Chapter 9 : Inginku Berjodoh Denganmu

2322 Kata
Luisa tersenyum begitu manis pada sosok pria yang datang menghampirinya itu. "Hai Ello!" sapanya dengan sangat ramah. Padahal dalam batinnya dia ingin menggantung mantan pacarnya itu di pohon jengkol. "Kamu kenal dia?" tanya Al. Luisa mengangguk cepat. "Dia temen kuliah di Surabaya," balasnya. Al manggut-manggut mendengar jawaban Luisa. Pria itu tersenyum menyapa Ello yang berdiri di dekat meja mereka. "Wah... aku ganggu ya?" ucap Ello basa-basi. Luisa hanya menanggapinya dengan senyuman kecutnya. Dia mual melihat tingkah Ello yang sok merasa tidak enak. "Nggak kok. Duduk, Mas?" tawar Al. Ello pun menurut dan mengambil tempat duduk di samping Al. "Oh iya, Sa. Aku waktu itu kirim undangan ke kantor kamu. Udah nyampe ke kamu kan?" tanyanya. "Oh iya. Nyampe, kok. Makasih ya udah ngundang aku!" jawab Luisa dengan senyuman dibuat-buat. Ello mengangguk. "It's oke, Sa. Dateng ya! Si Sugar pasti seneng banget kalo kamu dateng," ujarnya. Sugar? Cewek kek gitu dipanggil Sugar? Sok manis banget deh! Orang pait kek jamu gitu, gerutu Luisa dalam hatinya. Luisa tersenyum lebar. Memamerkan deretan giginya yang putih mengkilap pada Ello. Gadis itu tertawa dalam hati melihat Ello yang sekarang jadi ketularan alay seperti Angel. Padahal dulu waktu masih pacaran dengan Luisa, boro-boro dia punya panggilan kesayangan dari Ello. Ketemu saja jarang. "Sugar nggak ikut?" ucap Luisa pada Ello. Menahan rasa mual yang tiba-tiba muncul karena menyebut Angel dengan panggilan itu. "Ada, kok. Cuma lagi ke toilet. Kok bisa kebetulan banget ya. Kita bisa ketemu disini?" Luisa tidak berniat menjawab. Hanya tersenyum lebar. Bibirnya yang tipis terlihat hanya segaris. Gadis itu melirik Ello yang tengah memperhatikan Al. "Pacar kamu ya, Sa?" ucap Ello pada Luisa. Luisa hanya tersenyum tipis. "Kenalin ini Al!" ucap Luisa. Al mengulurkan tangannya pada Ello yang memandanginya. "Saya Al" Ello menyambut tangan Al. "Saya Ello. Mas Al pacarnya Luisa ya?" tanya Ello yang hanya ditanggapi senyuman tipis oleh Al. Luisa Menoleh pada Al yang sedang menatapnya. Luisa pun buruburu mengalihkan pembicaraan. "Filmnya masih lama ya, Al?" ucapnya pada Al. Pria itu menyibak lengan jaket jins yang dipakainya. Melihat jam tangannya. "Lima belas menit lagi, Sa." "Cari cemilan buat nonton yuk!" ajak Luisa. Al mengangguk. "Boleh." Luisa memutar bola matanya malas. Menoleh pada Ello yang masih memperhatikan Al. Meneliti pria yang datang bersamanya itu dari atas ke bawah. Dalam batinnya ingin sekali Luisa tertawa melihat Ello yang sedang memandangi Al. Memperhatikan tiap inchi penampilannya. "Mas Al kerja dimana?" tanya Ello pada Al. Al hanya tersenyum membalas pertanyaan Ello. "Kerja di kantoran juga? Kantor apa?" ujar Ello menyelidik. Dan Al hanya tersenyum tipis. Tanpa mau repot-repot menjawab. Tapi Luisa yang malah mendelik menatap Ello. Ingin sekali dia menjambak rambut Ello seandainya dia bukan pria. "Al nggak kerja di kantor," ucap Luisa membuat Ello menoleh kepadanya. "Karena dia itu dokter. Bukan pegawai negeri kayak kamu!" lanjut Luisa menekan kata-katanya. Ello ternganga. Pria itu mengedip berkali-kali memandangi Al. Lalu pria itu meringis. "Oo... pantesan." Luisa mendengus. "Aku duluan ya, El. Mau cari cemilan dulu. Buat temen nonton!" ujar Luisa ketus. "Loh... kalian mau nonton ya?" tanya Ello. Luisa melengos. "Iyalah. Tadi kan udah bilang. Masa harus ngomong lagi sih!" sindirnya. "Barengan aja yuk! Aku sama Sugar mau nonton juga!" Luisa langsung menoleh ke arah Ello. Pria itu tersenyum lebar padanya dan Al. Luisa memasang muka kesalnya. Melototi Ello dengan seram. Tapi anehnya pria itu tidak terlihat takut padanya. Ello masih bertahan dengan senyum lima jarinya. Al menoleh pada Luisa yang memasang wajah kusut. Mengharapkan jawaban atas tawaran Ello. Terlihat sekali jika gadis itu seperti enggan. Dia ganti menatap Ello. "Kami duluan aja, Mas. Saya mau ngajak Luisa jalan-jalan bentar." "Mau kemana, kan filmnya mau diputar. Nanti kalian telat loh!" balas Ello. Luisa mengatupkan bibirnya. Menatap Ello dengan amarah yang menggebu. Memangnya Ello siapa bisa seenaknya mengatur Luisa. "Gapapa kok, Mas. Kan nanti kalo kelewatan ceritanya, lain kali bisa nonton lagi," jawab Al. Pria itu pun mengajak Luisa pergi dari sana. Al memasukkan tangannya ke dalam saku celana kainnya. Berjalan di samping Luisa yang sedang manyun. "Jangan manyun terus. Nanti dikira orang kita lagi berantem," tegur Al. Luisa menoleh, menatap Al bingung. Al terkikik geli melihatnya. Luisa pun jadi salah tingkah. Gadis itu nyengir lebar pada Al. "Kamu lagi bermasalah sama temen kamu tadi?" tanya Al. "Hah? E-enggak kok," ujar Luisa terbata. Al mengernyit. "Masa sih? Kok kayaknya kamu keliatan sebel banget sama dia?" "Emang keliatan?" Al mengangguk. "Iyalah. Keliatan banget." Luisa mengendikkan bahunya. "Tau deh. Aku males ketemu itu orang. Ngeselin dia. Bikin mules." Al terkikik lagi. Pria itu geleng-gelang kepala mendengar perkataan Luisa. "Oh iya, kita mau kemana nih?" Luisa mengendikkan bahunya lagi. "Terserah kamu aja!" "Filmnya gimana? Kayaknya udah diputer deh," ujar Al memperhatikan jam tangannya. "Aku udah nggak mood nonton, Al. Males kalo nanti ketemu Ello lagi di dalem." "Terus gimana? Nggak jadi nonton?" tanya Al. "Kita jalan-jalan aja ya?" pinta Luisa. Al mengangguk setuju. "Oke deh. Ayo!" balas Al. Mereka pun berjalan menyusuri pertokoan di mall tersebut. Mata Luisa melihat-lihat boneka yang dipajang di etalase sebuah toko. "Mau boneka?" tanya Al. Luisa mengangguk cepat. "Mau liat-liat, Al. Boleh ya?" ucapnya antusias. Al terkekeh. "Boleh lah. Masuk aja!" Senyum Luisa pun terkembang. Gadis itu tersenyum lebar memasuki toko boneka itu. Dengan senangnya Luisa melihat-lihat boneka yang berjajar di dalam toko. "Wah... lucu!!" Ucapnya senang saat melihat boneka teddy bear couple dokter. Gadis itu berdecak kagum melihat sepasang boneka lucu tersebut. "Kayak kamu!" ucap Luisa pada Al. "Hah? Kok aku sih? Emang aku mirip teddy bear?" ujar Al terbelalak. "Kamu kan dokter. Sama kayak bonekanya!" balas Luisa tertawa geli. Al pun tertawa. Pria itu maju untuk mengambil boneka itu. Boneka itu memang lucu. Al ganti menoleh pada Luisa yang sedang menatapnya. Dia lalu membawa boneka itu ke meja kasir. "Saya mau yang ini, Mbak," ucapnya pada si kasir toko. "Beliin buat pacarnya ya, Mas?" tanya si kasir toko tersebut pada Al. Al hanya tersenyum tipis menanggapinya. "Pacarnya cantik Mas!" kata kasir itu lagi. Al menoleh dan tersenyum saat mendapati Luisa sedang melihat-lihat boneka disana dengan kagum. Padahal hanya melihat boneka saja sudah membuat gadis itu bahagia. Sederhana sekali hidupnya. Al menunduk dengan sebuah senyuman yang tersungging di bibirnya. "Ini, Mas." Al buru-buru menerima sebuah paper bag berukuran tanggung yang berisi boneka yang tadi dia beli. Setelah itu, Al berjalan menghampiri Luisa yang sedang tersenyum-senyum sendiri sambil memilih-milih boneka. "Mau beli yang mana?" tanyanya pada gadis itu. Luisa mengendikkan bahunya. "Nggak tau, Al. Pada lucu-lucu semua. Jadi bingung pilih yang mana. Lain kali aja deh kesini lagi!" jawabnya. Al mengangguk pelan. "Ya udah. Ayo mau kemana lagi nih?" "Pulang aja deh, Al." "Pulang?" Luisa manggut-manggut. "Iya. Tapi mau ke toko kue dulu, ya? Della minta oleh-oleh." Mereka pun beranjak keluar dari sana dan memasuki sebuah toko kue. Luisa mengambil sebuah nampan dan mulai menyusuri etalase yang berisi berbagai macam kue. Al ternganga melihat Luisa yang sudah lincah berjalan kesanakemari memilih-milih kue yang akan dia beli. Pria itu tertawa renyah saat Luisa memasang wajah bahagianya tatkala melihat kuekue yang menggiurkan itu. Pria itu tidak habis pikir. Kenapa Luisa mudah sekali bahagia karena hal-hal yang sepele. Tapi kadang juga bersikap konyol yang membuatnya ingin tertawa keras. Ada kalanya gadis itu terlihat ketus yang membuatnya tampak menggemaskan. Al tertawa-tawa sendiri hingga tak sadar Luisa sudah berada di dekatnya. "Kamu kenapa, Al?" ujarnya bingung. Al tersentak kaget. Pria itu terlihat salah tingkah. Al menggeleng pelan. "Udah?" tanyanya. Luisa mengangguk. Menunjuk nampannya yang sudah penuh akan bermacam-macam jenis roti. Al mengambil alih nampan roti tersebut. "Kamu tunggu disana aja. Biar aku yang bayar," ujarnya pada Luisa. Luisa sudah akan menolak. Tapi saat dia melihat antrian kasir yang panjang, gadis itu pun mengurungkan niatnya. Dia pun memutuskan untuk keluar dari toko dan menunggu Al membayar rotinya. Duduk di kursi kosong yang disediakan oleh Mall sebagai tempat duduk pengunjung. Sepuluh menit kemudian, Al belum datang juga. Luisa yang sudah mulai bosan pun memainkan ponselnya. Baru saja dia membuka aplikasi game di ponselnya, suara orang berdehem membuatnya mendongak. "Pak Raka," ucap Luisa. Pria tampan itu tersenyum tipis. Lalu duduk di bangku samping Luisa. "Sama siapa?" tanyanya. "Oh... sama... sama temen, Pak. Bapak sendiri?" ujar Luisa. "Sendiri." "Oh.." "Kamu lagi ngapain? Temen kamu mana?" tanya Raka. Luisa menunjuk ke dalam toko. Dimana orang-orang berjajar mengantri untuk membayar roti. "Lagi nunggu temen. Tuh, orangnya lagi ngantri di kasir." Raka terlihat mengangguk pelan. "Kalo tau kamu mau kesini juga, sekalian aja deh sama aku tadi." Luisa memasang senyum tipisnya. Menoleh pada Al yang masih ada di barisan antrian. Gadis itu jadi merasa canggung karena Raka terus mengajaknya ngobrol. Tak tahan, Luisa pun beranjak berdiri. "Maaf, Pak. Saya mau ke toilet. Saya duluan ya. Kayaknya temen saya juga udah selesai bayar itu," pamitnya pada Raka. "Kalian naik apa tadi kesini?" tanya Raka. "Temen saya bawa mobil tadi." Raka mengangguk pelan. "Oh... ya udah. Kirain tadi nggak bawa mobil. Biar saya anter aja pulangnya," balas Raka. Luisa tersenyum tipis. Lalu buru-buru berlari ke arah toilet. Karena terburu-buru, Luisa pun tidak melihat jika lantai yang masih injak sedang basah. Gadis itu menjerit kaget saat tubuhnya mendadak terayun ke belakang. Tapi sebuah lengan menahan tubuhnya yang akan terjatuh. Luisa mematung saat pandangannya bertemu dengan orang yang menyelamatkan nyawanya. "Al..." lirihnya. Pria itu membantu Luisa berdiri. Memegangi pinggang gadis itu dengan tangan kirinya. Sedang tangan kanannya menenteng sebuah kantong plastik berisi roti yang tadi dia beli. "Hobi banget sih, jatuh-jatuhan kayak gitu," omelnya. Luisa menunduk. Memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Al. "Nggak sengaja. Tadi buru-buru," jawabnya lirih. "Kebiasaan deh. Ngapain sih pake lari-lari segala? Emang jalan biasa aja nggak bisa?" "Maaf..." Al mendesah. Tak tega kalau terus memarahi gadis itu. Luisa memang ceroboh. Untungnya tadi dia sempat melihat Luisa berjalan terburu-buru menuju ke arah toilet. Al yang baru keluar dari toko roti pun mengikutinya. "Ya udah. Ayo pulang!" ajaknya. Pria itu beranjak dari sana. Tapi Luisa masih diam di tempat. Dengan wajah merengut. Al berbalik. Pria itu menghela nafas panjang. Kembali mendekati Luisa. "Nggak mau pulang?" tanyanya. "Mau." "Terus ngapain masih disini? Ayo kita pulang!" ajak Al. Luisa terdiam. Tidak menjawab. "Kenapa? Mau digendong?" tawar Al. Gadis itu menggeleng. "Lah terus kenapa?" "Malu diliatin orang-orang," jawab Luisa. Al menahan senyumnya. Memang sejak tadi dia dan Luisa menjadi bahan tontonan orang. Karena suara menggelegar Luisa saat menjerit karena hampir jatuh tadi menarik perhatian pengunjung lain. "Nggak usah malu-malu. Orang tadi aja hampir malu-maluin!" celetuk Al. Luisa pun bertambah manyun. Al tertawa. Pria itu merangkul pundak Luisa dengan segera. "Udah ayo! Kalo ntar diliatin orang, ya bales liatin balik. Kalo perlu pelototin. Biar pada takut." Luisa tertawa terkekeh. Mengikuti Al berjalan ke arah lift. Menuju ke tempat parkir mobil. *** Al menghentikan mobilnya tepat di depan rumah kontrakan Luisa. Pria itu melepaskan sabuk pengamannya. Meraih paper bag berisi boneka. Juga kantong plastik berisi roti di jok belakang mobil. "Ayo turun!" ajak Al. "Kamu mau mampir?" Al mengangguk. "Iya. Sekalian mau ketemu Della," jawabnya santai. Tanpa tau ekspresi wajah Luisa yang mendadak masam. Gadis itu merengut menatap Al tajam. "Mau ketemu Della emang mau ngapain?" tanyanya. "Ya cuma pengen ketemu aja!" Luisa membuang mukanya ke samping. Malas menatap Al. "Kalo gitu nggak usah masuk. Della nggak ada di rumah," ujarnya ketus. Al terdiam sejenak. Kemudian mengangguk. "Oh... ya udah lain kali aja aku mampir kalo Della ada di rumah," balasnya lagi yang membuat Luisa terbakar emosi. Gadis itu melepas sabuk pengaman dengan kasar. Lalu membuka pintu mobil dan segera turun dari mobil. Berjalan buru-buru menuju ke halaman rumah. Tidak menggubris Al yang sedang kebingungan karena melihat kemarahan Luisa yang tanpa alasan. Al pun bergegas turun dari mobil. Berlari kecil menyusul Luisa. Sambil membawa barang yang tadi dia ambil di jok belakang, pria itu menahan tangan Luisa yang mengeluarkan kunci rumah dari dalam tasnya. "Luisa! Kok kue sama bonekanya nggak dibawa sih?" ujar Al. Luisa melengos. Tidak mau menoleh pada pria itu. Al memindahkan paper bag dan kantong plastik tadi ke tangan Luisa. Gadis itu terdiam. Tidak menjawab sama sekali. Terlihat jika gadis itu masih ngambek. Tapi matanya melirik pada paper bag berisi boneka yang tadi dibeli oleh Al. "Ini kan boneka kamu? Kenapa dikasih ke aku?" tanyanya ketus. "Itu aku beli buat kamu," Balas Al. "Kenapa?" Al tersenyum pada Luisa. "Kata kamu kan boneka itu mirip sama aku. Jadi ya biar kamu inget terus sama aku," ucapnya begitu lembut. Luisa membelalakkan matanya. Dan seketika wajah gadis itu pun memerah malu. Luisa buru-buru menunduk karena tak ingin Al melihat pipinya yang terasa hangat. Dia yakin pipinya pasti sedang bersemu sekarang. Gadis itu terlihat salah tingkah. Tapi dia buru-buru membuka paper bag berisi boneka tadi. Untuk menghilangkan grogi. "Ini bonekanya ada dua. Apa nggak kita bagi aja? Satu buat kamu. Satu buat aku." Al tersenyum. "Boleh juga. Sini aku mau boneka dokternya!" ucap Al mendekat pada Luisa. Ingin meraih paper bag yang dibawa gadis itu. Tapi Luisa buru-buru menyembunyikan paper bag itu di belakang punggungnya. "Enak aja! Yang dokter itu buat aku! Kamu ambil yang susternya aja!" "Loh... kenapa gitu? Kan aku yang beli. Harusnya terserah aku mau ngambil yang mana!" seloroh Al. Luisa menggeleng cepat. "Nggak! Pokoknya yang mirip kamu buat aku. Kamu ambil boneka susternya aja! Titik! Nih! Nih! Ambil nih!" Gadis itu memberikan boneka teddy bear yang berpakaian suster ke tangan Al. Al tertawa geli melihat Luisa mendekap boneka dokter itu di dadanya. Al mengamati boneka teddy bear suster yang sedang dia pegang. "Oke deh. Yang ini lucu juga mirip kamu. Jadi boneka ini bisa ngingetin aku sama kamu terus." Luisa terdiam kaku. Gadis itu berdiri mematung. Menatap Al yang sedang tersenyum lembut kepadanya. "Ya udah. Aku pulang dulu! Kapan-kapan kita jalan lagi ya!" ujar Al berpamitan. Luisa sama sekali tidak menanggapinya. Gadis itu membiarkan Al berlalu dengan mobilnya. Meninggalkan area perumahan tempat Luisa tinggal bersama Della. Gadis itu mendekap erat boneka dari Al. Dan sekarang, bolehkah dia berharap Al menyukainya? Bolehkah dia ingin Al yang akan menjadi jodohnya? Bukan hanya sekedar menjadikan pria itu sebagai tameng untuk menghadapi keluarganya dan juga Ello. Tapi untuk benar-benar menjadi pendampingnya. Seseorang yang akan menemaninya hingga dia tua nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN