12. Sepertinya Tidak Asing

1191 Kata
"Di mana Bumi?" Moza baru menyadari suaminya sudah tak lagi di dekatnya. Dia terlalu asyik mendengar tamu undangan mencaci maki Tommy. Lara memperhatikan sekeliling, juga tidak mendapati menantunya itu. Moza segera mencari Bumi. Entah kenapa dia merasa takut, padahal bisa saja sang suami hanya pergi ke toilet. "Pelan-pelan, Nak." Lara mengingatkan Moza yang menggerakkan kursi rodanya sendiri cukup cepat dan hampir menabrak tamu lain. Tidak lama, Moza melihat Bumi masuk kembali ke ballroom. Dia seketika merasa lega. Sebenarnya apa yang dia cemaskan? Mungkinkah dia cemas Bumi meninggalkannya? Bumi yang masih merasa sedih karena belum berhasil menemukan sang kakak, kini matanya tertuju pada sang istri. Dia segera menghampiri dan berusaha tersenyum. "Kenapa di sini?" Telapak tangan Bumi memegang pipi Moza. Tadinya Moza ingin marah, tapi entah ini hanya perasaannya, dia melihat Bumi juga tidak dalam keadaan baik. Akhirnya marah-marah pun ditunda. "Ke mana tadi?" tanya Moza. Bumi pun seketika menyadari bahwa sang istri mencarinya. Dia tersenyum semakin lebar. "Sepertinya ada yang tidak mau jauh dariku." Moza berubah masam, percuma ingin menunda marah-marah, Bumi selalu bisa membuatnya naik darah. Dia ingin memukul suaminya itu, tapi Bumi segera menggenggam telapak tangannya. "Aku tadi seperti melihat Sultan, jadi aku mengejarnya, tapi entah ke mana dia sekarang. Dia bekerja di hotel ini." "Oh." Moza mengangguk percaya, sedangkan Bumi kembali merasa bersalah telah berbohong. Kelak dia akan menebusnya dengan menuruti keinginan Moza. "Pulang?" tawar Bumi. Moza kembali mengangguk. Dia juga sudah cukup puas melihat pertunjukan. Di sisi lain, Lara tersenyum melihat interaksi keduanya dan mengikuti mereka keluar dari ballroom. Sementara itu, di lobi hotel terlihat dua pria yang sedang berbincang. Mereka adalah Rigel dan Sultan. "Dia di mana sekarang?" tanya Rigel kesal karena sang istri tiba-tiba pergi dari rumah. Padahal wanita itu sedang hamil, tapi senang sekali keluyuran. Untunglah dia menghubungi Sultan untuk membantu mencari istrinya dan pria itu yang mengabari jika sang istri berada di hotel miliknya. "Di kamarmu, Bos," balas Sultan. Rigel memang memiliki kamar khusus di hotel ini sebagai pemilik hotel. "Kamu tahu alasan dia ke sini?" tanya Rigel. Sultan sebenarnya tahu, istri bosnya mengacaukan resepsi pernikahan Nancy dan Kelana dengan mengumbar perilaku buruk Tommy yang adalah kakak dari Nancy. Namun, wanita itu telah mengancam, wajah Sultan akan dicakar jika membocorkan pada Rigel. Sultan tahu ancaman tersebut tak main-main. Istri bosnya memang mengerikan. Lihat saja apa yang terjadi kepada Tommy. Entah ada hubungan apa mereka hingga wanita itu balas dendam. "Tidak tahu, Bos. Mungkin mengidam ingin menginap di hotel," jawab Sultan berusaha meyakinkan, tentu Rigel percaya, istrinya memang sedang hamil muda dan dia akhirnya sering menjadi pesuruh. Di saat mereka berbincang, Bumi, Moza, dan Lara tiba di lobi. Mata Moza lebih dulu melihat kedua pria itu. "Bukankah itu Sultan?" Dia memberi tahu Bumi sembari mengernyit melihat pria yang bersama Sultan. Walaupun tampak samping, Moza merasa pria itu tidak asing. "Benar, ayo ke sana," sahut Bumi. Dia mengingat yang bersama Sultan adalah bos pria itu. Sultan melihat ketiganya lebih dulu dan Bumi melambaikan tangan. "Moza ada di sini," bisik Sultan pada Rigel. Pria itu sekilas melirik, lalu pergi dengan terburu-buru, tampak memalingkan wajah tak ingin menyapa Moza dan lainnya. Pandangan Moza terus tertuju pada Rigel hingga sosok pria itu tak terlihat lagi. Sultan segera menghampiri Bumi dan lainnya. "Tadi yang bersamamu siapa?" tanya Moza lebih dulu. "Beliau bosku." "Namanya?" Moza masih dilanda penasaran. "Bos Egi," balas Sultan berbohong. Moza baru pertama kali mendengar nama itu. "Kenapa bosmu buru-buru sekali?" Sekarang Bumi yang bertanya. Sebenarnya dia juga penasaran. Kemarin-kemarin pria itu mengamatinya dengan tatapan aneh, hari ini seperti tidak ingin melihat mereka. "Beliau buru-buru ingin menemui istrinya yang sedang hamil." Bumi pun paham, kalau ibu hamil seringnya banyak permintaan. Dulu mamanya saja saat hamil Ariel ingin balap motor. Tentu saja seluruh keluarga melarang. Mereka tidak berbicara panjang karena Sultan beralasan harus kembali bekerja. "Kenapa?" tanya Bumi karena istrinya terlihat berpikir keras. Bahkan, sesekali melihat ke belakang. "Bosnya Sultan itu mirip seseorang," balas Moza. "Siapa? Mantan?" Bumi berkata asal, tapi Moza justru mengangguk. Bumi berpikir mantan yang mana lagi itu. Bisa-bisanya sang istri memikirkan mantan. Wajah Bumi berubah muram. "Cemburu?" Kali ini Moza membalas menggoda. "Jangan mimpi." Dan Bumi menyahut dengan kata-kata andalan istrinya itu. Bumi dan Moza saling tersenyum geli setelahnya. "Moza, kamu tadi cerita tentang mantan Tommy yang kiranya dalang dari kekacauan di pernikahan ini. Memang apa yang Tommy lakukan?" Bumi kembali mencoba mengorek informasi tentang Venus sembari mereka lanjut berjalan. "Jadi, mantan pacar Tommy yang bernama Venus datang ke rumah sambil membawa koper, katanya beliau kabur dari rumah, melepaskan segalanya, dan ingin bersama Tommy. Jelas Tommy menolak karena dari awal pria itu mengincar uang. Bahkan, Tommy memperkenalkan Evelyn. Mereka saat itu ribut besar." Sebenarnya masih ada lagi cerita setelahnya, tapi Moza memilih tidak menceritakan. Bumi berpikir, jika hanya pertengkaran karena itu, pasti sang kakak akan memilih pulang, tapi ini tidak, bahkan sampai berbulan-bulan. Dia yakin ada sesuatu yang lain, entah Moza menutupi atau memang tidak tahu. Namun, Bumi mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh, karena nantinya Moza serta Lara mungkin akan curiga. *** Di sebuah kamar hotel mewah, Venus masih terlihat kesal. Dia ingat kata-kata pengantin pria kepada adiknya. Sialan sekali. Kalau saja tidak ada orang, dia pasti akan mencakar wajah dan menjambak rambut kedua pengantin itu. Kelana dan Nancy, selain Tommy, mereka juga akan menjadi target pembalasannya. Bumi itu kesayangannya. Dia dan Mars yang memberi nama Bumi, sebelum adik mereka itu dibuat. Berani sekali orang-orang itu memandang rendah sang adik. Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar dibuka. Muncullah sosok pria yang tidak asing yaitu suaminya sendiri. Pria itu memasang wajah kesal. Venus jelas tahu itu karena dia pergi diam-diam. "Rigel, mendekatlah," pinta Venus. Sang suami memang adalah pemilik hotel ini, yang merupakan bos dari Sultan. "Ada apa?" Rigel mendekat, tapi sedikit waspada karena takut diterkam singa betina. "Menunduk," lanjut Venus. Ketika Rigel menunduk, Venus langsung menjambak rambut pria itu melampiaskan kekesalannya. "Argh!" "Dasar para b******n tidak tahu malu, berani sekali kalian menghinakan adikku. Kalian mau mati!" umpat Venus. "Venus, cukup! Aku suamimu!" Entah istrinya sedang kesal dengan siapa, tapi dialah menjadi korbannya. Kalau dia tahu siapa orangnya, mungkin sudah ia bereskan. Karena mereka, rambutnya rontok banyak. Bisa-bisa kepalanya pitak. Setelah puas mengeluarkan emosi dengan menjambak rambut suaminya, Venus berubah mengusap rambut Rigel. "Kasihan sekali suamiku." Rigel mendelik kesal, tapi dia tidak bisa protes karena semakin dia protes, istrinya semakin menjadi. Apalagi kini Venus memeluknya membuat ekspresi Rigel berubah hangat. Dia meminta sang istri untuk duduk dan dia mengambilkan minum untuk wanita itu. "Kenapa, hm?" Rigel bertanya setelah Venus meneguk minumannya. "Aku ... kamu tidak akan mengerti." Venus memasang ekspresi cemberut. Dia tak ingin menceritakan masalahnya pada Rigel. Apalagi karena yang ia tahu sosok Kelana masih anak buah suaminya itu. "Baiklah kalau kamu tidak mau cerita." Rigel juga tak ingin memaksa. "Sudah makan?" Di depan istri, dia selalu berusaha bersikap lembut. Dia merasa bersalah kepada Venus karena hanya menikah siri. Apalagi orang tuanya tidak menyukai Venus dengan alasan istrinya itu tidak jelas asal-usulnya. Mereka juga gencar menjodohkannya dengan perempuan lain. Namun, kalau dia sampai menyetujui itu, Venus mungkin akan memenggal kepalanya. "Belum tiga kali." Venus tersenyum lebar. Untuk hari ini dia sudah sedikit puas. Namun, dia tentu saja masih akan menghantui keluarga Pramana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN