Selir Yuen dan Riuyu langsung menghampiri kamar Hangnim untuk memberi gadis itu pelajaran, kedua anak dan ibu itu sama sekali tidak bisa menerima kenyataan ini.
Bisa-bisanya Hangnim menerima dekrit perjodohan, seharusnya Riuyu lah yang pantas bersanding dengan Putra Mahkota Lizhuo.
BRAK!
Riuyu menendang pintu kamar Hangnim dengan kasar, sedangkan sang empunya sudah menduga hal ini.
Selir Yuen berjalan cepat menuju Hangnim yang sedang duduk dikursi kayu memandangi kedua perempuan ular tersebut.
"Kau, bisa-bisanya menerima dektrit perjodohan itu? Bukankah sudah ku bilang, kau tidak pantas bersanding dengan Putra Mahkota." Selir Yuen memandang Hangnim dengan berapi-api.
"Lalu, menurutmu siapa yang pantas bersanding dengan Lizhuo? Apakah anakmu? Tentu saja tidak." Hangnim berkata dengan santainya. Jika seperti ini, maka ia akan memanfaatkan perjodohan ini untuk semakin memanas-manasi keluarga tirinya. Tak buruk juga.
"Kau!! Rupanya kau sudah mulai berani membantahku, kemana Hangnim yang lemah hah?"
Selir Yuen hendak menarik rambut Hangnim, tapi Hangnim lebih dulu mencekal tangannya.
Hangnim berdiri dan maju selangkah untuk menatap Ibu tirinya, matanya memelotot tajam.
"Kau hanyalah perempuan penggoda yang beruntungnya dipungut oleh Ibuku, kau dan putrimu sama-sama berasal dari golongan hina. Dibandingkan dengan diriku yang seorang bangsawan murni, kalian bukan apa-apa." Hangnim mengeluarkan aura intimidasi, seperti yang ia lakukan ketika sedang berada di matras pertandingan.
Riuyu yang melihat Ibunya disakiti dan dihina, ia segera berlari menghampiri keduanya.
"Berhenti disana, atau tangan ibumu ku patahkan." Hangnim memelintir tangan Selir Yuen ke belakang, membuatnya mengaduh kesakitan.
"Anak kurang ajar! Berani-beraninya kau menyakiti ibuku." Teriak Riuyu dengan murka.
Hangnim tertawa mengejek. "Baru seperti ini kau langsung marah, lalu bagaimana denganku yang dulu kau siksa? Kalian adalah tikus-tikus sampah yang tak tahu diuntung, sudah mendapatkan kemewahan tapi masih serakah. Terutama kau Selir Yuen, Ibuku telah mengasihanimu dengan mengizinkanmu tinggal dikediaman ini, tapi kau malah mengkhianatinya."
Suara Hangnim terdengar sangat murka, bahkan hawa disekitarnya menjadi suram. Selir Yuen meneguk ludah susah payah, sedangkan Riuyu mematung ditempat karena ia tak berani mendekat.
"Kau yang membunuh Ibuku, kau menaruh racun dimakanannya." Hangnim berdesis dengan nada tajam.
BRUK!
Hangnim melempar tubuh Selir Yuen hingga terantuk meja, membuatnya meringis kesakitan.
Hangnim terlihat seperti singa yang siap mencabut nyawa musuhnya. Ia telah mendapatkan ingatan dari pemilik tubuh ini, bahwa Jia mendapati Selir Yuen mencampurkan bubuk racun ke dalam makanan Ibunya. Tapi saat itu, Hangnim sedikit kehilangan ingatannya diakibatkan terbentur batuan licin.
Tubuh Yuen mulai bergetar, bagaimana Hangnim bisa tahu bahwa dirinyalah yang membunuh istri sah dari Menteri Huosheng.
"Bisa-bisanya kau menuduhku, akan ku laporkan kekerasan ini pada suamiku." Selir Yuen berusaha membela diri.
"Hahaha... Mau mengadu pada indukmu? Laporkan saja, maka dengan senang hati aku menunggunya. Aku bukanlah Jia Hangnim yang mudah kau tindas, aku akan membalas semua perlakuan burukmu." Hangnim mencengkram dagu Selir Yuen.
Hingga tiba-tiba saja Riuyu berlari membawa sebilah balok, ia akan menyerang Hangnim. Hanya dengan insting, Hangnim sudah bisa mengetahuinya. Ia sudah terbiasa mendapatkan serangan kecil ini.
Ia sudah memperhitungkan dengan tepat.
Riuyu mengangkat balok tinggi-tinggi, lalu memukulkan ke arah Hangnim.
"Arghhh!" Sebuah suara sangat memekakkan telinga mengalun.
Lalu disusul dengan tawa menggelegar. "Kau salah sasaran, pecundang."
Hangnim segera menggeser tubuhnya saat Riuyu mengarahkan benda itu pada dirinya, alhasil balok itu mengenai tubuh Selir Yuen yang menggelepar dilantai.
Riuyu memerah padam, ia melayangkan tamparannya pada Hangnim. Secepat kilat Hangnim dapat menepisnya.
Hangnim memukul wajah Riuyu bolak-balik, ia tersenyum puas.
"Sudah ku katakan, aku akan membalas perbuatan kalian. Jangan lupa bahwa aku adalah Hangnim yang baru, tidak akan ku biarkan kalian semena-mena terhadapku."
Riuyu sudah menangis tergugu, ia tidak menyangka bahwa Hangnim sudah mulai berani membalasnya.
"Heh, pecundang. Bawa wanita ini keluar dari kamarku." Hangnim menatap Riuyu, sedangkan telunjuknya menunjuk Selir Yuen.
Hangnim tidak main-main, ia terbakar api amarah. Tiba-tiba saja saat dirinya berjalan menuju kamarnya, kilas ingatan Jia Hangnim asli menari-nari dipikirannya, dan ternyata ada seorang anak kecil sedang menyaksikan kematian ibu kandungnya yang tengah diracuni.
Jia Hangnim kecil terguncang psikisnya, ia tidak langsung berlari menuju sang Ibunda. Jia Hangnim hendak melaporkan kejadian ini pada sang Ayah, tapi dipertengahan jalan ia tergelincir bebatuan licin.
Jia Hangnim menderita lupa ingatan ringan, ia tidak ingat kejadian selama beberapa bulan ke belakang. Hingga tiba-tiba saja sebuah berita duka memilukan hatinya, Ibunda tersayangnya meninggal.
Hangnim mengusap wajahnya kasar, sungguh malang sekali nasib pemilik tubuh asli ini.
Setelah kepergian dua ular, Faizu dan Maizu berlarian tergopoh-gopoh menuju junjungannya. Mereka meneliti Hangnim dari atas hingga ujung kaki, memeriksa bahwa apakah Hangnim terluka.
Merasa diperhatikan sedemikian rupa, Hangnim mengerang kesal.
"Kalian kenapa?"
Faizu dan Maizu terkesiap, mereka bahkan lupa caranya memberi salam.
"A-ampun, Putri. Hormat kami pada anda, m-maaf telah lancang masuk ke kamar Anda tanpa permisi." Ujar kedua kakak beradik secara bersamaan.
"Jika kalian mengkhawatirkan keadaanku setelah diserang oleh dua manusia terkutuk itu, kalian tenang saja! Aku sudah menyerang balik mereka." Hangnim terkekeh di akhir kalimatnya.
Faizu dan Maizu mengangguk. Mereka juga sempat melihat bahwa Riuyu memapah Selir Yuen yang babak belur. Awalnya kedua kakak beradik itu tak percaya, tapi ketika melihat sang junjungan tengah baik-baik saja tanpa luka sedikitpun, mereka pun akhirnya lega.
"Putri Hangnim membalas mereka?" Tanya Faizu dengan heboh.
"Tentu saja, Fai."
"Oh Tuhan! Akhirnya Putri Hangnim mampu mengalahkan dua penyihir laknat itu." Teriak girang Faizu, sedangkan sang kakak pun dibuat malu dengan tingkah adiknya.
Hangnim tersenyum, lebih tepatnya tersenyum kecut. Jika seandainya kedua orang ini tahu bahwa ia bukanlah Jia Hangnim, melainkan Lea Hangnim, entah mungkin saja mereka akan kecewa?
"Fai, Mai. Kalian tahu bahwa aku akan pergi ke istana Kisar Dongyin beberapa hari lagi, bagaimana pendapat kalian?" Hangnim berkata sembari menatap ke luar jendela, yang menampilkan langit indah.
Faizu dan Maizu saling bertatapan sejenak, bukankah Hangnim akan sangat bahagia bila bisa berdekatan dengan putra mahkota tersebut.
"Tentu saja itu adalah hal yang membahagiakan, selama ini Anda sangat menyukai Putra Mahkota Lizhuo." Maizu bersuara.
"Membahagiakan, ya?" Gumam Hangnim sangat pelan, posisinya masih menghadap luar jendela.
"Kami akan berusaha mendandani Anda hingga secantik mungkin, Putri Hangnim." Seru Faizu.
Kini Hangnim membalikkan badan, terlihat senyuman merekah pada bibirnya.
"Bagaimana kalau kalian memanggilku hanya dengan nama, tanpa embel-embel Putri atau pangkat sejenisnya."
"Kami tidak berani..." Cicit keduanya.
Hangnim mendengus kesal. "Baiklah-baiklah, hanya saja jika kita sedang bertiga. Bukankah kalian bilang kalau kita sering bermain dulunya?"
Mereka mengangguk serentak.
"Nah, maka dari itu bersikaplah layaknya antar teman, bukan antar junjungan dan bawahan."
"Tentu, Hang-nim. Terima kasih."
"Peluk dong." Hangnim membuka tangannya lebar-lebar, segera kakak beradik itu berhamburan memeluk temannya.
Setahunya, Jia Hangnim sangat menyayangi dua gadis ini. Maka dari itu, Lea Hangnim ingin lebih dekat dengan orang-orang tulus dari pemilik tubuh ini.
Hanya saja, ia belum bisa membuka jati dirinya kepada Faizu dan Maizu. Untuk sejenak, biarkan Lea Hangnim dapat merasakan ketulusan hati dari seorang teman, karena dikehidupannya ia pernah dikhianati oleh temannya sendiri.
'Jia Hangnim, aku akan memperlakukan orang-orangmu yang tulus dengan baik. Biarkan aku menikmati ketulusan mereka, terimakasih telah membiarkan ku menikmati hidup ini.' Lea Hangnim tersenyum manis, tubuhnya terasa berputar-putar karena Faizu dan Maizu melompat-lompat karena bahagia.