Lega Nayra

1207 Kata
Sore hari, Nayra asyik membersihkan kristal-kristal milik Bu Hanin. Pekerjaan yang satu ini adalah salah satu kerjaan wajib Mbok Min yang digantikan Nayra. Dan entah kenapa, ini kerjaan favorit Nayra. Karena kristal-kristal koleksi Bu Hanin cantik-cantik serta indah dipandang mata. Dan pasti mahal-mahal. Setelah selesai membersihkan kristal, Nayra kaget. Pak Guntur menegurnya. "Hei. Sini kamu." Nayra menelan ludahnya. Duh apalagi ini. "Ikut saya...," Nayra mengikuti langkah Pak Guntur yang langsung membelakanginya melangkah menuju kamarnya. Kamarnya? Nayra merasa aneh, dia ingat kata-kata Mbok Min sebelum memulai kerja, bahwa tidak seorangpun yang boleh masuk kamar Pak Gun. Kini Nayra dan Guntur berada di dalam kamar penuh buku. Kamar yang cukup luas. Kamar Pak Guntur. "Mulai hari ini saya tugaskan kamu bersihkan kamar saya. Terutama buku-buku. Seminggu tiga kali. Tiap Senin, Rabu, Jumat. Ini kunci serep kamar saya. Hanya kamu yang pegang. Jangan sampe hilang." Nayra yang menunduk mengangguk saja setelah mendengar perintah Pak Guntur. Lalu setelah menyerahkan kunci, Pak Guntur yang sudah rapi pergi meninggalkan Nayra di kamarnya. Pandangan Nayra nanar ketika melihat punggung Pak Gun. Dia tidak semangat. Tapi perasaan gamangnya seketika lenyap saat pandangannya kini mengedar ke seluruh penjuru kamar Pak Gun yang penuh buku-buku. Nayra takjub. Dinding kamar yang berlapiskan wallpaper bertinta emas, dihiasi dengan berbagai sertifikat atas nama Guntur Haribawa Noer. Sertifikat-sertifikat prestasi akademik Pak Gun. Dia juga melihat-lihat foto-foto wisuda Pak Gun dari S1, S2, sampai S3. Semuanya dari negara Paman Sam. Ada juga foto wisuda S3 lainnya dari negeri kincir angin, Belanda. Nayra kemudian melihat-lihat lemari besar penuh buku-buku. Tersusun rapi. Sekilas memang kamar Pak Gun rapi dan bersih. Tapi menurut Nayra kurang wangi. Ah, Nayra baru menyadari, mungkin karena sebelumnya Pak Gun sakit, jadi dia tidak memiliki kekuatan untuk membersihkan kamarnya. Jadi dia suruh Nayra. Nayra mengangguk mengerti sekarang. Dasar Pak Petir, eh Guntur. Dan Nayra sore itu memulai pekerjaannya. Dia semangat, karena suasana kamar Pak Gun yang penuh buku dan sertifikat mengingatkannya akan impiannya untuk bisa kuliah di universitas. Dia sekarang sedang membayangkan dirinya berada di sebuah kampus. Berjalan berlenggak lenggok sambil mendekap buku-buku, lalu pura-pura membaca di pojok ruangan. Ah Nayra, kamu sangat menakjubkan. Nayra dengan cekatan membersihkan setiap pojok ruangan kamar Pak Gun. Dia bahagia. Dia juga membayangkan adiknya Farid bisa kuliah selepas sekolah nantinya. Ingin rasanya menggandeng tangan adiknya berjalan di sebuah kampus. Saking semangatnya membersihkan kamar Pak Guntur, tidak terasa Nayra hanya memerlukan waktu satu jam saja. Dan kamar Pak Gun sudah rapi, bersih, juga harum. Ceklek. Nayra menutup pintu kamar pintu Pak Gun. *** "Jadi kamu disuruh bersihkan kamar Pak Gun?" tanya Bu Sar memastikan. Dia heran, selama bertahun-tahun dia bekerja di rumah itu, tidak pernah ada pembantu yang disuruh Pak Gun memasuki kamarnya, apalagi membersihkannya. "Iya. Dia suruh aku beresin kamarnya tiga kali seminggu," ujar Nayra. Dia juga heran. Bu Sari tersenyum. "Itu berarti dia suka kerja kamu, Nay. Kamu kan kerjanya cekatan. Bersih lagi. Bu Hanin dulu sampe lupa ngomel-ngomel dulu pas nginep satu malam. Hehe...," puji Bu Sari. Nayra mencebik. "Ah, Itu mah karena Pak Gun kan sakit-sakitan, Bu. Jadi dia suruh aku beresin kamarnya. Kalo sehat ya nggaklah." Bu Sar menggelengkan kepalanya. "Nggak Juga, Nay. Itu memang dia suka kerja kamu. Kamu jangan berlebihan kesel sama dia," "Bukan kesel, Bu. Tapi udah eneg," "Ibu heran, kenapa sih kamu nggak suka banget sama Pak Gun? Dianya oke-oke aja sama kamu kalo ibu peratiin," Nayra mengangkat alisnya. Cukup banyak alasan menurutnya, dari menabrak sepedanya dan mencacinya, kemudian memberinya drama kecil saat dia menagih hutang Mbok Min, dan sekarang memanggil dirinya dengan sebutan Hei, hei. Hei kamu sini! Nayra merasa rendah sekali di mata duda itu. "Nggak suka aja, Bu," jawab Nayra pendek. Bu Sari tentu heran melihatnya. Nayra memang tidak menyukai duda tampan itu, tapi Nayra tetap bekerja denagn sebaik mungkin, bahkan dipercaya membersihkan kamarnya. Bu Sari memandang salut Nayra. Dirinya saja mungkin tidak sanggup bekerja sama dengan orang yang tidak dia sukai. "Ah, Bu. Tinggal satu minggu lagi. Hehe. Habis itu aku bebas jual jamu lagi," seru Nayra. Dia ceria kembali. *** Senyum Guntur merekah lebar saat dirinya menjumpai kamarnya rapi dan bersih. Aroma segar pun terendus oleh hidungnya. Tenggorokannya yang sebelumnya terasa gatal, tiba-tiba lega. Sambil duduk perlahan di atas sofa malas, dia melepas sepatunya. Lalu pandangannya mengedar ke seluruh penjuru kamarnya yang luas. Lagi-lagi Pak Guntur tersenyum puas. Apalagi saat pandangannya tertuju ke meja kerjanya, semua peralatan kerjanya diatur rapi sekali oleh tangan mungil Nayra. Dia sekilas membayangkan gadis itu membersihkan kamarnya dengan baik. Tapi tiba-tiba raut mukanya berubah heran, kenapa dia sepertinya tidak suka aku ya? batinnya bertanya. Tapi pekerjaannya sangat bagus, berbanding terbalik dengan sikapnya yang tidak mau melihatku, lanjut Pak Gun membatin. Guntur menggelengkan kepalanya. Dia tidak habis pikir dengan sikap 'pembantu'nya yang satu ini. Tapi kemudian cepat ditepisnya pikiran-pikiran yang keruh, karena banyak yang menjadi pikirannya, terutama pekerjaannya sebagai dosen yang tentu menguras tenaga serta banyak pikiran. Guntur berdiri dari duduknya perlahan melangkah menuju sebuah cermin. Diacak-acaknya rambutnya yang sedikit gondrong sambil bercermin. Diamatinya pangkal rambutnya di cermin. Sudah banyak rambut putih yang menyempil di sela-sela rambut hitamnya. Sudah tua aku rupanya, gumamnya. Dengan langkah gontai tapi hati senang, Guntur melangkah menuju kamar mandi. Lagi-lagi didapatinya kamar mandinya sangat wangi lagi bersih. Tidak ada jejak bulir-bulir air yang menempel di wastafel serta bath up. Semua terlihat sangat bersih dan kering. Handuk-handuk pun dilipat rapi oleh Nayra. Alat-alat mandi pun juga sepertinya dilap bersih oleh Nay. Semua tertata rapi. Guntur benar-benar senang dengan kamarnya kali ini. _____ Sebelum tidur, Guntur yang senang menghubungi ibunya. "Ibu sehat?" "Iya..., kamu gimana? Sudah fit juga kan?" "Iya, Bu. Apalagi sejak minum madu hangat. Madu dari Sheren. Tiap pagi sebelum makan, aku minum. Badan lumayan lebih fit." Terdengar helaan lega dari ujung sana. "Tuh. Kurang perhatian apalagi si Sheren, Gun. Baik gitu. Cantik lagi. Tadi siang barusan dia hubungi ibu, nanya kabar." Guntur tersenyum mendengar ucapan ibunya. "Jadi gimana? Dua minggu lagi siap kita ke Magelang? Kampung Sheren?" tanya Bu Hanin lembut. Guntur mengangguk. "Iya, Bu. Aku siap." *** Nayra senang hari ini. Mbok Min sudah On the Way menuju Jakarta. Tapi ada yang sedih. Bu Sari. Dipandangnya punggung Nayra yang sedang mengemasi barang-barangnya. "Duh, Nayraaaa..., ibu pasti kangen sama kamu. Mending ibu kerja sama kamu. Si Mina kadang suka males. Trus kerjanya lemot." Nayra yang sudah siap-siap meninggalkan rumah mewah Pak Guntur tersenyum memandang wajah murung Bu Sari. "Aku nggak mungkin lama-lama di sini, Bu. Bisa mati kejang-kejang aku," ujar Nayra sambil meletakkan ransel ke atas punggungnya. "Kamu tu aneh, Nay. Nggak seneng sama Pak Gun, tapi mau gajinya," "Lha? Yang bayar kan ibunya Pak Gun. Bukan Pak Gun. Aku kerja untuk Bu Hanin, bantuin Mbok Min. Bukan si duda yang sok itu," Bu Sari menggeleng-geleng mendengar tanggapan Nayra. Gadis itu memang beda. Hampir semua perempuan menyukai sosok Pak Gun, meski berumur, tapi ketampanannya masih terlihat jelas. Sikapnya yang dingin membuat kaum hawa penasaran. Tapi tidak oleh Nayra. Tidak lama terdengar suara deru mobil dari arah depan rumah Pak Gun. Nayra langsung memeluk Bu Sari kuat-kuat. "Duh, Kamu. Bikin ibu mewek," "Udah, Bu Sar. Ntar kita reunian deh. Ok? Cup-cup...," Nayra mendaratkan ciuman ke pipi kerut Bu Sari. Lalu kemudian, dia berjalan cepat menuju pekarangan depan meninggalkan Bu Sar yang masih melap-lap pipinya dengan ujung dasternya, karena tangis kehilangan sosok Nayra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN