Aku terbangun dengan seluruh tubuh yang terasa sakit. Penghlihatanku masih samar-samar, aku bahkan tidak tahu, di mana aku saat ini. Dengan sekuat tenaga, aku berusaha bangun, lalu sadar bahwa aku sedang tidak berada di kamar ku saat ini. Aku diam sejenak, memperhatikan keadaan sekitar, melihat tas ku di atas meja samping tempat tidur, heels ku di lantai, pakaianku masih lengkap. Namun aku berada di kamar hotel. Aku? aku tentu saja panik. Namun beberapa menit setelahnya terdengar suara dari arah pintu hotel, seperti orang yang akan masuk, dan benar saja, beberapa detik setelahnya di hadapan ku, muncul seorang pria dengan kemeja putih dengan lengan yang di gulung serta celana hitam yang melekat pas di badannya, mendekat ke arah ku.
Mas Al ngapain di sini?
“Udah sadar ternyata. Ayo pulang.” Ucap nya dengan santai. Ia duduk di sofa yang tak jauh dari tempat tidur, aku melirik jam di dinding, pukul setengah dua dini hari. terlalu dini untuk sekedar mabuk. Tapi apa yang ia lakukan di sini? Bukannya aku menghadiri pesta ulang tahun, lalu apa hubungan ku dengannya? Apa ia yang membawaku ke tempat ini?
“Bentar… mas dari mana? Tadi aku ingat aku ada di pesta ulang tahun Maretha, kenapa mas ada di sini? Mas yang bawa aku ke sini?” Tanya ku.
Al mengangguk.
“Terus kok bisa mas ada di sana?” Tanya ku, lagi. Aku penasaran, pesta se liar tadi mana cocok dengan orang seperti mas Al, lagi pula, dia apa hubungannya dengan Maretha?
“Dia juga rekan bisnis saya. Rumah cumi punya saya, dua puluh persennya modal dia.” Ucap Mas Al. aku mengangguk mengerti. Aku memang masih pusing, namun penglihatanku sudah jelas lagi. Sudah terlalu sering mabuk membuat ku jadi kuat begini, mungkin tadi aku pingsan sebentar, sekarang, jika di ajak ke dance floor lagi pasti aku akan bersemangat untuk itu.
“Ayo pulang.” Ucap Mas Al lagi. Aku melirik jam sekali lagi, masih terlalu dini untuk pulang. Ya walaupun besok masih hari kerja, aku masih bisa menikmati acaranya hingga subuh, lalu bekerja pada pagi hari nya.
“Nggak ah, aku masih mau ikut party nya.” Jawab ku. Aku menurunkan kaki ku dari kasur, kemudian memasang heels super tinggi itu di kaki ku, bersiap untuk kembali ke ballroom tadi.
“Ayo pulang, sudah hampir jam 2. Bahaya kamu di sana, tadi kamu sudah hampir di bawa pulang sama laki-laki yang satu meja sama kamu. Untung saja, saya cepat tarik kamu, kalau tidak mau apa kamu sama dia.” Ucap nya yang terdengar seperti bapak-bapak yang memarahi anak nya. Tapi mendengar hal tersebut aku langsung bersyukur. Senakal-nakal nya aku, aku tetap menjaga mahkota ku, ya setidaknya suami ku nanti tidak akan mendapat bekas dari orang lain yang bukan siapa-siapa ku.
“Belum juga jam 2. Ayo, ke dance floor nya lagi. Gak bahaya kalau mas ikut.” Jawab ku dengan penuh semangat. Aku berdiri, lalu berjalan ke arah nya, melihat ku berjalan ke arah nya, Mas Al terlihat menjauh, ia menarik tubuh nya, apalagi ketika aku berdiri tepat di hadapannya.
Sebentar… apa dia takut? Kenapa ekspresi nya begitu?
Lama ku cermati, akhir nya aku paham, Mas Al memang laki-laki baik, ia tidak neko-neko, andai saja ia mau menjahati ku tadi, mungkin sekarang aku sudah habis oleh nya, tapi tidak, ia bahkan dengan baik nya, membawaku ke kamar, lalu membungkus tubuh ku dengan selimut. Dasar penghuni surga. Melihat tampang nya yang begitu polos menjadikan ku ingin mengerjai nya, kemarin ia sudah berniat menjadikan ku sebagai istri, jika ia melihat sisi paling buruk ku, apakah ia masih mau bertahan?
Aku maju satu langkah, hingga hampir tidak ada jarak di antara kami. Kaki ku menyentuh lutut nya, ia yang sedang duduk berusaha berdiri ketika aku berdiri di hadapannya. Dengan wajah menggoda, aku menguncir rambut ku dengan ikat rambut hitam yang selalu ku bawa kemana-mana. Aku tersenyum nakal, lalu naik ke paha nya pelan-pelan, dan duduk menghadap dirinya. Mas Al tentu saja kaget, ia bahkan sampai mematung selama beberapa menit sebelum berusaha menyuruh ku turun dari pangkuannya.
“Celine… kamu ngapain? Turun!” Ucap nya dengan tegas. Ia berusaha menurunkan ku dari pangkuannya, namun aku malah semakin memberanikan diri ku, mengalungkan tanganku di lehernya, sehingga ia benar-benar seperti terkunci oleh ku.
Aku tersenyum nakal, mata ku dan mata nya bertemu, aku mendekatkan wajah ku kepadanya hingga hidung ku dan hidung nya bertemu, tidak ada jarak di antara kami berdua. “Katanya mau nikah sama aku? mumpung di hotel nih. I’ll make you as the person to taste me first.” Ucap ku nakal, aku bahkan bisa merasakan hembusan napas nya yang berat.
“Celine, turun.” Ucap nya dengan tegas. Aku tersenyum, sepertinya ia memang sudah termakan oleh keisengan ku. Baru saja aku hendak turun dari pangkuannya, tiba-tiba Mas Al berdiri, membuat ku benar-benar jadi di gendong oleh nya. Ia berjalan menuju kasur, lalu menjatuhkan tubuh ku di atas benda empuk itu. tidak berselang lama kemudian, ia juga ikut naik ke atas kasur tersebut, menindihku dari atas, hingga hampir tidak ada jarak di antara kami berdua.
“Eh?! Mas ngapain? Mas! Aku bercanda tadi!” Ucap ku panik. Sial, apakah aku sudah membangunkan macan yang sedang tidur? Aku benar-benar panik, Mas Al nampak berubah dalam kurun waktu sepersekian menit. Aku bahkan sampai tidak bisa bergerak di buatnya, ia betul-betul menindih tubuh ku, membuat ku sama sekali hampir menyerah di buat nya.
“Ini kan yang kamu mau?” Bisik nya tepat di telinga ku. Aku merasakan darah ku berdesir dari ujung kepala hingga ujung kaki, mata kami bertemu, aku seharusnya bisa kabur dalam posisi ini namun entah kenapa aku malah diam saja, menatap mata nya yang sendu.
Mas Al kemudian bangun, ia merapihkan kemeja nya yang kusut setelah menindih tubuh ku. Ia berdiri kemudian menatap ku dengan tatapan datar nya. “Saya belum sempat bicara sama orang tua kamu. Nanti saya minta kamu ke mereka. Daripada seperti ini, bikin dosa, mending saya nikahin kamu langsung.” Ucap nya.
“Aku belum mau nikah. Aku gak siap.” Balas ku, aku bangun lalu duduk di tepian ranjang.
“Kamu harus siap, kamu bilang kamu mau jadi istri saya.”
“Itu Cuma bercanda, aku gak serius sama sekali.”
“Di kepala saya kamu sudah serius, nanti saya ke rumah kamu lagi. Oh iya, kurang-kurangi kehidupan bebas kamu, saya gak suka kalau istri saya mulut nya bau alkohol.” Balas Mas Al sembari tersenyum licik ke arah ku.
Sial, apa barusan aku yang kalah?