Seorang wanita paruh baya mendengkur kecil, lalu tak lama kemudian mata itu mengerjap dengan malas. Dilihatnya dari balik lubang-lubang ventilasi ternyata hari sudah mulai pagi, atau justru malah menjelang siang.
Dengan rasa malas luar biasa ia bangun dari ranjang, sejenak merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku karena kebanyakan tidur. Meskipun begitu, ia masih saja mengantuk dan ingin malas-malasan di kamar sepanjang waktu.
“Hoamm…” Ia menguap dengan lebar.
Tangannya meraih lonceng yang ada di meja kayu samping ranjang, seketika suara bergumuruh pun terdengar.
Grincing grincing grincing……
Sesaat setelah suara gemerincing berbunyi, dari arah luar pintu tiba-tiba datang segerombol dayang yang dengan sigap berbaris rapi.
Wanita itu tersenyum lebar, nikmat sekali menjadi Selir di kediaman ini, apapun yang ia inginkan akan didapat dengan mudah. Lihat saja saat ini, hanya dengan membunyikan lonceng, semua dayang-dayang datang untuk melayani paginya. “Selamat pagi, Selir Yuen.” Para dayang yang berjejer tadi mengucapkan selamat pagi pada majikannya. Meskipun mereka semua tahu bahwa saat ini sudah bukan pagi lagi, melainkan menjelang siang.
Ya, wanita itu adalah Selir Yuen, ia yang baru saja bangun dari tidur kerbaunya.
Kepalanya mendongak dengan arogan, menatap remeh para pelayan rendahan miliknya.
“Kalian siapkan air hangat untukku mandi, sedangkan kau—buatkan sarapan dari daging domba asap, aku tidak ingin menunggu terlalu lama. Cepat laksanakan perintahku!” Nada memerintah Selir Yuen sangat tegas.
“Baik, Selir.”
Dayang-dayang itu membubarkan diri melakukan pekerjaannya, sebenarnya Yuen agak terganggu dengan panggilan ‘Selir’ yang sering diucapkan orang lain saat memanggilnya. Bagaimana tidak? Meskipun ia sudah berhasil menyingkirkan si nyonya utama Suzie, tapi gelar itu belum bisa diraihnya.
Selir Yuen hanya bisa bersabar dan terus berupaya meluncurkan hasutannya pada sang suami, berharap agar Huosheng segera mengangkatnya secara resmi sebagai Nyonya utama di kediaman ini.
Dari arah kamar mandi, terdapat asap yang mengepul dari air hangat yang sudah disiapkan para dayang, tak lupa mereka juga menambahkan aroma terapi untuk menenangkan pikiran.
Selir Yuen sudah bangkit berdiri dari ranjangnya, ia mulai memasuki kamar mandinya.
“Kalian keluar lah.” Ujarnya pada para dayang.
Setelahnya wanita itu melepaskan pakaiannya satu per satu, dimulai dari hanfu terluar, lapisan dalam, lalu dalaman miliknya. Selanjutnya ia melangkahkan kakinya menuju bak berendam, aroma yang dikeluarkan sangat menenangkan pikiran, belum lagi air hangat yang menyegarkan dikulitnya.
Selir Yuen menikmati momentum ini tanpa rasa beban sama sekali, padahal dirinya telah membunuh seorang nyawa. Dulu ia adalah orang yang dipercaya oleh Nyonya Suzie, tapi dengan kurang ajarnya ia mengkhianati kepercayaan yang diberikan, lalu lebih lancangnya lagi adalah ketika Selir Yuen berani merangkak naik ke ranjang Menteri Huosheng.
Selir Yuen selalu iri dengan kebahagiaan Nyonya Suzie, sehingga timbul lah niat jahat. Padahal selama ini Suzie memperlakukannya dengan baik, Suzie lah yang menolong Yuen saat diusir dari tempat tinggalnya karena tak mampu membayar hutang.
Nyonya Suzie tak pernah menganggap Selir Yuen seperti pelayan, ia justru memperlakukan Yuen selayaknya teman akrab, padahal keduanya hanya lah teman lama yang tak begitu dekat dulunya.
Perlahan-lahan Selir Yuen menggoda Menteri Huosheng, ia sangat berani melakukan itu. Disaat bersamaan ada keretakan hubungan antara Huosheng dan Suzie, saat itu lah Yuen menggunakan kesempatan sebaik mungkin merayu suami dari temannya itu.
Dan ya, berhasil!
Yuen diangkat sebagai Selir, meski Huosheng tak benar-benar mencintainya, tapi ia sudah cukup senang kala itu.
Namun, ketika hubungan Huosheng dan Suzie kembali membaik, ia semakin terbakar api cemburu. Huosheng jarang mendatangi paviliunnya, pria itu lebih peduli pada istri pertamanya.
Seiring berjalannya waktu, Yuen akhirnya memiliki dua anak dari Huosheng yakni Riuyu dan Jongyu. Riuyu sangat menuruni sifatnya yang licik, sombong dan arogan. Sedangkan Jongyu merupakan tipikal laki-laki yang cuek dan masa bodo dengan hal yang bukan urusannya.
Puncaknya adalah ketika rasa cemburu Yuen tak bisa terbendung lagi, ia nekat membubuhkan racun di makanan Suzie. Padahal Suzie masih berbaik hati padanya meski Yuen sudah merebut suaminya, Suzie tetap memperlakukan Yuen selayaknya teman.
Memang benar-benar pengkhianat! Akhir hidup Nyonya utama Suzie tamat ditangan temannya sendiri, orang yang diperlakukannya dengan baik.
Lama berendam membuat Selir Yuen terlena, ia memejamkan matanya sejak tadi. Namun, beberapa detik setelahnya wanita itu tersentak kaget saat merasakan tengkuknya disentuh oleh seseorang, ia membelalakkan mata lalu menoleh ke belakang.
“Tidak ada siapapun.” Gumamnya, hanya ia sendiri yang ada di sini.
Sentuhan itu terasa dingin dan kasar, ia meneguk ludahnya susah payah.
“Aku harus segera menyelesaikan mandiku.” Tukasnya dengan diri sendiri, tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang, belum lagi jari-jarinya keriput karena terlalu lama berendam.
Sembari mandi, Selir Yuen mengamati kamar mandi ini, katakan lah ia merasa merinding.
Setelah menyelesaikan ritual mandinya, wanita itu bergeas keluar dari bak mandi lalu berjalan menuju ke ruang ganti. Dilihatnya para dayang-dayangnya sedang membersihkan ranjang tempat tidurnya, ia menghela napas lega karena bukan dirinya sendiri yang berada di sini.
Selir Yuen masuk ke ruang ganti, wanita itu meletakkan handuk yang melilit tubuhnya lalu dibukalah lemari yang menyimpan pakaian-pakaian mewah miliknya.
Saat itu juga sepasang mata Selir Yuen melotot dengan sempurna melihat hanfu berdarah dan juga sebuah kertas yang bertuliskan kalimat terror.
‘Yuen, aku ada di sini, hidupmu tidak akan tenang! Temani aku di alam baka.’
Sontak saja Selir Yuen berteriak histeris. “Arghhh, tidak!”
Wanita itu memundurkan langkahnya, tubuhnya gemetar dengan hebat, sekujur tubuhnya juga panas dingin. Matanya tetap terfokus pada hanfu dan secarik kertas di sana, ia benar-benar syok.
Tidak mungkin orang mati mengirim terror ‘kan?
Mendengar suara terikan majikannya sontak saja membuat para dayang berhamburan memeriksanya. Buru-buru Selir Yuen meraih handuknya untuk dililitkan pada tubuh.
“Selir, ada apa?”
Selir Yuen menunjuk ke arah lemari dengan jari gemetar. “I-itu…”
Dayangnya mendekat pada lemari, mereka menutup mulutnya tak percaya.
“H-hanfu ini bukankah milik Nyonya Suzie? Bagaimana bisa ada di ruang ganti Anda.” Dayang itu bergumam pelan, dilihatnya sorot mata itu juga keheranan dan ketakutan.
“Ya, kau benar, ini hanfu milik Nyonya utama yang telah wafat bertahun-tahun lalu. Di sana juga terdapat tulisan ancaman, ini adalah terror.” Jawab dayang yang lain.
Hal ini sontak semakin membuat Selir Yuen gelisah, jangan-jangan arwah Suzie bangkit dan ingin menuntut balas padanya? Ia menggelengkan kepala kuat-kuat, tidak mungkin!
“Selir, apa hubungan Anda dengan kematian Nyonya Suzie?” Salah satu dayang keceplosan.
Selir Yuen menipiskan bibirnya dengan sempurna lalu menyentak, “Tutup mulutmu, bodoh. Kau menuduhku membunuh Nyonya utama hah?”
Kebusukan Yuen tidak boleh terbongkar, hanya dirinya dan Riuyu lah yang tahu masalah ini.
Dayang itu gelagapan. “M-maafkan hamba, tapi hamba tidak berpikir demikian, hanya saja—“
“Sudah, aku tidak ingin mendengar bualanmu lagi.” Selir Yuen mencengkram erat handuk ditubuhnya, ia berusaha menyembunyikan kegugupan sebisa mungkin.
Jangan sampai dayang-dayang itu curiga bahwa kematian Suzie adalah bagian dari rencananya.
Suara derap langkah kaki dari luar terdengar riuh, sepertinya teriakan Selir Yuen sampai ke telinga para pengawal sehingga mereka berhamburan ke sini.
Selir Yuen semakin panik, tidak ada yang boleh melihat hanfu milik Suzie di sini, itu bisa menambah kecurigaan orang-orang.
“Ce-cepat tutup lemari itu, cepat!” Selir Yuen menyentak para dayangnya.
Dayang itu segera menutup lemari.
“Jangan katakan apapun pada pengawal, kalian tidak boleh mengatakan hal ini.”
“Permisi, Selir Yuen ada apa?” tanya pengawal yang sudah sampai di pintu paviliun.
“Kau, cepatlah keluar dan cari alasan yang masuk akal.” Yuen menyuruh dayangnya, tidak mungkin ia keluar dengan hanya mengenakan handuk saja.
“Baik.”
Dayang itu pergi keluar untuk menemui pengawal.
“Maafkan kami karena telah lalai dalam bertugas, tangan Selir Yuen terjepit pintu sehingga ia berteriak lantang.” Dayang itu beralasan dengan asal.
Pengawal yang ada di sana mengerutkan keningnya heran. “Terjepit pintu? Apakah kalian sudah memanggilkan tabib?”
“Ahh, tidak perlu, Selir Yuen saat ini sedang berendam di kamar mandi, ia hanya syok sebentar saja.”
“Ohh seperti itu, baiklah. Maaf karena sudah mengganggu waktu dari Selir Yuen, kami permisi.”
"Silahkan..." Dayang itu menyentuh dadanya yang bergemuruh, baru kali ini ia diminta untuk berbohong pada para pengawal.
Kepergian para pengawal membuat mereka bernapas lega. Selir Yuen buru-buru mengintruksikan pada para dayangnya untuk tutup mulut, mereka semua dilarang membocorkan hal ini pada siapapun.
“Kalian mengerti?”
"Mohon maafkan kelancangan hamba, bukankah sebaiknya kejadian ini dilaporkan pada Menteri Huosheng agar diselidiki? Hamba rasa, tidak mungkin orang yang telah mati bisa bangkit kembali dan menerror manusia hidup." Salah satu dayang itu memberanikan diri menyangkal ucapan sang majikan.
"Lancang sekali mulut bùsukmu itu, Jalańg! Sekarang kau sudah berani membantah majikanmu 'hah?" Selir Yuen sangat lah arogan dan semena-mena, ia tak segan-segan mengucapkan kalimat tak pantas pada bawahannya.
"Ampuni hamba, Selir. Hamba tidak bermaksud demikian." Dayang itu ketakutan.
"Ku tegaskan sekali lagi, jangan sampai kejadian ini bocor ke telinga orang lain, atau nyawa kalian lah taruhannya." Yuen memberikan sinyal ancaman pada mereka. Jika sampai hal ini terdengar oleh orang lain termasuk Huosheng, maka pria itu pasti akan mencurigainya.
Di sini hanya ada dirinya dan juga para dayang, untuk membungkam mulut pelayan rendah ini cukup mudah. Hanya dengan gertakan, mereka pun tidak berani macam-macam.
"Kami mengerti, Selir."
Bahu Selir Yuen meluruh, ia benar-benar syok dan mulai ketakutan saat ini.