15. Tidur di Apartemen

1464 Kata
Enjoy, Gaes! Jemima hanya bisa menunduk malu saat menyadari, apa yang dimaksud ular tangga oleh Semeru adalah hal yang lain. Bukan ular tangga sesungguhnya. Dan gadis itu tentu saja kesal setengah mati dengan calon suaminya itu. Suami yang bukan benar-benar suami tentunya, karena pernikahan mereka hanya sebatas hitam diatas putih nantinya. Pernikahannya dengan Semeru nanti, hanya untuk membayar hutang pada pria itu. Tapi tak apa, yang terpenting hutangnya pada bosnya itu lunas segera. Dia tak berharap apa-apa pada pernikahannya ini. Jika sudah wkatunya tiba—Semeru menceraikannya—Jemima bisa melanjutkan hidupnya dengan tenang tanpa terbebani hutang. Dia bisa fokus untuk bekerja dan mengurus ayahnya. Untuk kedepannya, Jemima sudah memutuskan tidak akan menikah dengan pria mana pun. Hidupnya akan dia dedikasikan untuk ayah tercintanya. “Clau, jadi tidak main ular tangganya?” Semeru yang tersenyum jahil melongokkan kepalanya di pintu kamar. “Saya mau tidur, Pak.” “Loh, kenapa?” “Saya tau ular tangga itu bukan ular tangga yang seperti saya pikirkan.” Semeru tersenyum lebar, karena akhirnya sang gadis mengetahui arti ular tangga sesungguhnya. “Memangnya kenapa kalau ular tangga yang itu? Kamu belum pernah menyentuhnya bukan?” “Pak, jangan begitu lah. Bapak kan sudah janji nggak akan macam-macam.” Jemima mengingatkan bosnya itu. “Tapi, cium aja memang nggak boleh?” Semeru, tanpa meminta persetujuan Jemima sudah memasuki kamarnya. Kamar yang saat ini dihuni oleh Jemima. “Eh, Bapak kenapa masuk? Nggak boleh,” protes Jemima yang sudah bersiap menghalau serangan Semeru. Semeru mengabaikan protes Jemima dan kini bahkan pria itu sudah duduk di tepian ranjang. “Saya mau hukum kamu yang tidak menuruti perintah saya.” “Saya butuh uang,” tukas Jemima cepat. “Dan saya bisa kasih uang itu.” “Tapi Bapak minta imbalan.” “Hanya sebuah ciuman memang kenapa?” “Iya, tapi kan bisa tunggu sampai kita menikah nanti.” “Saya sudah nggak sabar.” “Karena Bapak penasaran sama tubuh saya, kan?” tembak Jemima. “Ya, apalagi memangnya?” Semeru bertanya dengan ekspresi menyebalkan—satu alisnya terangkat. “Kamu tidak berpikir saya cinta sama kamu kan, Clau?” “A—pa? Bukan, bukan begitu maksud saya, Pak. Mana mungkin Bapak jatuh cinta sama cewek seperti saya. Saya juga nggak cinta sama Bapak.” “Bagus kalau begitu.” Semeru tersenyum senang mendengar jawaban Jemima, karena dengan begitu, kedepannya Jemima tidak akan membuatnya repot. Sekali lagi, Semeru tidak menyukai soal yang berbau dengan perasaan dan cinta. Itu adalah hal remeh temeh yang tidak perlu dipikirkan. Selama dia masih sehat, masih bisa bekerja dengan baik dan memiliki keluarga juga sahabat yang selalu mendukungnya, itu semua sudah lebih dari cukup baginya. “Bapak kenapa malah makin dekat?” Jemima menjauhkan dirinya dari Semeru yang kini turut bersandar di kepala ranjang. “Kamu suka nonton film genre apa?” tanya Semeru, sengaja mengganti topik pembicaraan agar Jemima merasa nyaman dan ketika lengah, bisa dia mainkan tubuhnya. “Romance sih, Pak.” Semeru mengangguk lantas mencari-cari film yang diinginkan Jemima. “Pa, tapi nonton drakor aja deh,” pinta Jemima yang refleks menyentuh lengan Semeru. “Drakor itu apa?” tanya Semeru tak paham. “Drama Korea, Pak. Cantik-cantik loh, aktrisnya, pasti Bapak akan suka.” “Ya sudah nih, kamu cari sendiri saja.” Semeru memberikan remot TV pada Jemima yang diterima antusian oleh gadis itu. “Terima kasih.” Jemima tersenyum senang. Lalu menekan tombol mencari-cari drama dari Negeri Gingseng yang ingin ditontonnya. Drama balas dendam yang memiliki latar kehidupan kelas atas, merebutkan kekuasaan dan harta juga sebuah misi balas dendam. Jemima sudah menonton drama tersebut hingga episode 7 dan berlanjut untuk menonton episode 8. Namun baru 10 menit episode 8 berlangsung, Jemima mendengar dengkuran lirih dari sisinya. Semeru rupanya tertidur dan telihat lelah sekali pria itu. Jemima tersenyum dan mencoba membantu Semeru untuk berbaring, agar pria itu bisa tidur dengan nyaman. Jemima memandangi wajah pria itu dengan saksama. Tak pernah dia sangka jika akhirnya akan bisa sedekat ini dengan bosnya sendiri. Jemima akui, jika dia terbilang nekat saat meminta Semeru untuk menikahinya. Tapi dia tak punya pilihan lain, dari pada dia harus hidup dengan dikejar hutang. Dia justru bersyukur karena pada malam itu, Semeru tidak memaksa dirinya untuk melayani pria itu. Akhirnya, Jemima memutuskan untuk turut tidur, setelah meletakkan guling di tengah-tengah antara dirinya dan Semeru. Berharap guling tersebut bisa menjadi pelindung dirinya dari jangkauan tangan nakal Semeru. Sayangnya, ketika pagi menjelang, Jemima merasakan sebuah kenyamanan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Dia juga mencium wangi parfum maskulin yang membuatnya seperti sedang berada di pelukan seorang pangeran. Teringat kata Pangeran yang diucapkan Mama Nike, membuat Jemima terjaga. Kata tersebut diberikan Mama Nike sebagai pujian untuk Semeru yang memberikan motor untuknya. “Morning, Clau.” Begitu membuka mata, Jemima mendapat ucapan lembut dari pria yang sejak semalam tidur di sampingnya. Dan dia juga akhirnya tersadar, jika entah sejak kapan dia letakkan kepalanya di bahu kokoh Semeru, bahkan dirinya memeluk Semeru dengan erat. “Pak, maaf.” Jemima seketika menjauhkan tubuhnya dari Semeru. “Maaf Pak, tidak seharusnya saya tidur di lengan Bapak.” “Tidak masalah. Sini.” Semeru meminta Jemima untuk kembali tidur di lengannya. Jemima menyipitkan mata, menatap Semeru curiga. “Jangan-jangan Bapak yang peluk saya lebih dulu ya?” Semeru terkekeh pelan mendengar tuduhan Jemima. “Sayang sekali di sini tidak ada CCTV. Seandainya ada, kamu pasti akan merasa sangat malu karena sudah menuduh saya begitu.” “Jadi, saya yang peluk Bapak duluan?” Semeru mengangguk sebagai jawaban. “Tapi nggak masalah, saya sama sekali nggak keberatan. Lagi pula, ada yang empuk-empuk menempel ke tangan saya.” Jemima paham apa yang dimaksud empuk-empuk itu. Dan seketika, dia memukul Semeru menggunakan bantal. “Bapak kelewatan mesumnya.” Semeru dengan mudah merebut bantal dari tangan Jemima dan membuangnya begitu saja di lantai. Tak sabar, setelah semalaman menahan diri untuk tidak menyentuh Jemima, akhirnya dengan gerakan cepat Semeru menerjang tubuh gadis itu. Semeru mengungkung tubuh ramping Jemima di bawah tubuh besarnya. “Bapak mau apa?” Jemima takut-takut menatap pria di atas tubuhnya. “Mau kamu, Clau.” Dan setelahnya, Semeru mulai menjelajahi tubuh Jemima dimulai dari bibir gadis itu. ….. Jemima tiba di rumah saat matahari sudah cukup terik. Gadis itu tidak bisa pulang lebih cepat, karena Semeru menahannya untuk tinggal lebih lama di apartemen tersebut, setelah menjelajahi tubuhnya. Lagi-lagi, Jemima tidak bisa berkutik, karena Semeru pintar sekali merayunya. Atau mungkin karena dirinya yang terlalu bodoh sehingga dengan mudah dibodohi oleh pria itu. “Kenapa kamu jam segini baru pulang?!” Jemima terkejut, begitu masuk sudah mendapati tatapan tajam dari Mama Nike. “Maaf, Ma, semalam Jemi nggak kerja tapi ….” Jemima ragu ingin mengatakannya, tapi kalau dia berbohong mama tirinya itu pasti akan terus mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. “Tapi apa?!” bentak Nike. “I—tu, Ma. Dari semalam, Jemi sama Pak Semeru,” jujur Jemima akhirnya. Senyum lebar seketika terbit dari wajah Nike, begitu nama Semeru disebut oleh anak tirinya itu. Nike mendekati Jemima dan menuntun gadis itu untuk duduk dikursi. “Kenapa nggak bilang dari tadi, kalau kamu sama Semeru semalam? Jadi kalian nginap di mana?” tanya Nike penasaran. Wanita itu membayangkan hotel mewah dengan tempat tidur super nyaman yang belum pernah dikunjunginya. “Di apartemen Pak Semeru, Ma.” Manik Nike terbuka lebar, takjub mendengar jawaban Jemima. Dia membayangkan apartemen yang begitu mewah seperti yang di film-fil yang dia tonton selama ini. “Pasti besar ya apartemennya?” “Iya, Ma.” “Beruntung kamu, Jemi. Cuma modal cantik yang nggak seberapa, tapi bisa gaet Semeru yang ganteng dan kaya raya. Kamu harus nurut sama dia, supaya dia betah sama kamu.” Nike mewanti-wanti anak tirinya, agar harta karunnya bernama Semeru tidak lepas dari genggaman. Jemi yang sudah sering dihina oleh Mama Nike, sama sekali tidak merasa tersinggung dengan ejekan mama tirinya itu. “Iya, Ma.” “Terus kamu dapat apa semalam? Pasti Semeru kasih uang jajan ke kamu, kan? Iya kan, Jemi?” Jemima membuang napas pelan. Dia sudah menduga hal ini, sehingga sebelum meninggalkan apartemen tadi, dia meminta uang pada Semeru sebagai ganti uang gajinya di klub. Dan sebelum pulang ke rumah, Jemima sudah mampir ke mesin ATM untuk mengambil sebagian uangnya. “Ini, Ma, uangnya.” Jemima memberikan uang yang diambil dari dalam tasnya. Senyum Nike semakin lebar menerima uang senilai 10 juta itu. “Terima kasih, Jemi. Ingat ya, kamu harus nurut sama Semeru.” “Iya, Ma.” “Ya sudah, kamu langsung istirahat aja. Biar Mama nanti yang urus ayahmu. Dan kamu mau makan apa hari ini? Sup iga mau? Atau mau dibakar aja iganya?” “Terserah Mama aja, Ma.” Jemima berdiri dan menuju kamarnya. Meninggalkan Mama Nike yang sedang menghitung uang pemberiannya yang akan dipakai untuk apa saja nanti. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN