Tragedi kunci yang hilang

1156 Kata
                Aku diam mematung di kasur ku, entah kenapa perlakuan Mas Al kepada ku tadi, membuat ku jadi tidak enak sendiri kepadanya. Aku sudah marah-marah tidak jelas, padahal ia hanya ingin melindungi ku dari orang-orang jahat. Setelah ia mengantar ku pulang tadi, tidak ada percakapan di antara kami berdua, aku mengucapkan terimakasih namun ia hanya menganggukan kepalanya, tidak ada ucapan basa basi seperti biasanya. Apa ia marah?                 Aku langsung berdiri, mengganti baju ku dengan baju kaos oblong da juga celana pendek. Tidak lama kemduian ku dengar kamar ku di ketuk oleh seseorang, aku tidak tahu, siapa, aku langsung membuka pintu, ternyata Cena. Ia berdiri di depan pintu kamar ku, terlihat begitu grogi, ia bahkan sampai menggigit bibir bawah nya, aku melirik jam, sudah pukul setengah dua belas malam, dan Cena masih belum tidur? Tumben sekali.                 “Apa cen?” Tanya ku.                 “Anu cel…” Ucap nya kemudian ia diam selama beberapa saat. Aku menyandarkan tubuh ku di pintu, menunggu Cena berbicara.                 “Kenapa?” Tanya ku lagi. Namun Cena masih tetap diam, ia tidak berbicara sedikit pun hingga membuat ku jadi kesal sendiri, aku mengantuk, tapi Cena bahkan dengan tega nya malah membuang-buang waktu ku.                 “Cen kalau gak ada yang mau di omongin, gua mau tidur nih.” Ucap ku, lagi. Namun Cena masih tetap diam, ia hanya menatap ku dengan tatapannya yang penuh dengan keraguan.                 “Yaudah deh, gua tidur ya. Next time aja, lo pikir-pikir aja dulu lo mau ngomong apa.” Ucap ku sembari menutup pintu. Aku kalau bisa jujur, tentu saja aku kesal, Cena sejak kecil selalu begitu, paling tidak tau harus bicara apa bahkan jika sudah di depan orang nya sekalipun. AUTHOR POV                 Al langsung masuk ke dalam kamar nya setelah menurunkan Celine di depan rumah nya. Perasaannya campur aduk, ketika melihat Celine, terkadang ia senang, terkadang ia juga ingin mundur setiap kali melihat kelakuan Celine yang luar biasa bar-bar nya. Berbeda dengan Cena, Cena terkesan benar-benar seperti perempuan yang Al idam-idamkan selama ini, cantik, baik, tutur kata nya lembut, tapi apa yang Al lihat di diri Cena sekarang tidak membuat nya bersemangat seperti ketika Al melihat Celine. Di sisi lain juga Al masih ragu terhadap dirinya sendiri, apakah ia benar-benar mau dengan Celine karena Allah atau ia hanya tertarik saja akan penampilan menarik dari gadis itu. Terlepas dari kemarin ia sempat dua kali berada di satu mobil yang sama dengan Cena, walau terlihat jelas perbedaan di antara keduanya, tapi hal tersebut justru semakin membuat Al malah semakin mencari sosok Celine, ya walau Celine sifat nya tidak se kalem Cena.                 “Abang mu udah sampai itu.” Ucap ibu nya setelah mengetuk pintu kamar Al berkali-kali. Al mengangguk, perlu kalian ketahui bahwa Al merupakan anak kedua dari tiga orang bersaudara. Yang pertama ada Fathur, yang kedua dirinya, dan yang terakhir, Fariz yang saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu pesantren yang terkenal di jawa timur. Fathur bekerja menjadi salah satu dokter ahli bedah syaraf yang membuatnya jarang berada di rumah, mungkin ia akan terlihat satu atau dua hari paling banyak jika ia sedang tidak menangani banyak pasien.                 “Bang.” Ucap Al. ia menyapa abang nya yang tengah mengambil piring untuk makan malam. Rasanya ia sudah lama tidak menikmati masakan ibu nya sendiri karena terlalu sering di rumah sakit.                 “Gimana Al, gadis yang di kenalkan ibu sama bapak?” Tanya Fathur. Senyum licik tersungging dari bibir nya. Andai saja Al bisa menolak seperti Fathur, mungkin sekarang ia tidak akan kebingungan seperti sekarang ini.                 “Kalau Bang Fathur di posisi saya juga pasti akan bingung.” Jawab Al.                 “Bingung kenapa? Bukannya salah satu dari mereka itu tipe kamu banget? cantik, berhijab, baik, dan kalian juga sama-sama dokter. Lantas apa yang membuat kamu bingung?”                 “Itu dia. Salah satu dari mereka memang tipe saya banget bang. Tapi saya malah tertarik dengan yang satu nya.” Jawab Al dengan malu-malu.                 “Si rambut pirang itu?” Tanya Fathur. Ia juga kenal dengan Celine, di i********: dia begitu terkenal hingga membuat siapa saja bisa tahu siapa Celine. Al mengangguk, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, hati nya sudah gundah sejak beberapa hari yang lalu. “Si rambut pirang, maksud saya, Celine. Bagaimana? Apa dia juga menunjukan ketertarikan sama kamu? Atau kamu sudah coba jalan dengan dua-dua nya? Siapa tau kamu belum jalan dengan si dokter itu. coba jalan dulu satu atau dua kali, barang kali kamu juga cocok sama dia.” Balas Fathur yang memberi saran kepada adik nya.                 “Celine… kadang kasih lampu hijau, kadang lampu merah. Kalau Cena sepertinya nyaman-nyaman saja sama saya, malah saya nya yang tidak terlalu nyaman. Entah kenapa sifat Celine yang apa ada nya, yang frontal, bikin saya jadi tertarik sama dia bang. Gimana ya?” Tanya Al lagi.                 “Ibu sudah tau, kamu mau yang mana?” Tanya Fathur. Al menggeleng.                 “Sholat istikharah, jangan terburu-buru.” Saran Fathur. Al mengangguk lalu setelahnya pembahasan mereka berganti, dari yang membahas Celine dan Cena, kini berganti membahas mengenai pengobatan salah satu keluarga mereka yang juga merupakan pasien Al. biasalah, diskusi para dokter yang bahkan orang awam tidak tahu.                 Keesokan hari nya di rumah Celine, gadis itu bangun jauh lebih lambat sehingga ia mau tidak mau harus grasa grusu sendiri, mencari kunci mobilnya yang entah di mana ia simpan semalam. Seingat Celine ia menyimpan kunci mobil itu di nakas samping tempat tidurnya, namun saat ia bangun dan mencarinya, kunci itu malah tidak ada, entah di mana. Tring! Mas Al:                 Celine sudah bangun?                 Celine? Atau sudah berangkat? Celine:                 Belum berangkat. Lupa naro kunci mobil di mana.                 Awalnya Celine tidak mau membalas pesan pria itu, rasanya ia masih tidak enak karena kejadian semalam, namun karena pesannya sudah tiga kali berturut-turut Celine menyempatkan waktu untuk membalas pesan dari dokter kaku tersebut, di sela-sela kebingungannya mencari kunci mobil di mana. Sementara itu, dari bawah, namanya sudah di panggil berkali-kali oleh sang mama, papa nya juga sudah berkali-kali naik ke atas hanya untuk memanggil Celine agar mereka bisa sarapan bersama.                 “Emang belum nemu dek? Pakai mobil papa aja sayang, papa bisa naik taxi ke kantor.” Ucap Haru.                 “Nggak, jangan, papa ntar gimana pulang nya.” Balas Celine sembari terus mengeluarkan satu per satu isi tas nya untuk mencari kunci mobil tersebut.                 “Atau mau bareng Cena aja? Mobil Cena sudah bagus itu, barusan di antar sama orang bengkel.” Celine diam sejenak, selain menggunakan taxi online yang terkadang tersesat jika memasang titik jemput di rumah nya, berangkat dengan Cena adalah pilihan terakhir jika dalam lima belas menit kedepan ia tidak menemukan kunci mobil nya.                 “Aku cari kunci aku dulu.” Balas Celine. Haru mengangguk lalu kembali menutup pintu kamar putri nya itu, namun tidak lama kemudian, Haru kembali masuk ke kamar Celine, menatap putri nya dengan senyum jahil.                 “Itu udah di jemput sama Mas Dokter mu. Sana, cepet-cepet, jangan lama.” Ucap Haru dengan senyum jahil di wajah nya.                 “Hah? Kok bisa?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN