Hadiah Dari Allah

1215 Kata
Seperti langit dan bumi, saudara kembar itu kini hidup dalam keadaan yang berseberangan. Bintang menjadi ratu yang manja, sedangkan Binar menjadi sosok yang mandiri dan terampil. Kepribadian Binar kian terasah setiap detiknya. Demi menjaga senyum sang mama yang sudah sangat menderita, Binar selalu menahan kepedihan dan air mata. Disebuah kontrakan sederhana, terdengar suara rayuan dari seorang gadis kepada ibunya. Dia adalah Binar, sejak mereka diusir dari rumah, dua tahun yang lalu, keduanya tinggal di tempat sewaan yang jauh dari kata mewah. "Ma, sarapan dulu yuk! Binar nggak mau terlambat. Soalnya, hari ini Binar akan mengambil ijazah," ucap Binar memecah lamunan sang mama. "Kenapa?" "Kenapa apa, Ma?" "Kenapa kamu masih peduli sama Mama?" "Mama ini." Binar mencium punggung tangan mamanya yang terbaring lemah di atas tempat tidur. "Mama itu kan mamanya Binar, jangan berbicara yang aneh begitu dong, Ma!" Bulir-bulir air mata mama menetes di ujung matanya. "Kamu sudah bekerja keras selama ini, Mama malu." "Mama jangan mikirin yang aneh-aneh ya, Ma!" Mama menatap Binar, "Semua orang membenci Mama. Tapi, kenapa kamu tidak? Mama ini perempuan yang jahat," katanya semakin terisak. Binar menghapus air mata mamanya dengan jari telunjuk yang telah ia tekuk. "Binar tahu, Mama adalah perempuan yang baik. Papa dan Bintang sudah salah." "Tidak mereka benar. Makanya sejak dulu, Mama meminta kamu juga untuk meninggalkan Mama dan menyusul papamu!" "Kalau Mama jahat, seperti yang papa bilang, pastinya Mama akan membiarkan mobil itu menabrak Binar begitu saja. Mungkin saat ini, posisi Mama adalah Binar." "Binar." "Kalau bukan karena pengorbanan Mama, mana mungkin Binar bisa selamat." Binar menahan tetesan air mata, namun tidak mampu menghentikan getaran kecil di bibirnya yang ranum. "Kalau memang Mama seorang penghianat, kenapa Mama menolak lamaran om Prasetya yang kaya raya itu?" "Dari mana kamu tahu soal itu, Nak?" tanya Marta dengan suara tipis yang terdengar penuh luka. "Binar mendengarnya langsung, Ma. Waktu itu, Binar ngikutin Mama. Maaf ya, Ma!" "Binar, Mama sudah berusaha menyembunyikan semuanya dari semua orang, Nak." "Kalau Mama percaya, Mama bisa cerita sama Binar?! Binar ini kan sudah dewasa, Ma." Mama Marta mengangguk, "Ambilkan tas hitam di lemari kanan paling bawah!" "Baik, Ma." Binar bergegas sebelum mama berubah pikiran. "Ini ya, Ma?" "Iya, Binar." Sejak kecelakaan itu, mama tidak lagi pernah memanggil Binar dengan sebutan sayang. Ini adalah hal yang menyakitkan bagi gadis bermata safir tersebut, tapi ia berusaha untuk tetap menerimanya. "Binar buka ya, Ma?" "Dan bacalah!" perintah sang mama yang bibirnya bergetar terlebih dahulu, seraya memalingkan wajahnya. I-ini, ini adalah surat perjanjian pengalihan perusahaan atas nama Tomy Annas dari Prasetya dengan perjanjian, yaitu memiliki Marta sebagai teman kencan satu malam. Binar membaca surat rahasia tersebut tanpa suara. Tuhan, jadi mama menjual dirinya untuk dapat mengembalikan perusahaan papa? Itu makanya tiba-tiba saja semua keadaan membaik dan papa mendapatkan kembali semua harta bendanya. "Mama ... ini?" "Mama terpaksa melakukannya, Binar. Papamu berkali-kali mencoba untuk bunuh diri. Mama tidak mungkin membiarkannya begitu saja." "Mama," tatap Binar yang dapat merasakan sakit yang sama dengan mamanya. "Tapi semua tidak berjalan sesuai harapan Mama. Dia (Prasetya), merekam semuanya karena sangat terobsesi untuk memiliki Mama. Sejak saat itu, keluarga kita hancur. Maaf kan Mama Binar, maafkan Mama, Sayang!" Mama tidak mampu lagi menahan air matanya. Saat itu, Binar berusaha untuk menegakkan tubuhnya yang terlanjur terduduk di lantai. "Ma." Binar memegang wajah mamanya dan mengalihkan pandangan itu. "Mama memang wanita yang baik. Sekarang, Binar mengerti. Makasih juga karena Mama sudah kembali memanggil Binar dengan sebutan sayang." Binar tersenyum dengan bibir yang terus bergetar. "Sayang! Sebenarnya Mama juga sangat ingin melakukannya. Tapi, Mama berharap, kamu akan meninggalkan Mama yang tidak berguna ini. Dengan begitu, hidup kamu akan lebih mudah, Sayang." "Itu pemikiran yang bodoh, Ma. Jangan ulangi lagi!" pinta Binar sambil memeluk sang Mama dan menghabiskan air matanya. "Cukup, Ma! Binar janji, semua penderitaan Mama ini akan berakhir. Binar akan bekerja lebih keras lagi dan memberikan Mama kehidupan yang layak. Binar juga akan mengobati Mama hingga ke ujung dunia. Binar janji." "Selama ini, Mama sudah meremehkan kamu, Sayang. Tapi kali ini, Mama akan percaya 100% kepadamu. Kamu pasti mampu tanpa bayang-bayang papamu." "Iya, Ma. Allah bersama kita." "Iya, Sayang. Mama akan membantumu. Mama tidak akan menyusahkan kamu seperti ini lagi. Mama janji!" "Hebat," puji Binar yang sangat bahagia pagi ini. "Sekarang, Binar akan ke sekolah buat ambil ijazah. Besok, Binar akan melamar pekerjaan. Apa saja, Ma. Yang penting halal." "Binar, maafkan Mama ya, Sayang." Binar mengangguk di dalam pelukan mamanya. Saat ini, ia seperti memiliki kekuatan dan semangat baru. "Mama sarapan dulu ya? Habis itu, Binar mau ke sekolah." "Iya, Sayang." Pagi ini, mama dan Binar memulai tawa mereka kembali, setelah hampir tiga tahun menjadi orang lain. Mereka kembali saling mendukung dan percaya. Sekitar pukul 11.00 WIB. Binar kembali berjalan ke rumahnya dengan wajah yang cemerlang. Namun pada saat yang sama, ia mendapat telepon dari rumah sakit dan segera ke sana. "Dokter, ada apa?" Dokter tersenyum, "Doa kamu dikabulkan oleh Allah, Binar. Kamu anak yang baik, jadi pantas mendapatkannya." "Apa, Dokter?" "Mari!" Binar dan dokter Teresia berjalan ke arah ruang penyimpanan. Ternyata, Binar mendapatkan kursi roda gratis atas kerja kerasnya sebagai petugas kebersihan gratis di setiap hari minggu, ketika ia tidak bekerja di restoran Padang. "I-ini ... Dokter ini untuk Binar?" Dokter mengangguk, "Ini adalah bentuk apresiasi pihak rumah sakit atas kerja bagus kamu selama dua tahun terakhir. Kamu berhasil menebar energi positif, Binar." "Dokter, terima kasih banyak." Binar mencium tangan dokter wanita paruh baya dan mata safirnya yang elok, tampak berkaca-kaca. "Terima kasih ya Allah. Sempurna sekali nikmatMu hari ini." "Saya antar kamu pulang ya, Binar?" "Mas Agung, makasih banyak ya." "Sama-sama, ayo!" "Dokter ... ." "Iya. Selamat ya, Binar. Kamu pantas mendapatkannya," ucapnya sekali lagi. Sekitar pukul 13.00 WIB, "Mama!" pekik Binar dan membuat Marta menatapnya dalam-dalam. "Ada apa, Binar? Apa ada yang menyakitimu?" Binar tersenyum dan menggeleng, "Tidak, Ma. Hanya saja, Binar lulus dengan nilai terbaik dan dapat beasiswa eksklusif." "Hebat sekali, Sayang. Kamu memang kebanggaan Mama. Sumber kekuatan Mama," puji sang Mama dengan mata yang berkaca-kaca. "Ada satu lagi kejutan besar buat Mama." "Apa?" "Mas Agung, masuk sini!" "Agung? Petugas rumah sakit? Kamu pacaran sama dia?" "Mama ini, Binar sama sekali tidak ada urusan sama pacaran." "Terus apa?" "Selamat siang, Ibu." "Siang, Agung. Masuklah! Maaf, keadaannya seperti ini." "Tidak apa, Bu. Saya hanya ingin membantu Binar karena jarak antara rumah ini dan rumah sakit kan cukup jauh. Jadi kasihan kalau Binar harus jalan kaki sambil membawa kursi roda ini," bebernya sambil tersenyum. "Kursi roda?" Mama tampak bahagia, tapi juga terluka. "Apa yang kamu lakukan Binar? Seharusnya uang beasiswa itu kamu gunakan untuk kebutuhan kamu dan kuliah, bukan membeli kursi roda!" "Kursi roda ini gratis, Ma. Pemberian dari rumah sakit." "A-apa?" "Benar, Bu. Kursi roda ini diberikan pihak rumah sakit atas kerja keras Binar yang melakukan pekerjaan bersih-bersih di rumah sakit, tanpa digaji setiap hari Minggu." "Ya Allah, terima kasih banyak." "Kalau begitu, Agung pamit dulu ya, Bu. Binar, permisi." "Makasih ya, Mas." "Binar ... ." "Mama." Keduanya pun hanyut dalam rasa syukur dan pelukan yang hangat. Sebenarnya, siapa yang paling beruntung di dunia ini? Seorang wanita yang hidup di dalam kemewahan dan dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki niat terselubung? Atau seorang ibu yang begitu dicintai oleh putrinya? Tanya Marta dengan dekapan yang semakin erat. Terima kasih atas hadiah terindah dariMU, ya Rob. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN