cemburu...

1122 Kata
“Syah… sorry kalau kamu tersinggung. Tapi bisa gak sih kalau kamu pengen tahu sesuatu itu gak melebihi batas? Nggak, aku emang nganggap kamu sebagai saudara ku sendiri, tapi dari awal kita kenal kamu selalu kelewatan batas sama aku. aku gak minta kamu buat sujud-sujud ngehargain aku, atau tunduk tiap kali ngomong sama aku. tapi nanyain sesuatu sampai mojokin saudara ku sendiri it’s not good for us, kamu terkesan terlalu kepo kosong.” Balas Celine, akhirnya ia berani berkata seperti itu. sejak semalam memang mood nya sudah acak-acakan, di tambah dengan Aisyah yang juga tak pernah berubah, rasanya Celine ingin marah namun selama ini ia hanya menahannya saja. “Kok mbak malah marah? Jadi bener ya? Bener dong mbak? Iya kan? Kok bisa? Nakal ya saudaranya?” Tanya Aisyah, lagi. gadis itu memang seakan sengaja memancing emosi Celine, sebisa mungkin Celine menahan dirinya agar tidak terlalu kasar kepada Aisyah. “Aku denger-denger dari bude yang dateng ke acara nikahan mbak, dulu katanya mbak juga nakal ya? Sering main ke club malam gitu. Ih beda banget ya sama mas? Jadi bingung kok mas mau gitu di jodohin sama mbak. Aneh banget kan ya. Udah ah, udah terlanjur juga, mbak jangan emosi ya, kan aku Cuma nanya.” Jelas Aisyah dengan senyum di penghujung kalimatnya. Celine menarik napas dalam-dalam, kemudian segera beranjak dari tempatnya, ia tidak bisa lebih lama lagi duduk di sana meladeni ucapan-ucapan Aisyah yang sejak tadi terus memancing emosinya. Melihat Celine berdiri, Aisyah juga turut berdiri, mengikuti Celine dari belakang. “Gak enak ya mbak makanannya? Kok cepet amat selesainya?” Celine tidak menggubris gadis itu, ia buru-buru menyambar tas nya yang terletak di atas meja, kemudian berjalan cepat menuju garasi tempat mobilnya terparkir. ***** Al baru menyelesaikan operasi panjang nya tepat pada pukul tujuh pagi, seluruh tubuh nya terasa begitu lelah, operasi semalam adalah operasi terlama yang pernah ia lakukan selama ia bekerja sebagai seorang dokter, ia berkali-kali menghubungi istrinya untuk meminta maaf karena tak mengantarnya pulang, sekaligus juga untuk memastikan apakah Celine sudah sampai di kantor dengan aman, tetapi sejak tadi Celine tak merespon, Al masih positif thinking, bisa jadi gadis itu sedang menyetir hingga tak sempat untuk mengecek ponsel nya. “Dokter Fudhail, ada dokter Dianty di depan nyariin.” “Oh? Suruh masuk saja.” Jawab Al, jika kalian lupa, Dianty adalah orang yang pernah mengisi hati Al bertahun-tahun sebelum mengenal Celine, cinta nya kandas karena Dianty lebih memilih untuk menikah dengan orang lain saat itu. “Hai, kemarin aku kirim paket ke rumah kamu. Sudah di lihat kah?” Tanya Dianty. Wanita itu duduk di kursi pasien yang menghadap ke Al. “Paket apa? gak tau, dari semalam juga saya di sini karena operasi gantiin Mas Daffa.” Jawab Al. Al terkesan cuek, bukan karena sengaja, setelah menikah dengan Celine entah mengapa rasanya ia jadi semakin malas untuk berbicara dengan perempuan lain. “Kado, kado nikahan kamu itu. nanti di buka ya kalau pulang. Itu aku khusus beliin buat kamu tau.” Balas Dianty. “Mungkin udah di buka sama istri saya.” “Eh gak nyangka banget ya kamu malah nikah sama cewek yang waktu itu datang nemuin kamu? Sempit banget dunia. Padahal aku gak nyangka kamu bakal naksir sama yang gaya nya kayak gitu. Eh jangan tersinggung, maksud ku selama ini aku mikirnya kamu