“Jadi Hangnim, kami mengundangmu ke sini agar semakin lebih dekat lagi dengan Lizhuo. Dulu semasa kanak-kanak kalian adalah teman bermain, sekarang kalian sudah dewasa dan pantas untuk menikah.” Permaisuri Yinhan berujar, sorot matanya teduh kala menatap gadis itu.
Hangnim melirik pada Lizhuo, pria itu sudah tegap dengan pandangan mata yang datar.
“Ya, aku ingin mempercepat pernikahan kalian agar tahta ini bisa segera dipimpin oleh putraku. Aku sudah terlalu tua untuk memegang tahta, biarlah Lizhuo yang memimpin kekaisaran Dongyin setelahnya, tentu saja dengan didampingi olehmu sebagai permaisurinya.” Dongyin menimpali, pria baya itu terlihat berwibawa meski usianya mulai memasuki senja. Ia sudah lelah memimpin pemerintahan, sudah waktunya bagi Dongyin untuk pension.
Hangnim menegang ditempatnya duduk, pernikahan dipercepat?
“Dipercepat? Bukankah itu terlalu terburu-buru, lagipula Kaisar Dongyin masih berwibawa dan pantas menduduki tahta ini.” Hangnim berusaha untuk mencari-cari alasan agar pernikahannya diundur, atau lebih baik dibatalkan sekalian.
Lizhuo diam-diam mengamati Hangnim, kenapa gadis itu tidak suka jika pernikahan mereka dipercepat?
Jika dilihat-lihat, penampilan Hangnim memang sangat cantik dan segar. Gadis itu menakjubkan dibalik gaun mewahnya, belum lagi riasan tipis di wajah itu. Lizhuo sedikit menarik sudut bibirnya, entah kenapa ia merasa puas dengan dandanan calon istrinya.
Dongyin terkekeh pelan. “Tidak-tidak, kau terlalu memujiku, Nak. Terlebih lagi aku ingin segera menimang cucu dari kalian, ahh rasanya aku tidak sabar menjadi seorang kakek.”
“Uhuk, uhuk.” Perkataan Dongyin mampu membuat Hangnim tersedak ludahnya sendiri. Cucu ‘katanya?
Permaisuri Yinhan memerintahkan dayang yang ada di sana untuk menuangkan air pada gelas Hangnim, lalu meminta gadis itu untuk meminumnya.
“Terimakasih, Ibu Yinhan.” Ujar Hangnim, ia meneguk air mineral itu hingga tandas.
Menurut Hangnim, Yinhan adalah sosok wanita baik hati dan penyayang, ia bisa merasakan pancaran ketulusan dari permaisuri itu.
Permaisuri Yinhan sangat cantik, kulitnya putih bersih meskipun sudah ada kerutan di sana, lalu senyumnya yang teduh menawan menghantarkan kehangatan bagi siapapun yang melihatnya.
“Sama-sama, Sayang.”
Permaisuri Yinhan menggelengkan kepala kecil melihat tingkah suaminya yang begitu gamblang mengatakan perihal cucu.
“Lizhuo, sejak tadi kau hanya diam saja, sapa lah calon istrimu.”
Lizhuo menatap ibunya, lalu ia bergeser menatap pada Hangnim yang tampak tak berselera. Sungguh Lizhuo merasa penasaran dengan gadis itu, kenapa Hangnim sekarang lebih cuek dan seperti tidak ada tanda-tanda cinta terhadap dirinya?
Apakah Hangnim sedang merencanakan sesuatu? Lizhuo memincingkan mata curiga, ia harus mencari tahu setelah ini.
“Ekhem..” Lizhuo berdehem singkat, ia tersenyum ke arah sang Ibu. Begitulah Lizhuo, apapun yang ibunya suruh, ia akan melakukannya.
Lizhuo merupakan tipe anak yang berbakti pada orangtua, terutama pada Permaisuri Yinhan.
“Apa kabar, Hangnim?” Suara Lizhuo mengalun di telinga Hangnim.
Tatapan mata Hangnim dan Lizhuo saling bertemu, keduanya tampak bagaikan orang asing yang baru bertemu pertama kali, memang begitu kan kenyataannya?
“Aku baik, bagaimana denganmu?” Hangnim berusaha untuk senetral mungkin, ia tidak boleh gugup ataupun mencurigakan.
“Aku juga baik. Omong-omong, aku sering datang ke kediaman Menteri Huosheng tapi aku jarang melihatmu, ada di mana kau?” Bukan karena merindukan gadis itu, Lizhuo bertanya demikian karena ia penasaran dengan kehidupan gadis ini setelah kematian Nyonya Suzie.
Raut muka Hangnim agak keruh. “Apakah kau mendengar rumor yang beredar bahwa aku pemalu dan sering menyendiri di kamar?”
Lizhuo terdiam beberapa saat, ia memang mendengar rumor tersebut, tapi jika mengingat masa kecil mereka, sepertinya Hangnim bukan tipe gadis pemalu. Hanya saja semenjak kematian Nyonya Suzie, Hangnim jarang terlihat lagi.
Kaisar Dongyin dan Permaisuri Yinhan turut menyimak pembahasan para anak muda itu, sejujurnya mereka juga penasaran dengan keadaan Hangnim selepas ibunya meninggal. Bahkan Menteri Huosheng jika ditanya mengenai keberadaan sang anak pun pasti memilih untuk mengalihkan pembicaraan, jadi pihak istana tidak mengetahui kabar apapun mengenai calon menantu mereka.
“Ya, aku mendengarnya.” Balas Lizhuo setelah terdiam cukup lama.
Hangnim mengangguk kecil. “Semenjak kematian ibu, aku memang lebih suka mengurung diri di kamar.”
Semua orang yang ada di sana terdiam mendengar penuturan gadis itu, Permaisuri Yinhan bahkan sudah berkaca-kaca. Dulunya ia dan Nyonya Suzie merupakan teman, tapi ternyata wanita itu lebih dulu meninggalkan dunia.
“Hangnim, aku turut berduka dengan kepergian ibumu. Kau adalah anak yang kuat, sekarang kau harus bangkit, Nak.” Ujarnya, ia memberikan pelukan hangat pada gadis itu.
“Tentu saja, Ibu Yinhan.” Hangnim memang bangkit, bangkit membalaskan dendam kematian Suzie dan Jia.
“Maaf, aku tidak bermaksud mengungkit kesedihanmu.” Lizhuo merasa bersalah karena telah mengorek luka lama pada gadis itu.
“Aku mengerti,” balasnya.
Permaisuri Yinhan menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. “Baiklah kalau begitu kalian berjalan-jalan lah di sekitar istana, buat agar hubungan kalian semakin dekat.”
“Apakah harus?” tanya Lizhuo dengan alis mengerut.
“Ya, cepat bawa Hangnim berjalan-jalan.” Kini Dongyin yang menyahut.
“Baiklah.” Lizhuo mau tak mau harus mengikuti perintah orangtuanya, pria itu bangkit berdiri.
“Ohh ya, jangan lupa siang nanti bergabung lah di meja makan.” Ucap Permaisuri Yinhan.
“Baik, Ibu Yinhan.” Balas Hangnim.
Jujur saja Hangnim sebenarnya malas jika harus berdua bersama Lizhuo, tapi apalah daya, ia harus melakukannya demi citra dan nama baiknya.
Lizhuo berjalan lebih dulu, sedangkan Hangnim berupaya untuk menselaraskan langkah kakinya agar bisa menyeimbangi pria itu. Keduanya berjalan di sepanjang lorong panjang, baik Lizhuo maupun Hangnim belum ada yang memulai percakapan.
Gaun yang tebal dan panjang ini cukup menyulitkan langkah Hangnim, ia juga merasa gerah karena pakaian yang berlapis-lapis. Refleks, gadis itu menjinjing bagian bawah gaunnya tuk memudahkan langkahnya.
Lizhuo menghentikan jalannya sejenak, ia mengamati tingkah Hangnim yang aneh di matanya.
“Sejak kapan kau kehilangan tata krama sebagai putri seorang pejabat?” tanyanya dengan nada sarkastik.
Hangnim mendongak menatap Lizhuo, kedua tangannya masih setia menjinjing gaun bagian bawahnya hingga terlihat kaki-kaki jenjang gadis itu.
“Aku kesulitan berjalan, apalagi langkahmu yang sangat cepat dan lebar.” Balas Hangnim tidak mau kalah.
Lizhuo melihat Hangnim dari atas sampai bawah, membuat sang empunya merasa tidak nyaman akibat tatapan itu.
“Jangan menatapku seperti itu.” Sahut Hangnim dengan segera.
Lizhuo bersedekap tangan, matanya semakin memandang Hangnim dengan tajam. Ia semakin curiga saja, Lizhuo sangat ingat meskipun Hangnim adalah gadis cilik yang menyebalkan, tapi ia masih memiliki tata krama yang bagus serta sopan santun. Dan tatapan mata itu, Lizhuo benar-benar merasakan perbedaan yang luar biasa.
“Apakah kau benar-benar Hangnim?” Lizhuo memajukan kepalanya ke depan, menatap Hangnim yang terdiam dengan kaku.
Hangnim mencoba untuk tenang, jangan sampai membuat Lizhuo semakin menaruh curiga padanya.
“Tentu saja aku Hangnim, kau pikir aku ini siapa?” Hangnim balas menantang Lizhuo, sepertinya pria didepannya ini ingin bermain-main dengannya.
“Mungkin saja kau adalah orang lain yang menyamar, tatapanmu, karakter, serta tindakanmu seperti bukan Hangnim saja.” Lizhuo mengendikkan bahunya asal, entahlah, meskipun ia tidak menyukai gadis ini, tapi firasatnya tidak pernah meleset.
Hangnim memutar bola mata jengah, ia memang Hangnim. Ya, Lea Hangnim.
“Sudahlah, aku tidak ingin dipusingkan dengan itu. Ada pertanyaan penting yang harus ku tanyakan padamu.” Lizhuo mengalihkan pembicaraan, kali ini lebih serius.
“Apa?” tanya Hangnim.
"Ikuti aku, kita akan bicara di sana saja." Lizhuo menunjuk ke arah depan dengan asal, lalu tangannya meraih lengan Hangnim agar gadis itu mengikutinya.
Mereka kembali berjalan, Hangnim hanya pasrah saja saat Lizhuo menyeret lengannya, benar-benar pria menjengkelkan! Kali ini tujuan Lizhuo adalah ke taman belakang istana, tepatnya di pinggir danau buatan yang indah.
Lizhuo mengajak Hangnim untuk duduk di bangku taman, akhirnya mereka berdua pun duduk saling berdampingan.
“Jadi, apakah kau setuju dengan pernikahan ini?” tanya pria itu.
“Sejujurnya tidak.” balas Hangnim dengan santainya.
“Kenapa? Bukankah dulu kau sangat menyukaiku?” Lizhuo terkejut dengan sikap gadis itu.
Hangnim mendesah pelan lalu berkata. “Itu dulu semasa kita kanak-kanak, sekarang perasaanku sudah berbeda. Bisakah kau membatalkan pernikahan ini saja?”
Hangnim menatap Lizhuo dengan tatapan memelas, berharap agar pria itu mau membatalkan saja pernikahan mereka.
“Kau gila! Perjodohan kita sudah diatur sejak kita masih balita, dan kau juga sangat semangat mengekoriku ketika kecil, sekarang dengan mudahnya mau membatalkan pernikahan?” Mata Lizhuo memelotot sempurna, heran dengan pemikiran gadis itu.
Hangnim meringis kecil mendengar suara Lizhuo yang begitu lantang. Seingatnya, dulu Lizhuo tidak menyukai dirinya, tapi kenapa pria itu sekarang kekeuh ingin menikah?
“Jangan-jangan kau hanya ingin mengincar tahta Kaisar, ya?” Hangnim menuduh Lizhuo dengan mata memincing curiga.
Lizhuo menganga tidak percaya, mulut gadis ini benar-benar perlu diberi pelajaran.
“Jaga bicaramu, aku tidak seperti itu." Sungut Lizhuo dengan cepat, ia sama sekali tidak pernah memikirkan sejauh itu. Meskipun berstatus sebagai Putra Mahkota, Lizhuo tidak ingin buru-buru diangkat sebagai Kaisar, ia masih ingin menimpa ilmu lebih banyak, sebelum terjun menjadi pemimpin.
"Kenapa jadi kau yang bernáfsu untuk menikah, bukankah dulunya kau membenciku? Aku masih ingat dengan perkataan pedasmu, kau tidak ingin menikah denganku karena menganggap bahwa aku bisa merusák citra yang kau bangun susah payah." Hangnim berhasil mengorek masa lalu keduanya, dulu Lizhuo malu jika harus menikah dengan Hangnim, baginya Hangnim hanya lah gadis kecentilan yang tergila-gila padanya.
Namun, sekarang semuanya telah berubah, perlu Lizhuo akui bahwa ia merindukan sosok gadis centil itu. Melihat Hangnim yang sekarang, tidak ada tatapan penuh cinta saat memandang dirinya, Lizhuo menjadi kepikiran karena hal itu.
Apakah Hangnim sudah tidak mencintainya?
Lizhuo tidak menyangkal perkataan Hangnim, ia memang pernah mengatakan kalimat pedas tersebut.
"Kau masih mengingatnya?"
"Tentu saja, aku selalu ingat dengan perbuatan orang-orang yang telah menyakitiku." Seru Hangnim dengan suara agak meninggi.
"Aku juga tidak ingin menikah denganmu, tapi orangtua kita sudah mengikat kita sejak kecil, perjodohan ini tidak bisa dibatalkan. Yah, mau tak mau kita memang harus menikah."
Hangnim sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya menggagalkan pernikahan ini, sepertinya ini adalah takdir yang harus ia terima.
"Hangnim..." Lizhuo bersuara, kali ini terdengar cukup lembut dari sebelum-sebelumnya.
"Hmm?" Hangnim hanya membalasnya dengan deheman singkat.
Mata Lizhuo menatap gadis itu, ia ingin mengatakan sesuatu yang cukup berat.
"Ketika kita menikah nanti, tolong jangan mengharapkan cinta dariku. Aku akan setia padamu, aku bersumpah tidak akan mengambil selir, tapi mengenai hatiku, aku belum bisa memberikannya padamu, setelah menikah nanti ku harap kita bisa hidup dengan urusan masing-masing." Bibir Lizhuo sangat lancar ketika mengatakan itu, berbeda dengan hatinya yang terasa tidak rela.
Hati Hangnim cukup mencelos mendengar pernyataan calon suaminya, bahkan belum menikah pun Lizhuo sudah memberi peringatan. Tidak, sepertinya ini adalah refleks bawaan dari si pemilik tubuh, Jia Hangnim sangat mencintai Lizhuo, tapi sepertinya cinta itu bertepuk sebelah tangan.
Lea Hangnim? Ia baik-baik saja, karena selama ini ia belum pernah merasakan apa itu cinta dari lawan jenisnya, jadi apapun yang diucapkan oleh Lizhuo, ia tak memasukkannya dalam hati.
"Aku paham, dan bisa menerimanya." Jawab Hangnim dengan mudahnya.
Lizhuo mengalihkan tatapan, dadanya begitu sesak. Ia masih berprinsip untuk tidak jatuh ke dalam perasaan cinta, karena bagi Lizhuo, cinta itu tidak penting dan wanita sangat merepotkan.
Namun, di sisi lain ia merasakan gejolak luar biasa saat bertemu dengan gadis itu setelah sekian lama. Boleh dikatakan bahwa Lizhuo sempat merasa kehilangan tatkala Hangnim memilih mengurung diri di rumah dan tidak datang ke istana untuk bermain seperti biasanya.
Lizhuo Yin, pria yang masih labil dengan perasaannya sendiri.
"Maafkan aku, aku menerima perjodohan ini karena titah Ayah dan Ibu, aku terlalu menyayangi mereka sehingga tidak ingin mengecewakannya. Mengenai pengangkatan sebagai Kaisar, aku sama sekali belum berpikir sampai ke sana, yang perlu ku lakukan pertama kali adalah membuat orangtua ku bahagia, yakni dengan cara menikah denganmu."
Hangnim mengangguk-anggukkan kepalanya, ia tidak keberatan. Toh, Hangnim juga bisa memanfaatkan kedudukannya sebagai permaisuri ketika menikah dengan Lizhuo, dengan begitu rencana balas dendamnya bisa semakin mulus. Menjadi permaisuri dari kekaisaran Dongyin adalah impian hampir dari semua wanita, karena banyak keistimewaan-keistimewaan yang didapat.
Menjadi istri dari Lizhuo tidak rugi-rugi amat.
"Aku berjanji akan memberikanmu status, kedudukan dan kemewahan selayaknya permaisuri, aku juga akan memperlakukanmu dengan baik, Hangnim." Lizhuo sudah bertekad, ia akan memperlakukan gadis ini dengan baik.
Hangnim tersenyum kecil. "Aku mengerti."
Lizhuo tidak menemukan tanda-tanda kesedihan di mata gadis itu, justru Hangnim bersikap biasa saja. Namun, hati Lizhuo sendiri lah yang terasa sesak, apakah ia yakin dengan ucapannya?
Lizhuo hanya berharap jika ia tidak menelan sendiri ucapannya.