu masih disana?"
Luisa tersentak kaget. Buru-buru dia menyahuti ucapan Al. Gila, karena terlalu senang dia sampai lupa jika ponselnya masih tersambung dengan telepon Al.
"I-iya Al. A-aku nggak sibuk, kok. Aku bisa nonton sama kamu. Bisa kok, bisa!" jawabnya tergagap.
Al terkekeh mendengar nada suara Luisa yang antusias. "Ya udah kalo gitu nanti aku jemput ya?"
"Iya boleh."
"Aku jemput jam tujuh ya?"
Luisa tersenyum senang. Akhirnya dia ada yang jemput juga. Selama ini dia tidak pernah sekalipun dijemput oleh laki-laki. Saat berpacaran dengan Ello dulu, boro-boro Ello jemput. Ngajak jalan aja nggak pernah.
Mereka cuma ketemu di kampus. Setelah itu Ello hanya ke rumahnya sekali untuk menemui orang tuanya. Dan langsung meminta restu.
Ibu Luisa yang sudah mengingkan Luisa segera menikah menyetujuinya tanpa berpikir lama. Sebulan setelahnya mereka bertunangan.
Dan beberapa bulan kemudian, Luisa mengetahui perselingkuhan Ello dengan Angel. Dan akhirnya mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan mereka yang sudah di depan mata.
Luisa melompat-lompat kegirangan setelah Al menutup teleponnya. Gadis itu berteriak dengan bahagia. Hampir saja dia menangis karena saking senangnya jika saja matanya tidak menangkap ke arah jam dinding di tembok kamarnya.
Pekikan senang gadis itu langsung berubah menjadi pekikan histeris. Dengan panik Luisa melempar ponselnya ke kasur. Buruburu gadis itu membuka lemari.
Lalu mengambil sebuah kemeja berwarna tosca dan rok pendek hitam selututnya. Luisa segera berganti baju dan bersiap-siap karena dia sudah kesiangan. Karena terlalu kesenangan menerima telepon Al, Luisa jadi lupa waktu.
***
Malam itu, Luisa duduk di sebuah cafe dengan senyum mengembang. Dia menunggu Al kembali dari toilet. Tak berapa lama, Al pun datang.
Senyum Luisa pun semakin lebar saja. Gadis itu bersorak senang saat melihat Al tersenyum padanya. Luisa memegangi dadanya yang berdebar tak karuan. Mungkin nanti dia akan cepat mati jika Al terus-terusan tersenyum padanya.
Al duduk di depan Luisa. Berhadapan dengan gadis itu. "Maaf ya, aku jemputnya terlalu awal. Padahal filmnya baru diputar jam delapan," ujarnya.
Luisa tersenyum seraya menggeleng pelan. "Gapapa kok. Nggak masalah buat aku."
Al mengangguk. "Jadi, nggak keberatan kan, kalo kita ngobrol-ngobrol dulu disini?"
"Nggak kok. Aku malah seneng bisa ngobrol sama kamu," balas Luisa cepat dengan senyuman manisnya.
Tapi buru-buru gadis itu meralat ucapannya saat melihat senyuman geli Al. "Eh-em.. itu maksudnya.. aku seneng bisa ngobrol sama kamu di cafe ini. Cafe ini tempatnya enak juga.
Choco Cappucinnonya aku suka. Enak," ujar Luisa.
Al mengangguk setuju. "Iya. Ini kan cafe langganan temen aku. Dia paling suka sama kopi moccanya disini. Katanya enak banget," balasnya.
Luisa tersenyum senang. Gadis itu terlihat antusias mendengar cerita Al. Mereka pun mengobrol tentang banyak hal. Sambil menunggu jam pemutaran Film yang akan mereka tonton.
Namun obrolan mereka terhenti saat suara seseorang memanggil Luisa dengan nyaring.
"Luisa!"
Luisa menoleh. Dan gadis itu terkejut bukan main. Melihat sosok yang sangat tidak ingin dia lihat sedang berdiri tak jauh dari tempat duduknya. Tersenyum manis ke arahnya.
Astaga, jika boleh Luisa ingin tenggelam ke lautan saja daripada bertemu makhluk Tuhan yang sangat ingin dia kutuk menjadi cicak itu. Agar bisa diinjak mati olehnya.