suka sama yang berjilbab gitu looh.” Dianty jadi salah tingkah sendiri ketika sadar bahwa apa yang ia ucapkan bisa menyinggung perasaan Al, namun di detik selanjutnya ia tiba-tiba jadi panik sendiri, setelah melihat istri dari pria yang ada di hadapannya ini tengah berdiri di depan pintu sembari menenteng tas dan juga sebuah paperbag yang entah apa isinya. “Ganggu ya?” Tanya Celine. Mood nya yang sudah tidak bersahabat di rumah, kini semakin menjadi setelah melihat suaminya berduaan dengan wanita yang pernah ia sukai selama bertahun-tahun, rasanya ia ingin meluapkan emosinya saat itu juga andai ia tidak memikirkan harga diri nya sendiri. “Nggak sayang, sini kamu. Udah kenal kan sama dia? Teman ku. Kok tiba-tiba kesini? Gak telat kah? Maaf ya tadi kalau pulang ke rumah bisa lebih telat lagi soalnya pasti kena macet.” Al berdiri, menghampiri sang istri, membawanya untuk duduk tepat di kursi yang ia duduki tadi sehingga Celine dan Dianty, duduk saling berhadapan. “Iya kenal kok, hai mbak.” Ucap Celine yang berusaha terlihat seramah mungkin. “Hai. Aku tadi kesini cuma ngasih tau dia soal paket yang aku kirim buat kado nikahan kalian kemarin, maaf ya gak sempat datang.” Ucap Dianty sembari tersenyum. Celine mengangguk “Iya, udah di terima kok sama ipar ku, semalam udah di kasih juga ke aku tapi belum sempat aku buka, btw thanks ya mbak.” Jawab Celine, ia berusaha terlihat seramah mungkin walau dalam hati ia sudah kesal setengah mati karena melihat suaminya berduaan dengan wanita di hadapannya ini. “Eh iya sama-sama. Tapi kamu ngapain datang ke sini pagi-pagi, bukannya kamu juga kerja ya?” “Iya, tapi mas Al kan belum sempat pulang. Jadi mampir aja bawain sarapan, dia suka lupa sarapan soalnya. Mas, nih di makan ya.” Celine menatap suaminya sesekali, sembari menghidangkan makanan yang ia bawa di atas meja. Ingin rasanya ia menyuruh Dianty keluar namun wanita itu masih tetap di sana, duduk menatap Celine yang sedang sibuk dengan makanan di hadapannya. “Yah sumpit nya Cuma ada dua, nih buat Mbak satu. Aku sama Mas Al berdua aja sumpit nya.” Ucap Celine dengan senyum jahil nya, ia menyumpit chicken karage di hadapannya lalu menyuapi suami nya tanpa rasa canggung, padahal di depan mereka tengah ada Dianty. “Aaaaa sayang.” “Cel?” Walaupun sedikit malu dan juga canggung, Al tetap menuruti istrinya sendiri, jatuh sudah martabat yang sudah ia bangun selama ini, Al yang terkenal dingin, terlihat seperti b***k cinta di hadapan istrinya sendiri. “Eh… I think I should go.” Ucap Dianty, canggung melihat kemesraan mereka berdua. “Loh kok? Makan bareng sini mbak, sebelum kerja kan pasti ntar bakal padat banget.” Ucap Celine. “Nggak, ngga apa-apa, kalian aja makan bareng. Aku duluan ya.” Setelahnya Dianty benar-benar beranjak dari sana meninggalkan Al dan Celine yang masih fokus dengan sarapan mereka. “Galak banget ya nyonya Fudhail, nyindir nya gak main-main sampai bikin orang pergi.” Ucap Al yang sejak tadi menahan tawa nya sendiri ketika melihat sang istri tiba-tiba terlihat begitu agresif di hadapan Dianty. “Lagian kalian berdua ngapain coba berduaan pagi-pagi? Udah ah badmood ih akunya.” “Loh kok tiba-tiba badmood? Makan yuk, tapi kenapa gak sarapan di rumah aja? Aisyah gak bikin sarapan?” Tanya Al. “Bikin, rasanya bikin sakit hati. Udah nanti aja bahasnya, aku gak mau mood ku makin kacau.”

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN