11. Kebohongan yang Terlupakan

1843 Kata

“Yang akur, ya, kalian. Kalau ada masalah dirundingkan dulu. Jangan mudah ambil keputusan yang enggak-enggak. Oke?” Aku dan Mas Iqbal kompak mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Bu.” Malam ini keempat orang tua mengantarkan kami ke rumah baru. Rumah baru yang Mas Iqbal bangun sejak dia pulang dari Inggris. Rumah yang katanya memang dia siapkan khusus untuk istri dan anak-anaknya kelak. Ini mengutip dari kalimat Ibu Mertua beberapa waktu lalu. “Ya sudah, kami pulang dulu. Jangan lupa nanti gerbangnya dikunci.” Aku dan Mas Iqbal mengantarkan mereka sampai luar gerbang. Ada perasaan aneh yang tak bisa kujelaskan ketika melihat Papa dan Mama melambaikan tangan padaku. Mungkin itu sedih, tetapi bisa juga senang. Sedih karena ini pertama kalinya aku tidak tinggal bersama mereka, senang kar

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN