Celine's Another Problem

1097 Kata
                “Kamu kenapa keringatan begitu?” Tanya Al tepat ketika Celine naik ke atas mobilnya, gadis itu terlihat begitu acak – acakan, rambut nya tidak se badai biasanya. Riasan di wajah nya pun sedikit pudar entah apa yang telah ia lakukan.                 “Ah? Nggak mas.” Jawab Celine. Al mengangguk walau ia tahu pasti ada sesuatu yang gadis itu lakukan sebab Celine adalah orang yang paling tidak mau tampil secara tidak sempurna ketika hendak pergi ke suatu tempat, apa lagi ke tempat kerja nya.                 “Mas…” Panggil Celine.                 “Iya?”                 “Cena punya pacar di rumah sakit?” Tanya Celine. Al mengangkat bahu “Saya tidak tahu, saya terlalu sibuk untuk cari tahu tentang hubungan orang.” Jawab nya.                 “Coba tanya temen-temen kamu deh, boleh ya? Tolong.” Sambung Celine. CELINE POV                 Aku meminta tolong kepada Mas untuk mencari tahu apakah Cena punya pacar atau tidak, aku sudah hampir depresi memikirkan masalahnya, terlebih lagi ketika melihat orang tua ku yang juga lebih hancur ketika tahu anak sulung mereka hamil di luar nikah. Aku tahu, pasti Mas Al sudah curiga sebab kemarin ia bahkan sempat mendengar ibu ku memohon kepada Cena untuk keluar dari kamar, walau sebentar, kalau pun aku jadi Mas Al aku sudah pasti akan curiga juga.                 “Undangannya bisa di ambil nanti sore.” Ucap Mas Al.                 “Loh kok cepet? Bukannya lusa?” Tanya ku.                 “Pagi tadi saya di telfon sama mereka, katanya undangannya sudah 70 persen, nanti sore bisa di ambil.” Aku mengangguk mendengar jawaban dari pria yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai Suami ku itu. beberapa minggu yang lalu aku di hadapkan dengan Cena yang tiba-tiba tergila-gila dengan Mas Al, dan sekarang ia berulah lagi, ia bahkan mengganggu fokus ku dengan kasus baru nya.                 “Kalau ada masalah, cerita ya. Jangan di pendam sendiri. Saya tahu kamu dari awal tidak menganggap saya sebagai calon suami kamu, tapi semisal kamu butuh teman untuk cerita, atau tempat untuk berkeluh kesah, kamu bisa panggil saya. Saya ada untuk kamu dua puluh empat jam.” Ucap Mas Al. aku tersenyum menatap nya, reflek tanganku mengelus rambutnya, hal biasa yang aku lakukan kepada Aldo setiap kali kami berada di dalam satu mobil yang sama.                 “Ada, tapi gak sekarang, nanti aja, waktunya terlalu sempit.” Balas ku. Ia mengangguk. Aku kemudian meraih tangannya untuk ku salimi sebelum turun dari mobil, kali ini terhitung kali ke dua setelah kala itu ketika memanas-manasi Cena, ia masih nampak terkejut namun aku tersenyum kemudian berbisik di telinganya.                 “Biasain.” *****                 Sepertinya dewi fortuna sedang tidak berpihak pada ku kali ini, di kantor, proyek yang sedang aku tangani tiba-tiba terkena masalah, dokumen perjanjian antara kedua belah pihak tiba-tiba hilang entah kemana, bahkan aku pun belum menyimpan soft file nya, sementara orang yang bertanda tangan di dokumen itu sedang melakukan perjalanan dinas ke jepang selama dua minggu, dan dokumen itu sudah harus di tunjukan kepada investor dua hari lagi, aku sudah hampir menggila karena hal tersebut, bagaimana mungkin aku bisa meminta tanda tangan orang itu lagi dalam waktu dua hari? belum lagi berbasa basi dengannya mengingat orang tersebut sangat sulit untuk di dekati, agak konyol rasanya jika datang kepadanya hanya untuk meminta tanda tangan karena berkas yang hilang.                 “Lo taruh di mana Cel dokumennya?” Faiza juga sama stress nya dengan ku, kami berada dalam satu tim yang sama, dan aku yang menyimpan dokumen itu terakhir kali, namun aku lupa aku menyimpannya di mana.                 “Asli, gua gak ingat. Aduh di mana ya? Jangan sampai tuh dokumen masuk ke dokumen sampah, pasti udah di buang deh.” Desis ku.                 “Jangan ngomong gitu anjir, lo ah, cari dulu lo simpen di mana? Karir kita habis Cel kalau itu hilang. Lo juga gak nyimpen soft file nya, aah, astaga ada-ada aja ini masalah. ” Faiza terus mengobrak – abrik meja kerja ku hanya untuk mencari dokumen tersebut, namun hasilnya tetap nihil, bahkan hingga kami pulang kerja pun kami belum menemukan dokumen tersebut. Aku mendesis pelan, kepala ku benar-benar terasa hampir pecah karena mengingat masalah di rumah, dan juga dokumen kerja ku yang hilang, seharian aku bahkan belum makan hanya karena fokus mencari dokumen tersebut. Hari sudah semakin petang, Mas Al juga sudah tiba di kantor dan aku memutuskan untuk pulang dulu, berharap dokumen itu ada di rumah, dan menyelamatkan hidup ku, setidaknya kalau dokumen itu tidak hilang aku bisa bernapas lega dan bisa menghadapi masalah Cena dengan lebih serius.                 “Maaf ya lama, saya ngobrol dulu sama teman lama sebelum pulang, kebetulan tadi ketemu.” Ucap Mas Al. Aku mengangguk tanpa menjawabnya, kemudian ia menyeka rambutku ke belakang telinga “Ada masalah apa? seharian muka kamu di tekuk begitu.” Sambung nya.                 “Kontrak kerja sama client ku hilang gak tau dokumennya di mana, aku lupa aku belum copy soft file nya, terus orang yang tanda tangan di dokumennya lagi dinas ke jepang, gak tau deh capek, semoga aja ada di rumah.” Jawab ku. Mimik wajah Mas Al nampak sedikit berubah, kemudian ia menggeser sedikit tubuhnya untuk merogoh sesuatu di dalam dashboard mobil, kemudian menyerahkannya kepada ku.                 “waktu kamu bawa pulang lemburan beberapa minggu yang lalu, ini ketinggalan, coba di cek, itu bukan? Saya sampai lupa ngasih ke kamu.” Balas nya. Mata ku seketika berbinar ketika melihat dokumen yang Mas Al berikan kepada ku.                 “Ah? Kok bisa sih di sini? Aku ceroboh banget. aaah mas thank uuu, kalau gak ada kamu karir aku udah, habis.” Ucap ku dengan penuh kedramatisan karena dokumen yang aku cari ternyata ada di dalam mobil Mas Al Pria itu mengusap kepala ku pelan “Lain kali jangan ceroboh ya.” Ucap nya. Entah kenapa, akhir-akhir ini aku malah jadi suka di perlakukan seperti itu oleh nya, terkadang Mas Al reflek mengusap pelan kepala ku, atau sekedar mengacak rambut ku, namun aku suka di perlakukan seperti itu, jantung ku sedikit berdebar setiap kali ia memperlakukan ku seperti itu, aku malah jadi takut jika aku tiba-tiba jatuh cinta kepadanya.                 “Sebelum pulang, mau duduk-duduk dulu gak? Café di sana bagus kata teman saya.” Ucap Mas Al sembari menunjuk sebuah café yang terletak di tepi jalan, aku mengangguk dengan sangat antusias, iya, aku butuh ketenangan sebelum pulang ke rumah dan menghadapi masalah yang di ciptakan oleh Cena, aku butuh tenaga ekstra hanya untuk sekedar menenangkan kedua orang tua ku.                 “Gimana mas? Kamu udah tanya sama temen-temen kamu?” Tanya ku setelah kami berdua memesan minuman dan duduk di kursi pilihan kami, kursi dengan view yang sangat menarik, Jakarta bahkan bisa terlihat jelas dari tempat kami duduk.                 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN