8 : Istana Dongyin

2400 Kata
Hari yang Hangnim ingin hindari pun akhirnya tiba juga, calon mertuanya. Kini seorang gadis manis tengah duduk di depan meja rias, di sisi kanan dan kirinya terdapat dua orang dayang yang sigap merias wajah serta pagi tadi ia dibangunkan oleh Maizu dan memintanya untuk bersiap-siap. Ia harus melakukan kunjungan ke istana Dongyin, di sana Hangnim akan bertemu dengan Lizhuo dan menata rambutnya. Sentuhan terakhir diberikan pada bibirnya, Faizu memoles bibir majikannya dengan pewarna merah alami. Cermin perunggu usang memantulkan bagaimana rupa Hangnim setelah dipoles, tampak tidak ada senyuman yang mengembang di bibir gadis muda itu. Maizu juga telah menyelesaikan pekerjaannya, ia meletakkan hiasan bunga melati untuk diselipkan di tengah-tengah rambut majikannya. Ia tersenyum penuh kepuasan, hasil tatanannya sangat indah, cocok dengan Hangnim. “Selesai,” pekik gadis itu. Tubuh Faizu mencondong ke depan, ia melihat wajah Hangnim serta hasil riasannya. “Kau sangat cantik, aku yakin jika Pangeran Lizhuo pasti tergila-gila padamu.” Faizu memuji Hangnim, ia tak berbohong, Hangnim benar-benar menawan. Mendapat pujian semacam itu tak membuat Hangnim kegirangan, justru ia semakin menekuk bibirnya berkali-kali lipat. Sungguh menyebalkan sekali, dirinya belum ingin menikah terlebih lagi melalui jalur perjodohan, Hangnim masih ingin bebas dan menghabiskan waktunya untuk menjelajah zaman ini. Parahnya, calon suaminya adalah seorang Putra Mahkota, pewaris kerajaan Dongyin. Hangnim yang hidupnya penuh dengan jiwa petualang, pastinya kesulitan menjadi bagian dari anggota kerajaan yang penuh intrik. Maizu memperhatikan Hangnim dari pantulan cermin using itu, dilihatnya sang majikan tidak bahagia sama sekali. Maizu sudah bertahun-tahun menjadi teman bermain sekaligus dayang pribadi Hangnim, dulunya Hangnim kecil sangat menggilai Lizhuo, bahkan tahap akut. Namun, setelah kematian Nyonya Suzie, keceriaan Hangnim pun lepas begitu saja, gadis itu lebih suka mengurung diri di kamar, ketika Lizhuo datang berkunjung ke kediaman Huosheng pun Hangnim sama sekali tidak berminat menemuinya. Ditambah lagi sekarang Hangnim berubah menjadi sosok gadis yang tangguh, masa lalu gadis itu seolah terkubur hingga dalam, kini yang ada hanyalah Hangnim dengan sifat dan watak yang baru. “Hangnim, kau tak bahagia?” Tiba-tiba saja Maizu bergumam. Sontak saja membuat Faizu terdiam, ia melirik kakaknya. Maizu memberi kode pada adiknya agar Faizu tidak memuji-muji Lizhuo, ingat bahwa karakter Hangnim yang sekarang jauh berbeda dari Hangnim dulu. Terdengar hela napas kasar dari bibir Hangnim, lalu disusul oleh senyuman yang merekah dari bibirnya. “Aku bahagia, aku bersyukur karena telah diberikan kesempatan kedua untuk hidup lagi.” jawabnya dengan sorot mata lurus ke depan. Maizu agak mengernyitkan keningnya bingung, kesempatan kedua untuk hidup? Apakah sebelumnya Hangnim pernah mati? Namun, buru-buru ia mengenyahkan pemikirannya, bukankah dulu majikannya pernah hampir mati akibat tenggelam. Maizu memeluk Hangnim dari samping, ia sangat menyayangi majikannya ini. “Tetap semangat menjalani hidup yang keras ini, Hangnim. Aku ingin melihatmu bahagia, meskipun kau sendiri berat menerima perjodohan ini. Bukankah kau bisa menggunakan kedudukanmu untuk membalas dendam pada orang-orang jahat itu?” Hangnim mengangguk membenarkan, ketika ia menikah dengan Lizhuo, otomatis kedudukannya pun bergelar sebagai permaisuri. Dengan gelar ini ia lebih leluasa menggenggam dunia dalam tangannya, ia mudah membalaskan dendam Jia Hangnim. “Aku juga berpikir demikian, terimakasih karena selalu mendukungku.” Hangnim membalas pelukan Maizu. “Aku juga ingin memelukmu.” Faizu mengerucutkan bibirnya dengan gemas. Hangnim pun terkekeh, setelahnya ia juga memeluk Faizu, ketiganya saling memberikan support. “Ohh ya, pupuk yang ku buat sudah jadi, kalian bisa mengantarkannya pada penduduk desa Quoying. Sampaikan salamku pada Nenek Shin karena tidak bisa hadir di sana.” ujar Hangnim. “Baiklah, jadi kau ke istana tanpa memerlukan dayang?” “Ya, aku berani sendiri.” “Siap, laksanakan!” Hangnim sudah siap untuk beranjak, ia mengenakan gaun berwarna merah diselingi pernak-pernik emas, sangat mewah dan sempurna. Sebagian rambutnya terurai, sebagian lagi disanggul ke atas dengan taburan hiasan bunga di sana. Ia berjalan keluar kamar, di depan kediaman sudah ada beberapa orang yang menunggu dirinya. Faizu dan Maizu setia berada di belakang majikannya, mengawal Hangnim. Huosheng, Selir Yuen dan Riuyu, mereka bertiga berjejer dengan rapi selayaknya keluarga hangat. Tak lupa ada kereta kuda yang sudah disiapkan, itu menjadi kendaraan Hangnim selama perjalanan menuju ke istana Dongyin. Mendengar derap langkah mengalun, sontak saja semua mata reflek memandang ke sumber suara, di lorong itu Hangnim berjalan dengan anggun. Dagu Hangnim sengaja diangkat tuk menunjukkan kedudukannya, tidak ada tatapan malu-malu ataupun ketakutan pada raut wajah itu. Riuyu menatap Hangnim dengan kesal, gadis itu sangat iri pada keberuntungan yang selalu menghinggapi Hangnim. Kenapa tidak dirinya saja yang menjadi calon istri Luzhuo? Ahh, benar-benar menyebalkan! Saat itu juga hampir semua mata memandang takjub ke arah Hangnim, baru kali ini mereka merasakan aura keanggunan luar biasa yang terpancar dari diri gadis itu. Bahkan Menteri Huosheng sekalipun, ia menatap putrinya yang begitu cantik. Wajah Hangnim menuruni sang ibu, Nyonya Suzie, tidak heran bila Huosheng melihat duplikat istrinya dari sang anak. Hangnim menghentikan langkahnya tepat di depan keluarga bahagia itu, ia tidak mau susah payah memberi salam pada ayah ataupun ibu tirinya. “Kendaraanku sudah siap?” tanya Hangnim pada para pengawal. “Sudah, Putri.” Balas salah satu pengawal di sana. Hangnim mengangguk kecil, saat ia ingin melanjutkan langkahnya lagi, sebuah suara menghentikan gerakannya. “Putri Hangnim, kau tidak memberi salam pada Ayahmu? Aku bisa paham jika kau tidak memberiku salam karena aku hanyalah ibu tiri, sedangkan ini adalah Ayah kandungmu.” Selir Yuen mulai memancing provokasi, ia ingin membuat jarak pada ayah dan anak itu. Huosheng menatap putrinya dalam diam, sejujurnya ia sudah cukup sadar diri kenapa Hangnim berlaku dingin padanya. Semenjak putrinya mengalami kecelakaan tenggelam di kolam, bangun-bangun Hangnim sudah berubah sifat, wataknya cukup keras. Semua orang yang ada di sana turut memperhatikan sikap Hangnim, mereka baru sadar jika Hangnim mengabaikan ayahnya sendiri. Riuyu menunggu detik-detik Hangnim dipermalukan oleh ibunya, dalam hati ia sangat memuji tindakan Selir Yuen. Tidak ada raut bersalah ataupun canggung, justru Hangnim balik menatap Selir Yuen dengan senyum yang begitu manis. Sepertinya ibu tirinya ini tidak ada kapok-kapoknya, baiklah jika Selir Yuen ingin bermain-main dengannya. “Terimakasih karena kau sudah sadar dengan posisimu, kau hanyalah seorang selir dan selamanya akan seperti itu.” Balas Hangnim dengan nada datar serta senyuman miring di bibirnya. Ekspresi Yuen yang tadinya sumringah pun langsung luntur seketika, digantikan dengan kekesalan yang luar biasa. Perkataan telak dari Hangnim mampu membungkam kesombongan Yuen, disusul dengan pelototan Riuyu. “Ayah, tidak seharusnya Hangnim berkata demikian.” Riuyu mengadukan tindakan Hangnim pada Huosheng, sungguh ia semakin membenci kakak tirinya saja. Faizu dan Maizu menahan napas karena mulai khawatir dengan majikannya, mereka takut jika Menteri Huosheng menghukum Hangnim. Bibir Huosheng terbuka ingin mengatakan sesuatu, tapi ia urung berbicara tatkala melihat tatapan dingin dari putrinya. Hangnim benar-benar menaruh kebencian pada ayahnya sendiri, entah kenapa disaat-saat seperti ini Huosheng merasa bersalah karena pernah mengabaikan putri kecilnya. “Sudahlah, jangan membahas hal-hal tak berguna. Hangnim bisa terlambat sampai di istana.” Huosheng menyela aduan Riuyu. Dagu Riuyu ingin lepas seketika, sejak kapan ayahnya lebih pro terhadap kakak tirinya ini? Tidak bisa dibiarkan, Riyu tak boleh hilang kepercayaan dari sang ayah. Riuyu hanya lah anak dari selir, Yuen pun mendapatkan lirikan dari Huosheng karena wanita itu berlaku licik. Hangnim sangat menyayangkan bagaimana bisa Nyonya sebaik Suzie mempercayai orang selicik Yuen. “Ibu tidak apa-apa, benar apa kata ayahmu, Hangnim harus segera berangkat menuju istana, orang-orang di sana pasti sedang menunggu dirinya.” Sahut Selir Yuen yang terdengar sok bijaksana, padahal dalam hatinya penuh dengan api dan bara. Hangnim mengamati sikap ayahnya, apakah Huosheng mulai terpengaruh oleh karakternya saat ini? Dulu Jia Hangnim rela-rela saja diabaikan, tapi sekarang jiwa Lea Hangnim mendominasi dan akan menuntut keadilan setelahnya. “Pengawal, kawal putriku dengan selamat sampai ke istana Dongyin.” Huosheng memberi titah pada lima pengawal yang berjaga di sepanjang koridor. “Baik, Menteri.” Ujar mereka bersamaan. Hangnim menukikkan alisnya. Putriku? Sejak kapan ia menjadi anak dari Housheng ini, bahkan roh Jia Hangnim pun pasti tidak sudi diakui oleh pria yang telah mengabaikan dirinya. Hangnim tidak ingin berpikir lebih banyak, ia segera melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Faizu dan Maizu mengikuti majikannya sampai benar-benar masuk ke dalam kereta kuda, keduanya menyingkap gorden yang menutup akses komunikasi. “Fai, Mai, lakukan sesuai yang ku perintah tadi, ketika aku pulang nanti ingin mendengar kabar gembira dari mereka.” Tukas Hangnim, mengingatkan dayang-dayangnya agar memberikan pupuk tanaman pada penduduk Quoying. “Tentu, setelah ini kami langsung meluncur ke sana.” “Aku mempercayai kalian.” Hangnim tersenyum sangat manis memperlihatkan dua lesung pipinya. Obrolan antara Hangnim dengan dayang-dayangnya membuat Huosheng mengiri, putrinya bisa tersenyum ramah pada mereka, sedangkan pada dirinya sendiri? Huosheng merasa asing. Menghela napas kasar, Huosheng akan mulai memperbaiki sikapnya pada putri tercintanya. Lengkingan suara kuda terdengar kala sang kusir menarik tali kemudi, roda-roda bergerak seiring dengan derap langkah binatang berkaki empat tersebut. Kusir mulai membawa Hangnim menuju ke tempat tujuan, semua orang yang ada di sana memperhatikan kepergian sang putri. Di perjalanan Hangnim hanya diam dengan bosan, ia berada di dalam kereta kuda yang berukuran satu setengah meter, kanan kirinya adalah papan kayu serta gorden berwarna putih yang menutupinya dari akses luar. Jika biasanya gadis-gadis lain akan gugup ketika hendak bertemu dengan keluarga calon suaminya, sangat berbeda sekali dengan Hangnim, ia tak merasakan kegugupan sama sekali. Hangnim hanya berharap semoga saja ia tak merusak suasana istana dengan sikapnya yang sarkastik dan suka seenaknya. Perjalanan dari kediaman Huosheng menuju istana Dongyin hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit saja, tidak terlalu jauh karena sama-sama terletak di pusat kota. Sesampainya Hangnim di sana ia sudah disambut oleh puluhan dayang yang berbaris rapi. Kusir menghentikan tarikan pacuan kudanya lalu memberitahu sang putri. “Putri, kita sudah sampai di istana Dongyin.” Hangnim yang tadinya melamun pun tersentak lalu menjawab, “Baiklah, aku akan turun.” Hangnim turun dibantu oleh pengawalnya, sejenak matanya melirik pada megahnya bangunan istana ini. Padahal itu baru bagian luarnya saja, terdapat dua benteng besar nan kokoh berdiri. “Terimakasih.” Ucap Hangnim sesaat setelah menuruni kereta kuda dibantu oleh pengawalnya. Para dayang-dayang istana segera menghampiri gadis itu dan memberinya kalung bunga, Hangnim merasa diistimewakan di sini. “Semoga Putri Hangnim diberkati, selamat datang di istana Dongyin.” Ujar salah satu dayang di sana, ia nampak takjub dengan dandangan anggun Hangnim. Aura yang Hangnim keluarkan mampu menyihir semua orang di sana. Mereka semua belum pernah melihat Hangnim dewasa, hanya pernah mendengar desas-desus bahwa Hangnim adalah sosok pendiam dan pemalu akut. “Terimakasih atas sambutan yang indah ini.” Hangnim berujar dengan suara lembut. Meskipun ia tak pernah memakan tata krama khas kerajaan, tapi setidaknya ia pernah mendapat pelajaran adab budi pekerti saat di sekolah dulu. Para dayang terpana dengan kecantikan Hangnim, sosok ini seperti berbeda dengan Hangnim kecil di masa lalu. Orang bodoh mana yang mengatakan rumor jika Hangnim adalah pemalu? Mungkin mata mereka buta. “Silahkan lewat sini, keluarga besar sudah menunggu Anda di sana.” “Baik.” Hangnim merasa diperlakukan dengan baik di sini, jauh berbeda dengan di rumahnya sendiri. Sepanjang perjalanan menuju ke paviliun pribadi anggota istana, Hangnim mengamati bangunan-bangunan di sini, semua interior sangat mewah. Sesampainya di sebuah pintu besar berwarna kecokelatan, para dayang pun membuka pintu itu untuk Hangnim. Derit pintu terdengar menggema, sontak saja semua mata yang ada di dalam sana mengarah pada obyek yang sama. “Silahkan masuk, Putri.” Hangnim melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam ruangan, sementara dayang-dayang tadi pun undur diri. Ternyata di dalam ruangan itu sangat luas, ada meja persegi panjang serta kursi-kursi yang saling berhadapan. Tak lupa, ada juga penghuni yang sudah duduk dengan rapi seakan-akan sedang menunggu kehadiran seseorang. “Hangnim, sudah lama aku tidak melihatmu.” Seorang wanita berparas ayu mendekat pada Hangnim, wanita itu memeluk Hangnim dengan singkat lalu tersenyum merekah. Untuk sejenak Lea perlu menggali ingatan dari Jia, tentang siapa wanita ini. Jika dilihat dari pakaian, keanggunan dan gerak-geriknya, sepertinya wanita dihadapannya kini bukan lah orang sembarangan. “Aku sangat sedih mendengar kabar buruk itu, kau tenggelam di kolam, sedangkan tidak ada satupun keluargamu yang memberitahu ku soal itu. Syukurlah saat ini aku bisa melihatmu.” Raut wajah wanita itu nampak lega. Hangnim ingat, sosok itu merupakan Permaisuri Yinhan—Ibu dari Lizhuo, yang juga berarti Ratu dari kekaisaran Dongyin. “Kabar hamba baik, senang melihat Anda, Permaisuri.” Hangnim menunduk memberi hormat pada Yinhan. Yinhan menahan kedua lengan gadis itu sambil berkata, “Tidak usah seformal itu padaku, bersikaplah seperti saat kau kanak-kanak dulu, bukankah kau juga menganggapku seperti Ibumu sendiri ‘hm?” Hangnim tersenyum kaku, Yinhan ternyata cukup ramah. “Baiklah, Ibu Yinhan.” Yinhan mengajak Hangnim untuk duduk di salah satu kursi di sana, Hangnim belum menyadari ada tatapan tajam yang selalu mengawasinya sejak melangkah masuk ke ruang ini. Sesaat setelah Hangnim duduk, kepalanya mendongak ke depan dan langsung bertatapan dengan sepasang mata elang hitam legam. Lizhuo, pria itu menatap Hangnim tanpa mengalihkannya sedikitpun. Gadis itu hanya bisa menaikkan alisnya dengan bingung, lalu memutar bola matanya jengah. “Hangnim, sudah lama kau tidak mengunjungi istana ini.” Sebuah suara lain terdengar. Hangnim memutuskan kontak matanya dari Lizhuo, kini tatapannya bergeser pada seorang pria baya yang berwibawa. Hangnim menangkupkan kedua tangannya lalu berujar, “Salam hormat hamba pada Kaisar Dongyin.” Kekehan berat terdengar mengalun terlinga, Dongyin tertawa melihat sikap hormat gadis itu yang sangat jauh berbeda semasa kanak-kanak. “Hangnim, kau seperti orang yang berbeda saja. Dulu kau sering berlari-larian di depanku tanpa rasa malu-malu, sekarang kau bahkan sangat menghormat padaku.” Dulu Hangnim kecil sering bermain disekitaran istana ini, ia tak segan-segan berlari kejar-kejaran tepat di depan Dongyin. Hangnim kecil memang sering berada di lingkungan istana, tidak heran jika banyak orang yang mengenal dirinya. Namun, semua itu lenyap tatkala Hangnim kehilangan ibunya, Hangnim jarang terlihat disekitaran istana lagi, gadis kecil itu lebih suka mengurung diri. Gadis itu hanya bisa tersenyum kaku mendengar pernyataan Dongyin, ahh masa kecil yang memalukan! Lizhuo masih terus menatap Hangnim tanpa henti, memang benar perkataan ayahnya, Hangnim seperti orang yang berbeda. Ke mana tatapan penuh cinta nan memuja yang sering dilayangkan gadis itu padanya? Dari tatapan tadi, Lizhuo berspekulasi bahwa Hangnim seperti tidak memiliki perasaan padanya. Lizhuo menerka-nerka, apakah Hangnim sedang jual mahal dengan bertindak sok cuek? Jika benar begitu, maka Lizhuo tidak akan mau memberikan kepeduliannya pada gadis itu. Merasa ada yang terus memperhatikan dirinya, Hangnim pun menoleh cepat pada Lizhuo, membuat sang empunya tertangkap basah karena sejak tadi mengamati gadis itu tanpa henti. Lizhuo adalah sosok pria bertubuh tinggi tegap, lengannya sangat kokoh, garis rahangnya juga tercetak dengan sempurna. Hangnim berpikir, apakah ini pria bernama Lizhuo yang akan dijodohkan dengannya? Huh, terlihat dingin dan cuek.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN