14 : Terror Untuk Selir Yuen

1500 Kata
Tiga hari berlalu, pihak istana telah mendengar serangan yang menimpa gadis itu, alhasil banyak bingkisan-bingkisan yang datang ke kediamannya. Permaisuri Yinhan juga menyempatkan hadir menjengkuk calon menantunya itu, membuat Hangnim tidak enak hati karena telah merepotkan semua orang. Pun dengan pengadilan istana, mereka berjanji akan mengusut tuntas masalah ini. Hangnim tidak mengatakan siapa orang yang telah ia curigai, biar lah pengadilan istana yang mencari tahu sendiri, ia juga ingin tahu kehebatan mata-mata istana dalam penyelidikan. Pagi ini Hangnim memulai rencana balas dendamnya terhadap ibu tirinya, seperti saat ini gadis itu tengah sibuk mengais barang-barang Nyonya Suzie di gudang belakang paviliun. Ketika membuka pintu itu, debu-debu langsung berterbangan menyerang indra pernapasannya. Hangnim sempat terbatuk-batuk sejenak, tapi setelahnya ia berhasil memulihkan napasnya. Faizu dan Maizu juga ada di sana, ikut membantu majikannya mencari baju milik Nyonya Suzie. “Mai, kau taruh di mana baju ibuku?” tanyanya. “Ada di lemari itu, aku yang menyimpannya.” Maizu berjalan menuju lemari tua berkarat, ia sangat ingat karena dirinya sendiri lah yang menyimpannya. Saat itu meski Maizu juga masih kecil, ia sangat rajin dan cekatan sehingga mampu dipercaya Nyonya Suzie untuk menjadi pelayan pribadi anaknya. Hangnim mendekat pada lemari itu, Maizu membuka lemari tersebut dengan sekali hentakan. “Awas!” Hangnim segera menarik lengan Maizu saat terlihat benda jatuh dari atas lemari tersebut. BRAK! Mata Maizu membelalak kaget, ia ceroboh tidak melihat ke sekitar lebih dulu. Papan besar jatuh dari atas sana, untung saja Hangnim segera menyelamatkan dirinya, entah bagaimana nasib kepala Maizu jika benda itu mengenai kepalanya. “Aishhh, hati-hati Mai,” ujar Faizu. Pintu lemari terbuka diselingi suara deritan yang khas, kini Hangnim berfokus pada isi lemari itu. Lemari besar itu menyimpan baju-baju milik ibunya, juga barang-barang pribadi seperti kipas lipat, penangkal mimpi, dan juga hiasan bunga kering. Sejenak Hangnim merasa takjub, barang-barang milik ibunya sangat lah mewah dan elegan, mungkin jika di dunia modern, orang-orang akan menyebutnya sebagai barang antik. Hangnim akan menggunakan salah satu barang ini sebagai media terror bagi Selir Yuen, ia menyeringai tipis. “Hangnim, jika boleh tahu mau kau apakan barang-barang milik Nyonya Suzie?” tanya Faizu yang sudah penasaran. Hangnim berbalik badan menatap pelayan pribadinya, ia menaik turunkan alisnya. “Aku akan menggunakan barang-barang ini untuk menciptakan terror bagi Selir Yuen, karena dia lah yang telah membunuh ibuku, akan ku buat Selir Yuen menjadi gila karena ketakutan.” Faizu menjentikkan jarinya dengan heboh, senyum lebar merekah dari bibir manisnya. “Wahh ide yang bagus, aku mendukungmu.” “Baiklah, ayo bantu aku cari barang ibuku.” Ketiganya segera membongkar isi lemari, pertama-tama mereka akan mengambil baju Nyonya Suzie, lalu barang-barang pribadinya dan juga Hangnim ingin menirukan tulisan tangan sang ibu. Setelah mendapat barang itu, Hangnim segera membawanya ke kamar miliknya. “Mai, tolong ambilkan gunting.” Ujar Hangnim yang sedang meletakkan pakaian ibunya di meja bacanya, sedangkan dirinya duduk di kursi. Maizu segera mengambilkan gunting, lalu memberikannya pada Hangnim. Hangnim memotong hanfu milik ibunya, membuatnya seolah-olah terkoyak. Hanfu itu masih bagus, terbuat dari kain sutera super lembut di zaman ini, sejujurnya sayang sekali merusaknya tapi apa boleh buat? “Apakah kalian punya pewarna berwarna merah, seperti darah?” Hangnim menghentikan kegiatan memotongnya, kepalanya mendongak menatap Faizu dan Maizu. “Ada, sebentar ku ambilkan.” Seru Faizu, gadis muda itu segera mencari-cari pewarna berwarna merah. Faizu datang membawakan sebotol pewarna, ia memperlihatkannya pada Hangnim. “Terbuat dari apa pewarna ini?” “Dari bubuk carmine yang dicampur sari akar kayu manis.” Balasnya. Hangnim membuka botol kecil itu, diperhatikannya cairan berwarna merah khas seperti darah, ia tersenyum puas. “Good job, Faizu!” Pekik Hangnim saking senangnya. Faizu dan Maizu saling menatap lalu mengerutkan keningnya bingung. “Eumm apa itu Good—job?” Refleks Hangnim menepuk dahinya pelan, ia lupa bahwa sekarang sedang terdampar di zaman batu. “Good job artinya adalah kerjaan yang bagus.” “Bahasa dari negeri mana itu?” tanya Faizu lagi dengan polosnya. “Dari negeri barat.” Balas Hangnim, ia membubuhkan cairan carmine merah ke atas baju Nyonya Suzie yang sudah koyak. “Bagaimana kau bisa tahu Bahasa dari negeri barat?” Faizu seolah tak puas hanya dengan jawaban singkat Hangnim. Jujur saja, ia sangat penasaran dengan majikannya yang sekarang, Hangnim berpengetahuan luas. Hangnim menghela napas kasar, kepalanya berdenyut nyeri. “Karena aku belajar! Sudah ya, kita bahas itu lain kali saja.” Faizu pun mengangguk pelan. Kini mereka memperhatikan kegiatan yang Hangnim lakukan, gadis itu masih setia membubuhkan pewarna tersebut pada hanfu milik Nyonya Suzie. Warna merahnya pekat itu sudah menyerupai warna darah sesungguhnya, cukup cocok jika dijadikan bahas terror bagi Selir Yuen. Selain itu, Hangnim juga berusaha menirukan tulisan ibunya, mati-matian tangannya mengukir di sebuah kertas yang bertuliskan ancaman tuk Selir Yuen. Gadis itu memegang kuas, menempelkannya pada semangkuk tinta lalu mengoleskan kata demi kata yang berisi ujaran terror. Setelah berhasil menyelesaikannya, Hangnim tersenyum penuh bangga. “Selesai.” Ia memperhatikan hasil karya buatannya. Baju dan kertas ini sudah cukup untuk memberikan ketakutan bagi Selir Yuen. "Hangnim, apa rencana ini tidak beresiko?" Faizu bergidik kecil, melihat tulisan-tulisan itu membuatnya takut sendiri. Hangnim menggeleng lalu berujar, "Tidak, hanya kita bertiga yang tahu, asalkan kalian berdua tidak membocorkan rencana ini pasti akan berjalan dengan lancar." Faizu dan Maizu mengangguk, mereka tidak akan membocorkan rahasia secuil apapun mengenai majikannya ini. Hangnim menghela napas berat, matanya menerawang ke depan dengan pandangan kosong. "Ini semua ku lakukan demi membalaskan dendam Nyonya Suzie, dan juga..." Hangnim tidak melanjutkan kalimatnya. "... Jia Hangnim," lanjutnya dalam hati. "Juga untuk siapa, Hangnim?" tanya Maizu. Hangnim menggelengkan kepala kecil. "Lupakan, sekarang kalian berganti baju, kita akan menyusup ke kamar Selir Yuen, mumpung masih terlalu pagi, belum ada banyak aktivitas di sini." "Baik." Faizu dan Maizu menjawab serentak. Begitu juga dengan Hangnim, ia bergegas mengganti pakaiannya dengan baju pria berwarna hitam dan juga topeng untuk menutupi wajahnya, hanya untuk berjaga-jaga agar tidak dikenali. *** "Sudah siap?" tanya Hangnim pada Faizu dan Maizu. Kedua pelayannya mengangguk serentak lalu menjawab, "Ya." Ketiganya telah mengenakan jubah khas kehitaman, mereka mengendap-endap menuju paviliun milik Selir Yuen. Pakaian serta tulisan terror sudah ada di tangan Hangnim, ia menyeringai dari balik topengnya. "Hangnim, aku penasaran kenapa kita melakukannya di pagi hari? Bukankah seharusnya malam hari saja, jadi lebih terasa kesan mencekamnya." Tanya Maizu pada Hangnim yang berjalan memimpin di depan. "Aku sengaja melakukannya pagi hari, agar menghebohkan semua anggota paviliun. Bayangkan saja jika Selir Yuen berteriak ketakutan dan orang-orang datang untuk melihatnya, tentu saja ini akan mengundang curiga banyak orang, bagaimana bisa Selir Yuen diterror oleh arwah ibuku." Pemikiran Hangnim sangat menakjubkan. "Woahh, aku semakin takjub denganmu, Putri." Maizu menangkupkan kedua tangan, selayaknya memberi hormat pada gadis itu. Kini mereka semua sudah sampai tepat di depan paviliun teratai, tempat Selir Yuen. Dilihatnya tidak ada penjagaan di sana, ini membuat mereka semakin leluasa untuk masuk ke dalam sana. Hangnim mengintip dari celah jendela terlebih dulu, ia memastikan bahwa ibu tirinya belum bangun di jam seperti ini. "Aman, ayo masuk." Hangnim menyelinap melalui jendela besar, ia menunduk sambil membungkam mulutnya sendiri agar tak bersuara. Begitu juga dengan Faizu dan Maizu yang turut melakukannya dengan baik. Benar saja, di dalam kamar itu terdapat Selir Yuen yang masih tidur telentang di atas kasur. Hangnim menatapnya sambil bersedekap. "Dasar pemalas, wanita seperti ini yang dinikahi oleh Ayahku? Di saat istri-istri lain di luar sana sudah bangun untuk mengerjakan tugas rumah, ia dengan enaknya masih mendengkur seperti babi." "Ughh.." Faizu menahan tawanya, perkataan pedas majikannya memang benar. Selir Yuen tidur telentang, hanfunya sampai melebar menyentuh lantai. Belum lagi suara dengkuran yang keluar dari bibirnya, memang mirip seperti babi liar. Ini lah yang membuat Selir Yuen melarang para dayangnya untuk menjaga kamar, ia malu jika ketahuan gaya tidurnya yang serampangan. "Kita kerjakan, ayo." Hangnim mengibaskan hanfu berdarah itu, ia menatap ke sekeliling ruangan guna mencari letak yang pas. Ia mengetuk dagunya pelan sambil berpikir. Di meja? sepertinya tidak, itu kurang mengagetkan. Paviliun teratai memiliki beberapa ruangan, diantaranya adalah ; kamar tidur, kamar mandi, ruang ganti, tempat bersantai dan juga ruang tamu kecil. Hangnim mengitari ruangan itu tanpa menimbulkan suara sedikit pun, diliriknya sebuah pintu yang menghubungkan pada ruang ganti pakaian, sepertinya ini yang Hangnim cari. "Fai, Mai, sini." Hangnim berbisik amat pelan. Faizu dan Maizu mendekat pada majikannya. "Bagaimana, kau sudah menemukan tempat yang cocok?" Hangnim mengangguk, selanjutnya ia menunjuk ruang ganti itu. "Aku akan meletakkan barang ini di ruang ganti. Hanya si pemilik paviliun lah yang bisa mengakses ruangan itu, setelah mandi pasti Selir Yuen langsung masuk ke sana." "Benar, kau cerdas." Hangnim memimpin jalan, ia membuka lebar ruang ganti itu. Dilihatnya banyak lemari besar yang berisi hanfu-hanfu mahal. "Kita letakkan di dalam lemari ini." Hangnim menggantung hanfu berdarah milik ibunya, tak lupa meletakkan tulisan terror yang terselip di baju itu. "Pembunuh!" Kedua tangan Hangnim mengepal dengan erat, ia berharap agar wanita rubah itu depresi setelah melihatnya, apapun akan Hangnim lakukan demi mencari keadilan untuk Nyonya Suzie. Target setelahnya adalah Riuyu, putri dari Selir Yuen yang sering merundung Jia Hangnim. Hangnim menyeringai tipis, setelahnya ia bersama pelayan-pelayannya keluar diam-diam dari sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN