10. Pesta Pernikahan Nancy

1480 Kata
Moza kini sedang membersihkan diri. Tidak terlalu susah baginya karena semua disiapkan di dekatnya. Lara juga telah banyak melakukan perubahan pada kamar mandi di kamar ini agar lebih mudah untuknya. Bumi sempat berkata kepadanya bahwa sang ibu sangat menyayanginya hingga ia berpikir untuk berdamai dengan kejadian-kejadian masa lalu. Dulu, saat kecil, di mana dia benar-benar butuh seseorang di sampingnya karena hinaan dan cacian orang lain, sang ibu justru sering memukulnya, menjadikan dirinya sebagai pelampiasan beban. Itu yang sangat sulit untuk dilupakan. Namun, melihat sang ibu yang sekarang menjaga dan melakukan banyak hal untuknya, Moza memilih memberi kesempatan untuk benar-benar berbaikan. Moza kemudian beralih ke arah bathtub. Rasanya ingin berendam, tapi dia pasti membutuhkan bantuan Bumi. Suaminya itu bisa saja mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mengingat Bumi, dia harus menyediakan pakaian untuk pria itu kenakan esok hari. Mungkin sebaiknya dia meminta bantuan Vega. Walaupun sedikit malu karena selama ini dia sudah banyak merepotkan sahabatnya itu. Mengenai pembayaran rumah sakit, Moza masih menebak bahwa itu dibayarkan oleh Vega, meskipun sahabatnya tersebut tidak mengaku. Di tengah lamunannya, suara ketukan pintu terdengar. "Moza, kamu baik-baik saja!?" Itu suara Bumi. Moza yakin dirinya terlalu lama. "Aku baik-baik saja. Jangan masuk!" balasnya. Setelah selesai mandi, Moza mengambil baju handuk yang sudah tersedia di dekatnya. Selepas itu, dia memanggil Bumi untuk membantunya berpindah ke kursi roda. Bumi segera membawa istrinya itu ke ruang ganti. "Sana keluar!" usir Moza. "Siapa tahu kamu butuh bantuan." Bumi tersenyum geli. Dia memiliki hobi baru yaitu menggoda sang istri. Sorot mata Moza berubah tajam. "Iya, iya." Bumi keluar dari ruangan itu, tapi sebelumnya sempat mengusap kepala Moza, membuat wanita itu cemberut. Hanya saja, setelah Bumi benar-benar keluar, bibirnya tampak membentuk senyuman. Pernikahannya tak seburuk apa yang ia pikirkan di awal. "Kamu mau ke mana?" tanya Moza setelah keluar dari ruang ganti, melihat Bumi memakai jaketnya. "Mau meminjam pakaian yang cocok untuk besok," balas Bumi. "Tidak perlu, aku berencana meminta bantuan Vega membawakan setelan jas." Bumi menggeleng menolak, dia berkata memiliki teman yang bisa meminjamkannya. Tidak perlu merepotkan orang lain. Akhirnya Moza pun setuju. "Aku pergi." Bumi kembali mengusap kepala istrinya itu. Setelah keluar kamar, Bumi bermaksud pamit kepada ibu mertuanya, dia menanyakan keberadaan Lara kepada salah satu pelayan di rumah itu. Beberapa pelayan yang sudah tahu tentang keributan tadi, menjadi sedikit takut pada Bumi. Bumi diberitahu jika Lara berada di dapur. Namun, ketika sudah tiba di dapur, Bumi justru mendengar sesuatu yang tidak mengenakkan. Di sana terlihat Vahira sedang berbincang dengan Lara. "Memiliki menantu yang miskin dan tidak tahu diri itu memalukan. Tidak sepertiku, punya tiga anak, selalu mendapat menantu dan calon menantu hebat, kaya raya, berpendidikan tinggi." Vahira sangat membanggakan menantu dan calon menantunya. Menantu pertamanya bernama Aulia, dia seorang wanita karier, posisinya di tempat kerja cukup tinggi, wanita itu menikah dengan anak pertama Vahira bernama Tristan. Sementara Tommy, anak kedua Vahira sudah bertunangan dengan Evelyn dari keluarga kaya raya. Terakhir Nancy, besok akan menikah dengan Kelana yang juga dari keluarga kaya, bekerja di perusahaan besar dengan jabatan tinggi. "Menantumu punya apa? Bisanya hanya bersih-bersih dan menjadi pesuruh," sindir Vahira. Lara memilih diam karena dia malas berdebat dengan wanita itu. "Ibu," panggil Bumi. Lara dan Vahira menoleh. Vahira menatap Bumi dengan kesal. Dia masih marah dengan apa yang dilakukan Bumi kepada putranya tadi. "Ada apa, Nak?" tanya Lara tersenyum. Kelebihan menantunya, selain baik hati dan bertanggung jawab, tentu saja dari sisi mana pun Bumi enak dipandang. "Aku izin keluar sebentar," pamit Bumi. "Oh iya, Bu, kalau mamaku kapan-kapan berkunjung ke sini, tidak masalah, 'kan? Beliau juga ingin lebih dekat dengan Moza, Ibu, juga mungkin Tante Vahira," lanjut Bumi menekankan pada Vahira. Ekspresi Vahira berubah muram, dia masih ingat mama dari Bumi yang mirip preman dan hampir melemparnya dengan sandal butut. "Jangan!" seru Vahira merinding. Jangan sampai dia bertemu dengan wanita itu lagi. "Saya tidak setuju!" tolaknya keras. "Tidak masalah, Bumi," balas Lara tersenyum senang. Dia tahu Vahira takut pada Starla. "Kalian!" Vahira menunjuk keduanya. Kemudian dia pergi dengan langkah kesal, membuat Bumi dan Lara terkekeh bersama. *** "Kenapa?" tanya Bumi kepada Moza yang terpaku melihat kemeja dan jas yang dikatakan merupakan pinjaman. Bumi memang baru saja kembali. Tentu setelan itu tidak ia pinjam, tapi ia beli. "Temanmu begitu baik mau meminjam yang semahal ini." Moza kembali berpikir. "Kamu tidak memaksa temanmu meminjamkan, 'kan?" Bagaimana pun dia masih berpikir sang suami mantan preman kampung. "Apa aku terlihat suka memaksa?" Bumi merendahkan tubuhnya dan kini mendekatkan wajahnya pada wajah Moza. Seketika Moza merasa tidak nyaman, jantungnya berdebar hebat, dan wajahnya kian memerah. Dia segera mendorong wajah Bumi dengan telapak tangannya. Bumi tersenyum geli. Baru pertama kali, dia melihat Moza malu seperti ini. "Tenang saja, aku tidak memaksanya," balas pria itu dan kembali berdiri. Moza lega mendengarnya, walau masih sedikit heran. Malam ini, sepasang suami istri itu tidur bersama dalam satu ranjang. Moza tak lagi melarang. Dia juga tidak merasa risi dengan itu. Ketika subuh tiba, Moza sudah terbangun dan pertama kali yang ia lihat adalah wajah tampan suaminya yang tersenyum mengajak untuk shalat subuh berjamaah. Moza sudah terbiasa dengan ini saat di rumah sakit kala Bumi menginap, mereka akan shalat subuh berjamaah. Dia selalu merasa hangat ketika melakukan ibadah bersama dengan suaminya. Moza tidak berniat untuk datang ke acara akad nikah Nancy dan Kelana, jadi dirinya tidak terburu-buru. Sementara keluarga Pramana yang lain sudah lebih dulu pergi dari pagi hari. Moza melihat penampilannya di cermin dengan gaun merah maroon, dia tampak sangat elegan, tapi ketika memperhatikan kakinya, kepercayaan diri Moza perlahan menghilang. Moza memoles wajahnya, dia cukup mampu berdandan dengan baik. Hanya saja, setelah tampil begitu cantik, dia tetap merasa miris. Entah kapan dia bisa berjalan kembali. Tidak lama, sosok pria muncul di belakangnya dengan setelan formal senada dengannya. Moza tidak bisa menahan ekspresi terkejut saking terpesonanya. Sang suami yang pekerjaannya hanya seorang office boy, kini menjelma menjadi tuan muda kaya. Walau sebenarnya Bumi tak pernah berpenampilan buruk, tapi kali ini sungguh yang terbaik. "Bagaimana penampilanku?" tanya Bumi terkekeh geli melihat ekspresi terkejut sang istri dari cermin. Moza juga berdandan sangat cantik hari ini. Moza yang melihat Bumi menertawakannya, berubah cemberut. "Biasa saja." "Bukankah kita serasi?" tanya Bumi yang tiba-tiba mengeluarkan kalung dari saku jas. Dia memakaikannya pada Moza. Wanita yang sangat mengerti tentang perhiasan itu tentu terkejut. Ini kalung asli, harganya bisa ratusan juta, dan ini bukan kalung miliknya. "Kamu dapat dari mana?" tanya Moza, takut suaminya merampok. "Ini hadiah dari bosku yang lalu karena sudah membantunya." "Benarkah? Kenapa kamu pindah kerja ke Pramana, kalau bosmu sebaik ini?" "Karena beliau pensiun dan bos yang baru sungguh otoriter." Bumi merasa bersalah karena lancar sekali berbohong. Tentu kalung itu ia beli kemarin. Bumi tidak tahan ingin memberikan hadiah untuk istrinya. Meski kembali merasa heran, Moza memilih untuk percaya. Dia memperhatikan kalung indah yang benar-benar cocok dipakai olehnya. Tidak lama, Lara masuk ke kamar keduanya dan tertegun melihat betapa menawannya, putri dan sang menantu. Penampilan mereka bisa jadi dapat mengalahkan penampilan orang-orang di pesta. "Kalian berdua sangat serasi. Ayo berangkat," ajak Lara. Ketiganya bergegas ke hotel tempat pesta pernikahan dilangsungkan. Bumi tahu hotel ini tidak jauh dari perusahaan Pramana dan merupakan hotel bintang empat tempat kerja Sultan. Entah akan bertemu temannya itu atau tidak hari ini. *** Di ballroom hotel tempat pesta pernikahan Nancy dan Kelana digelar, kini sudah cukup ramai dengan tamu-tamu undangan yang hadir. Seorang wanita yang tidak diundang ke pesta tersebut, tapi dia bisa masuk dengan mudah, kini sedang mengamati sepasang pria dan wanita yang bercengkerama mesra. Wanita itu tersenyum sinis, dia bermaksud untuk mempermalukan keduanya hari ini. "Tommy, kamu dan tunanganmu akan menerima pembalasanku," gumam wanita itu yang tidak lain adalah Venus, kakak dari Bumi. Dia tak sengaja mengetahui jika pernikahan adik Tommy yang bernama Nancy diadakan di hotel ini. Tentu saja, dia bersemangat untuk mengacau. Sebelum rencananya dijalankan, Venus sudah terkejut, tak percaya ketika melihat tamu yang baru saja masuk ke dalam ballroom. "Bumi?" Kenapa adiknya bisa berada di sini!? Bumi dan Moza memang menjadi pusat perhatian. Walau penampilan mereka sangat serasi dan menawan, tapi kekurangan dari Moza yang menggunakan kursi roda menjadi omongan. "Bukankah Moza menikah dengan office boy? Ternyata suaminya sangat tampan." "Buat apa tampan, kalau melarat. Lagi pula yang aku dengar pria itu sangat tidak tahu malu. Dia tinggal menumpang di keluarga Pramana, tapi berlaku semena-mena." "Bukankah itu sama dengan Moza, dia hanya anak pelakor, tapi sombong. Lihatlah sekarang terkena karmanya." "Tapi, suami Moza itu boleh juga, kalau aku bayar untuk semalam, mungkin dia setuju, lagi pula dia masuk ke keluarga Pramana karena uang." Beberapa wanita di sana berbisik tentang Moza dan Bumi. Venus yang tadi ingin pergi dan mengurungkan rencananya karena takut dilihat oleh sang adik, mendengar itu semua. Meski dia masih sedikit bingung dengan Bumi yang masuk ke keluarga Pramana, tapi dia kini tampak marah mendengar adiknya yang tampan paripurna, baik hati, sosok putra mahkota di keluarganya, direndahkan seperti ini. Rasanya Venus ingin merobek mulut-mulut mereka. Dia kembali bertekad mengacaukan pesta ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN