11. Kacau

1351 Kata
Venus yang memang menggunakan masker berusaha menghindar agar tidak tampak oleh sang adik. Bumi pasti menyadari siapa dia, jika mereka berpapasan. Semakin lama, hatinya semakin panas mendengar adiknya direndahkan. Di sini dia sudah mengerti situasi. Bumi entah karena alasan apa bekerja sebagai office boy di perusahaan Pramana. Namun, dia justru dinikahkan dengan Moza yang kini lumpuh karena kecelakaan. Venus sering mendengar Tommy menjelek-jelekkan Moza. Kalau dulu, dia sangat percaya pada pria itu, berpikir Moza kasar, angkuh, dan sering berperilaku semena-mena, tapi sekarang rasa percayanya sudah musnah. Apa Bumi masuk ke keluarga itu untuk mencari tahu keberadaanku? batin Venus. Kalau benar, dia sangat bersalah kepada adiknya. Jika sesuai perhitungannya, Bumi pasti belum lama lulus dari pascasarjananya. Bukan melanjutkan pekerjaan dengan jabatan tinggi, Bumi justru menjadi office boy demi mencari tahu tentangnya. Mata Venus berkaca-kaca memikirkan kemungkinan itu. Dia menoleh kembali melihat Bumi dari jauh. Sedikit ada kelegaan ketika sang adik memandang Moza dengan lembut. Wanita itu mungkin tidak seburuk apa yang Tommy ceritakan. Dia bisa salah menilai orang, tapi Bumi adiknya jauh lebih pandai menilai. Pasangan pengantin yaitu Nancy dan Kelana turun dari panggung demi menghampiri Moza dan Bumi, keduanya dianggap sangat menghargai Moza. "Selamat untuk pernikahan kalian," ucap Moza berusaha tenang agar terlihat baik-baik saja, walau rasanya ingin berteriak. Sebenarnya dekorasi indah dan terkesan mewah resepsi pernikahan ini adalah impiannya. Dia yang awalnya memberi ide kepada Kelana saat mempersiapkan pernikahan mereka. Siapa sangka Kelana justru memakai idenya dalam pernikahan bersama Nancy. "Terima kasih sudah datang," balas Nancy tersenyum lembut, walau dalam hati mengejek. Dia cukup kesal Moza dan Bumi tampil menawan hari ini, untung saja kakaknya itu lumpuh, jadi dia tak merasa tersaingi. Sementara Bumi tidak berkata apa pun. Dia sebenarnya malas berada di sana. Di keramaian ini banyak sekali yang merendahkan dirinya dan Moza. Meski hanya saling berbisik, tapi itu tetap terdengar. "Kau tidak mau memberi ucapan selamat kepada kami?" tanya Kelana pada Bumi dengan angkuh. "Selamat," balas Bumi tak acuh. Ini membuat Kelana kesal. Dia tahu Bumi begitu percaya diri karena wajah dan penampilan yang memukau, tapi tetap saja pria itu tak punya kekayaan seperti dirinya. "Bumi, walaupun tujuanmu menikahi Moza karena uang, kau harus benar-benar merawatnya, jangan hanya meminta barang mewah seperti pakaianmu sekarang. Kasihan Moza. Ingatlah karena menghindarimu dia sampai kecelakaan!" Kelana seakan menasihati Bumi, tapi terdengar seperti memakai pengeras suara agar semua tamu memandang buruk Bumi. Moza benar-benar geram mendengarnya. Meski kebersamaan dengan Bumi termasuk singkat, tak dapat dipungkiri jika suaminya jauh lebih baik daripada Kelana yang kini wajah aslinya semakin terlihat. Tamu-tamu di sana terang-terangan merendahkan Bumi, tapi mereka juga tak bersimpati dengan Moza, berpikir karena sudah karma wanita itu. Mereka memuji Kelana karena masih menunjukkan perhatiannya. Namun, ada pula yang berharap Kelana tidak perhatian lagi dengan Moza, agar tak menyakiti Nancy. Moza yang terpancing emosi ingin meneriaki Kelana, tapi pundaknya lebih dulu diusap oleh Bumi. Moza menoleh ke arah suaminya itu. Bumi menggeleng pelan. Seketika Moza mengurungkan niatnya. Dia berpikir, apa suaminya tidak sakit hati? Tapi, menurut sikap Bumi yang tidak mengenal takut, ucapan Kelana pasti akan dibalas. Benar saja, kini Bumi mulai berbicara. Suaranya terdengar berat, tapi penuh ketenangan. "Saya yakin bisa menjaga Moza dengan baik. Perlu diingat, saya menikahi Moza karena rasa terima kasih dan tanggung jawab bukan uang, tapi kami sekarang berusaha saling menyayangi satu sama lain. Mengenai pakaian saya kali ini memang hanya pinjaman, saya tidak mungkin merepotkan istri saya." Bumi menoleh kembali pada sang istri. Moza juga menoleh ke arahnya. Bumi menatap lembut dan tersenyum hangat. Beberapa wanita di sana pun meleleh melihat itu. Sebagian besar wanita kaya berpikir memiliki suami seperti Bumi, walau melarat, dengan wajah tampan dan sikap hangat, mereka merasa tidak masalah. Toh mereka sudah kaya. Moza kemudian menunduk. Bisa-bisanya di tempat ramai seperti ini Bumi seakan menggodanya. Senyum Bumi seketika menghilang, tatkala kembali menatap kepada Kelana dan Nancy. "Tentu saja saya jauh lebih baik daripada kalian. Ketika Moza masih dalam kondisi buruk setelah operasi, kalian justru bersenang-senang menyiapkan pernikahan. Padahal saudara Kelana adalah calon suami Moza saat itu dan saudari Nancy adalah adik Moza, benar-benar tidak punya hari nurani." "Kau—" "Dan lagi, kalian justru tidak mau mengembalikan uang yang sudah Moza keluarkan untuk biaya pernikahan. Ketika ballroom hotel bintang lima yang Moza pesan untuk pernikahannya ia batalkan, kalian justru tidak terima dan pergi ke kamar rawat Moza untuk menghina kondisinya. Padahal itu jelas menggunakan uang Moza. Sekarang kalian ingin mendapat pujian dari semua dengan pura-pura peduli. Sungguh tidak tahu malu!" Bumi tidak membiarkan Kelana dan Nancy membalas ucapannya. Bumi yakin tidak semua dari tamu-tamu di sini buta dan masih memuja bagaimana baik keduanya. Benar saja, sebagian tamu undangan yang merupakan rekan kerja dari orang tua Nancy dan Kelana sedikit percaya dengan ucapan Bumi dan menunjukkan tatapan simpati. Berbanding terbalik dengan keluarga besar kedua pengantin, yang kini sedang mengutuk Bumi dalam hati. Bram menuju ke arah sepasang pengantin itu dan berbisik agar mereka kembali karena suasana menjadi tidak mengenakkan. "Kau berbicara omong kosong!" Hanya itu balasan dari Kelana yang setelahnya dengan wajah memerah karena kesal kembali ke singgasananya bersama Nancy. Bumi terlihat santai dan dia menoleh kepada sang istri. "Heran, bisa-bisanya istriku punya mantan seperti itu. Apa tidak ada yang lebih baik?" godanya. Moza yang mendengar langsung mencubit pinggang suaminya itu. "Diam!" ucapnya penuh penekanan tatkala diingatkan kebodohannya mencintai pria seperti Kelana. Bumi justru menanggapi dengan kekehan. "Ayo cari makan," ajaknya pada Moza. Wanita itu mengangguk. Dia tidak terlalu tertekan sekarang. Dia juga tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Moza merasa tetap aman dengan Bumi, juga sang ibu yang dari tadi menemaninya. Alunan musik terdengar syahdu. Beberapa orang sudah tidak lagi membahas keributan tadi. Namun, siapa sangka keributan tidak berakhir sampai di situ. Layar yang tadi menampilkan foto-foto prewedding Nancy dan Kelana, kini berubah menjadi foto-foto kemesraan Tommy dan Evelyn. Bahkan, ada foto mereka sedang berciuman mesra. Tommy dan Evelyn tersentak kaget, begitu pula keluarga mereka. "Gaya pacaran anak muda sekarang sangat berlebihan." "Memalukan sekali sampai dipamerkan kepada kita." Para rekan-rekan penting saling berbisik. "Tolong matikan!" Tommy segera menyuruh untuk mematikan itu, tapi bukannya mati, foto-foto Tommy di kelab bersama wanita-wanita malam juga ditampilkan. Bahkan, sampai video dia menari dengan para wanita hingga membuka pakaian. "Benar-benar menjijikkan." Hampir semua kini menatap jijik pada Tommy. Tidak sampai di sana, segerombolan wanita berpakaian seksi pun masuk ke dalam ballroom dan menghampiri Tommy. "Terima kasih sudah mengundang kami, Tuan Tommy." "Katanya Tuan Tommy akan bertanggung jawab dan membiayai hidup kami setelah ini." Tommy berubah pucat, sedangkan wajah Evelyn memerah marah. Dia langsung menampar Tommy dan segera pergi. "Sayang tunggu, ini semua rekayasa!" Tommy ingin mengejar tunangannya itu, tapi kakak laki-laki dari Evelyn menghadang, lalu menonjok wajah Tommy hingga pria itu tersungkur. Keluarga Evelyn tentu juga datang ke pesta pernikahan ini dan mereka benar-benar malu dan marah. Orang tua Evelyn pun langsung pergi dari sana. Tentu saja yang sangat malu adalah keluarga besar Pramana, juga dengan keluarga Kelana. Mereka yang punya acara, justru terkesan menyuguhkan tontonan tak senonoh dari anggota keluarga sendiri. Pengecualian di sana ada Moza, Bumi, dan Lara yang tampak puas. "Tidak sia-sia ke sini, ternyata ada tontonan menarik. Siapa kira-kira yang melakukannya?" Bumi mulai berpikir. Namun, terkejut ketika mendengar sahutan dari Moza. "Pastinya orang yang membenci Tommy. Aku pikir itu mantan kekasihnya yang tinggal di Jakarta. Wanita itu kaya raya, tapi tidak pandai memilih pria sehingga terjebak dengan b******n. Aku pernah melihatnya, dia juga sangat cantik. Aku dengar dia keturunan Turki ...." Moza terus bercerita. "Iya, yang namanya Venus," sahut Lara. Keduanya tidak memperhatikan Bumi yang kini sudah menjauh. Mendengar ucapan Moza, kemungkinan besar sang kakak ada di sini. Bumi terus mengamati sekeliling. Tidak lama, dia melihat punggung seorang wanita bergaun hitam keluar dari ballroom, dia merasa tak asing, lalu berlari mengejarnya. Dia seakan bisa merasakan bahwa itu sang kakak. Hanya saja setelah keluar dari ballroom. Bumi tidak mendapati wanita bergaun hitam itu. "Kak Venus," gumamnya sedih, dia terlambat menyadarinya. Venus sebenarnya tidak jauh dari tempat Bumi berada. Dia sedang bersembunyi. Matanya kini berair. Dia sangat merindukan keluarganya. Papa, mama, dan adik-adiknya, tapi dia benar-benar malu. Venus merasa kesalahannya terlalu berat, terlebih menyakiti hati sang papa. Venus mengusap perutnya. "Mereka pasti akan kecewa kepadaku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN