Rumah ini memang berubah bak neraka setelah bisnis papanya Binar dan Bintang berada di ujung tanduk. Tapi kemudian tiba-tiba saja semuanya membaik, tanpa alasan yang jelas.
Namun sayang, jiwa keluarga ini malah hancur tanpa bisa diselamatkan kembali. Padahal, Binar pikir, ia akan mendapatkan kasih sayang yang sama seperti teman-teman lainnya.
Detik ini, bahkan papa dan mamanya lupa untuk bertanya, apakah Binar lulus? Apakah Binar bisa masuk SMA unggulan? Apakah ia mendapatkan nilai yang pantas? Sama sekali tidak ada penghargaan, bagi raga mungil yang memiliki kasih sayang seluas dunia tersebut.
Sementara di sisi lain, Bintang mulai frustasi, ia memukul-mukul tubuhnya sendiri. Sejak dulu, Bintang memang selalu semena-mena dan bersikap sesuka hati, persis seperti papanya.
Sementara Binar, meskipun ia seorang adik, namun sikapnya selalu mencerminkan perilaku dewasa. Ia begitu mirip dengan mamanya yang lembut dan penyayang.
Dari jarak yang cukup jauh, mama tersenyum ke arah Binar demi menguatkan putri bungsunya tersebut.
Bagi Marta, Binar memang layak dan pantas hidup bersama papanya yang jauh lebih mapan daripada kehidupannya.
"Bereskan semua pakaianmu, Sayang! Jangan biarkan papa menunggu dan marah lebih dalam dari ini. Mama mohon!" bulir-bulir air mata itu menetes, ditemani bibir yang terus saja tersenyum palsu.
"Ma ... ."
"Pergilah! Mama mohon."
Dengan langkah berat dan tidak lagi mampu menjawab, Binar bergerak ke arah kamar. Bersama wajah yang terus tertunduk dan air mata yang membasahi kedua pipi yang bersih, Binar berdoa untuk sesuatu yang terbaik.
Baru saja menurunkan koper, Bintang masuk ke dalam kamar dengan sebilah pisau di tangannya.
Saudara kembar Binar itu menatap tajam ke arah Binar. "Lebih baik aku mati, daripada harus menderita bersama mama yang nggak punya apa-apa!" ancam Bintang dengan tangan yang gemetaran dan mengarahkan pisau ke perutnya.
"Kak, apa yang kamu lakukan?"
"Aku ikut papa atau kamu akan melihat kematianku detik ini juga!?"
"Cukup, Kak! Jangan menambah masalah!"
"Baik, kalau kamu ingin melihat aku mati." Bintang mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan saat itu Binar menghentikannya. Lalu mengatakan bahwa ia setuju bertukar posisi.
"Bagus," jawab Bintang yang tidak peduli, walaupun darah segar keluar dari tangan Binar yang sudah menahan laju pisaunya.
Bintang dan Binar adalah saudara kembar yang benar-benar sulit untuk dibedakan. Hanya pupil mata mereka saja yang berbeda.
Binar, memiliki mata safir kebiruan yang indah. Sementara Bintang, ia dihiasi oleh mata coklat yang terang.
Setelah mendapatkan kesepakatan melalui ancaman, Bintang bergegas membereskan pakaiannya. Ia mengambil sebagian aksesoris milik Binar dan juga pakaiannya.
'Tak lupa, Bintang menarik senjata rahasia yang sering ia gunakan untuk mendapat semua keinginannya dari sang papa.
Sepasang softlens yang sama persis dengan mata Binar dan hal itu membuat Binar sangat terkejut.
Apalagi saat Bintang memasang softlens tersebut dengan cepat. Itu menunjukkan bahwa ia sudah terbiasa melakukannya.
"Kamu, apa kamu sudah memilikinya sejak lama?" tanya Binar yang untuk pertama kalinya tidak memanggil Bintang dengan sebutan kakak karena ia sangat terkejut dan marah.
Bintang tersenyum mengejek, "Ini urusan saya, bukan kamu." Bintang menatap tajam dan cahaya matanya terlihat begitu jahat.
"Kenapa kamu seperti ini?"
"Aku punya banyak alasan," kata Bintang sembari mendekat. "Salah satunya adalah mereka (papa dan mama), sangat menyayangimu karena kamu dianggap sangat baik dan lembut."
"Apa? Ternyata kamu hanya sakit hati karena urusan sepele."
"Kemudian, kamu sangat pintar dan papa ingin kamu kuliah di jurusan kedokteran serta memiliki fasilitas mewah seperti mobil," beber Bintang. Saat itu, Binar sama sekali tidak mengetahui rencana papanya.
"Dari mana kamu tahu soal itu?"
"Dari Bintang yang menjadi Binar beberapa kali. Sekarang, aku adalah Binar. Sementara kamu, kamu akan menjadi Bintang yang kejam, nakal, bodoh, dan tidak bisa diatur."
"Kalau papa dan mama yang bersalah kepadamu, kenapa membalasnya kepadaku?" Binar sangat sedih dan terus menangis.
"Supaya kamu tahu, bagaimana rasanya diasingkan." Bintang mendorong tubuh mungil Binar dengan jari telunjuknya. "Inilah nasibmu jika menjadi Bintang."
"Cukup! Kamu boleh saja bersama papa. Tapi tolong, jaga beliau baik-baik!" pintanya dalam tatapan yang teduh, walaupun sangat marah.
"Jangan mengaturku!" bisik Bintang dalam bentak, sambil membuka matanya lebar-lebar. "Uh, apa itu? Sejak kapan kamu memiliki sesuatu yang berkilauan?" tanya Bintang yang terlihat sangat ingin memiliki kado terindah dari Dayu yang baru saja Binar dapatkan.
"Awas!" Binar menggeser tangan Bintang dari telinganya.
"Jika saya menginginkannya, maka saya akan mendapatkannya." Bintang langsung menarik dan sangat ingin merebut anting-anting tersebut.
Binar tidak tahan lagi, semua ucapan dan kasih sayang Dayu terdengar di telinganya. "Jangan menyentuhnya!"
Tidak ingin kehilangan sesuatu yang berharga sekali lagi, Binar menampar Bintang sekuat tenaga. Hingga Bintang terjengkang dan sudut bibirnya sobek, bahkan mengeluarkan darah.
"Binaaar!" teriak papa yang langsung memeluk Bintang dan memapahnya. "Ayo kita pergi dari sini, Nak? Kamu memang jahat Bintang. Entah apa salah saya di masa lalu? Hingga memiliki anak seperti kamu." Papa terus memeluk Bintang tanpa menatap sosok Binar yang asli.
"Papa ... ." Binar berteriak hingga terduduk di lantai. "Dia Bintang, bukan Binar, Pa." Binar meratap dalam luka.
Sayang, papanya sudah pergi dan sama sekali tidak mendengarkan teriakan dan tangisan Binar yang asli.
Sejak saat itu, Binar hidup bersama mamanya dengan banyak penderitaan, sementara Bintang bersama papanya di dalam kemewahan.
*****
Tiga tahun kemudian, di dalam hunian yang mewah dan fasilitas lengkap. "Binar, Papa sibuk sekali hari ini. Tolong kamu kirimkan uang untuk mama dan juga kakakmu ya, Nak!"
"Baik, Pa," sahut Bintang dengan suara lembut dan bergaya menyerupai Binar.
Papa tersenyum sambil berdiri. Lalu beliau memberikan kecupan kecil pada ubun-ubun putrinya yang semakin dewasa.
"Papa berangkat ya?"
"Hati-hati ya, Pa."
Bagus. Sekarang aku punya uang lebih banyak untuk bersenang-senang. Lagipula, siapa yang peduli dengan mereka berdua. Kata Bintang di dalam hatinya.
Mama, mama selalu memilih untuk memeluk Binar ketika tidur kan? Sekarang, inilah balasannya. Sambung Bintang tanpa suara. Ia terus memupuk kebencian pada orang yang sudah melahirkan, membesarkan, dan juga sangat mencintai dirinya.
Di dalam mobil mewah, "Hah." Papa menghela napas panjang sambil menatap langit yang terang. "Marta, seandainya dulu kamu tidak mengkhianati saya, pasti saat ini kita sudah bahagia."
Semua masalah keluarga ini, dimulai dari kesalah-pahaman dan sebuah pengorbanan besar.
Tanpa sepengetahuan siapa pun, Marta sudah menukar kehormatannya dengan akta perusahaan yang telah dibeli oleh seseorang. Sejak saat itu, tuan Tomy mendapatkan kembali perusahaan dan kedudukannya.
Namun, kelicikan musuh mereka berhasil menghancurkan keluarga tuan Tomy yang semula begitu bahagia.
Di sisi lain, di dalam rumah yang jauh dari kesan mewah. Seorang laki-laki yang awalnya tampak begitu baik dan bersedia membantu, namun sebenarnya begitu keji dan penuh tipu daya, datang menyambangi Marta.
"Marta, menikahlah dengan saya! Mau sampai kapan kamu menjanda?" tanya laki-laki iblis yang sudah merancang konspirasi besar untuk memecah belah keluarga Tomy Annas.
"Maaf, saya tidak bisa. Saya hanya mencintai mas Tomy, Permisi."
"Tunggu! Dia tidak akan pernah kembali," ucap laki-laki tersebut sambil menatap penuh keinginan.
"Kalau begitu, kamu juga tidak bisa memiliki diriku. Selamat sore, Tuan."
Bersambung.