“Hah. Nggak ngerti ibu jalan pikiran Bu Mila yang pintar merayu itu. Sok sok suaranya dibuat-buat sendu. Tapi licik,” komen Bu Hanin seraya meraih ponselnya dari tangan Guntur. “Udah…, kamu lebih baik cerita ke Nay. Nggak baik kalo masalah kamu pendam sendiri. Kamu kan kepingin senang-senang toh? Katanya habis dari Leiden mau ajak Nay jalan-jalan…” Guntur masih murung. Ini benar-benar di luar dugaan. “Berat, Bu. Kasihan Nayra. Dia sudah banyak nanggung derita sebelumnya. Dari aku yang nabrak dia dulu. Bertengkar dengan ibu. Sekarang malah ada yang mulai ganggu. Walaupun Mila berurusan denganku, tetap saja sasarannya ke Nay.” Bu Hanin menggenggam tangan Guntur. Dia amat membenarkan ucapan Guntur. Nayra sudah banyak menanggung masalah, terutama datang dari keluarganya. Duh, seandainya