9. Pria Mes-um Menyebalkan

1044 Kata
Happy reading, Gaes!  Dengan menahan tangis, Jemima terpaksa menuruti permintaan ibu sambungnya untuk mengganti baju tidurnya dengan lingerie. Jika bukan demi sang ayah tercinta, dia tentu akan menolak dengan tegas permintaan Mama Nike itu. “Sudah masuk sana!” perintah Nike, begitu Jemima keluar dari kamar mandi. Nike tersenyum lebar melihat tubuh proposional Jemima yang kini terbalut pakaian super seksi. “Tapi, Ma.” Jemima masih berusaha memohon, agar Mama Nike berbesar hati untuk tidak menyuruh Jemima memasuki kamar pribadinya, di mana ada Semeru di sana. “Nggak ada kata tapi, Jemi. Masuk atau saya nggak akan mengurusi ayahmu lagi!” Mama Nike kembali mengancam yang membuat Jemima tak punya pilihan lain. Dengan sangat amat terpaksa, Jemima melangkah menuju kamarnya. Dia mengetuk pintu lebih dulu sebelum membukanya secara perlahan. Dia berdoa sebelum melangkahkan kaki memasuki kamar tersebut, semoga Semeru sudah terlelap sehingga dia bisa menutupi tubuhnya dengan selimut. Dan dia aka naman dari tatapan kelaparan Semeru. Sayangnya, keinginan Jemima tidak terkabul, karena tepat ketika selangkah Jemima memasuki kamar tersebut, Semeru sudah menatapnya dengan ekspresi syok dan berkabut gairah. “Clau,” gumam Semeru kehabisan kata-kata. Pria itu tak bisa mendeskripsikan perasaannya saat ini, mendapati pemandangan yang luar biasa indah. Jemimanya hanya terbalut lingerie tipis yang mengekspos hampir seluruh bagian tubuh gadis itu. Dan Semeru jelas paham, dibalik pakaian setipis tisu itu, tubuh Jemima pasti lah luar biasa indah. “Bapak jangan salah paham.” Jemima berkata sembari menundukkan wajah. “Ini bukan keinginan saya, Pak. Ini perintah dari Mama dan Mama mengancam tidak akan mengurusi Ayah kalau saya nggak mau pakai pakaian ini,” terang Jemima, karena tak ingin Semeru salah paham. Semeru yang sudah terpantik gairahnya hanya menganggukkan kepala tanpa menyimak dengan saksama penjelasan yang disampaikan Jemima. “Sini.” Semeru yang dalam posisi duduk dengan kaki menjuntai menyentuh lantai menepuk sisi tempat tidur itu yang kosong. “Sebentar, saya mau ambil selimut dulu.” Jemima melangkah cepat menuju lemari pakaian untuk mengambil selimut di sana. “Aku tidak mengizinkanmu memakai selimut.” Semeru mencekal pergelangan Jemima yang sudah hampir menyentuh pintu lemari. “Pak, saya malu. Tidak seharusnya saya berpakaian seperti ini.” Jemima hampir menangis saat mengatakannya, dan itu membuat Semeru cukup tersentuh. Semeru meraih dagu Jemima dan perlahan mendongakkan wajah wanita itu dengan perlahan. Mata mereka bertemu. Semeru dapat melihat manik Jemima yang sudah diselimuti kaca-kaca tipis. “Izinkan saya menyentuhmu dengan jari saya, Clau, untuk memastikan. Setelahnya kita akan menikah.” Semeru mencoba merayu gadis di depannya. “Saya janji tidak akan sampai ke menu utama.” “Tapi, Pak. Saya bisa pastikan saya benar-benar belum pernah melakukannya, Pak. Bapak bisa pegang kata-kata saya.” Jemima menggeleng lemah, tidak setuju. “Jemima.” Semeru seperti terhipnotis dengan pesona gadis cantik berwajah ketimuran itu. Pria itu membelai lembut pipi Jemima yang putih bersih tanpa noda. “Pak, kita harus tidur,” lirih Jemima. “Tapi adik kecil saya tidak akan bisa tidur, Clau.” Semeru nampak frustrasi. Inginnya sekarang Semeru menerkam Jemima saat ini juga. Dia yakin ibu tiri Jemima tidak akan mempermasalahkannya jika dia melakukan hal nekat itu. Dia hanya tinggal memberikan uang segepok pada wanita paruh baya itu dan semuanya selesai. Sayangnya, Semeru masih memiliki sedikit belas kasihan pada Jemima. Pria itu tidak akan tega memaksa Jemima untuk melayaninya. “Pak Eru tampan sekali. Tapi kenapa harus menjadi playboy, Pak?” Jemima berucap ragu, pun begitu dengan tangannya yang tergerak menyentuh wajah atasannya itu. “Give me your kiss, Clau,” pinta Semeru. “Saya tidak bisa, Pak.” Jemima kembali menggeleng. “Harus menunggu menikah juga?” Jemima mengangguk. “Dan saya memang belum pernah.” “Kamu pasti bercanda.” Semeru menggeleng tak percaya. Jemima diam menatap Semeru dengan tatapan sayu. “Saya sudah pernah bilang kalau ….” Kalimat Jemima tidak pernah benar-benar selesai karena Semeru sudah lebih dulu mencecap bibir s*****l milik gadis itu. Awalnya, Semeru memang mencium Jemima dengan lembut, seolah mengajari gadis itu cara berciuman yang benar. Namun semakin lama, Semeru mempercepat irama ciumannya. ….. POV Semeru Betapa luar biasanya bibir Jemima yang sedang kurasai sekarang ini. Aku seperti akan gila dengan sensasi yang diberikan bibir Jemima. Jemima Waheed, aku tidak yakin akan bisa melupakan ciuman ini. Jemima yang masih sangat murni kuwalahan mengimbangi gerakan bibirku. Lidahku sudah menari-nari di dalam mulutnya. Kadang kugigit bibirnya yang membuat Jemima melenguh. Jemima saat ini sudah duduk di pangkuanku. Jemima sudah tersulut gairah karena ulahku. Dia sudah pasrah ketika aku meremas setiap jengkal tubuhnya. “Pak Eru, jangan,” pinta Jemima memohon, ketika aku sudah menggigiti puncak bukit kembarnya dari luar lingerie-nya. Akan tetapi lain di mulut, lain lagi dengan respons tubuhnya. Tangan Jemima justru menekan kepalaku untuk semakin dalam memainkan bukit kembarnya. “Nikmati saja, Clau. Aku yakin kamu akan menyukainya,” ucapku disela aktivitasku menikmati tubuhnya. Bahkan kini aku semakin berani. Dengan mudah, kuturunkan tali lingerie yang seketika membuat bukit kembar Jemima terpampang nyata di depanku. Jemima refleks menyilangkah kedua tangan untuk menutupi kedua bukit indahnya. “Pak, kita sudah terlalu jauh.” “Kamu cantik sekali, Jemima,” pujiku, entah aku benar-benar serius atau tidak. Tetapi Jemima dengan tubuh polos bagian atasnya di depanku membuatku kian frustrasi. “Pak, Bapak harus janji akan menikahi saya.” “Janji. Tapi izinkan saya memastikannya,” pintaku sembari memainkan salah satu bukit indah miliknya dengan jari-jariku. “Tapi, aku takut Bapak bohong,” cicit Jemima ragu-ragu. “Kita sudah tak punya banyak waktu, Jemi.” Kubanting tubuh Jemima di atas tempat tidur. Jemima memekik sesaat sebelum akhirnya kubungkan dengan ciumanku yang panas dan liar. Tak ingin membuang-buang waktu, kuturunkan kain tipis yang kini sudah sebatas perut Jemima. Dengan mudah aku menurunkannya sebatas paha mulus Jemima. Dan dengan sekali sentakan, kulepaskan pula kain penutup terakhir yang menutupi mahkota Jemima. Jemima protes di tengah ciuman kami. Tangannya juga berusaha menghalangi tanganku untuk menyentuh mahkotanya. Namun tentu saja aku dengan mudah menyentuhnya dan memainkan jari-jariku di sana. Aku masih belum melepaskan ciuman kami, karena tidak ingin mendengar kalimat protes Jemima. Sementara itu, di bawah sana bisa kurasakan jika jemariku basah oleh cairan cinta Jemima. Juga, sangat sempit. Di bawah sana benar-benar sempit dan lembab. Jemima tidak berbohong. Gadis di bawah kungkunganku sekarang memang benar-benar masih suci. Kalau begitu, aku akan mengatur pernikahan kami segera. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN