Elena seketika bisa bernapas lega mendengar suara ketukan. Namun sudut-sudut bibirnya terasa amat perih, hingga mengeluarkan sedikit darah. Lelaki macam apa yang menyentuh istrinya dengan kasar.
Dia mulai merasa khawatir, tenaga Alex terlampau kuat, dia tak dapat mengimbanginya. Bagaimana jika lelaki itu meminta hak-nya di malam hari. Yang Alex tahu Elena adalah Casandra.
"Aku belum selesai denganmu, Casi," ketus Alex dengan marah. Alex melangkah keluar ruangan dan mendapati Bibi Mae tengah menunggunya dengan gemetar. Dia pasti tahu Alex tak suka diganggu. "Ada apa tiba-tiba begini," hentak Alex kesal.
"Ma-maafkan saya, Tuan, tetapi kata Non Dara, Tuan kecil masih merengek dan meminta bertemu nyonya," ungkap Bibi Mae menunduk.
Astaga. Alex lupa jika kedatangannya kemari untuk mengeluarkan Casandra dan membawanya pada Jordan. Pasti putranya itu telah menunggu lama.
"Saya melihat anda menuju kemari, jadi tolong maafkan jika saya lancang," tambahnya.
"Ah... Sudahlah." Alex melambaikan tangan ke udara. "Katakan pada Dara aku segera datang," perintahnya.
"Baik, Tuan," balas Bibi Mae kemudian berlalu.
Samar-samar Elena mendengar percakapan mereka, dia bisa sedikit lega. Putra Casandra telah menyelamatkannya dari lelaki arogan itu. Dia jadi tak sabar ingin melihat sosoknya. "Dimana dia sekarang?" tanya Elena. Seolah dia sudah lupa adegan barusan.
"Oh, jangan katakan kau sudah mulai merindukan putramu sekarang," selidik Alex tak percaya.
"Apa salahnya? Dia putraku," jawab Elena datar.
Alex mengerutkan keningnya. Dia sama sekali tak mengerti dengan Casandra yang sekarang. Apa mungkin karena pergi belum lama ini dia sudah banyak berubah.
Ah, itu tidak jadi masalah. Malah bagus jika ia merindukan Jordan. Mengingat selama ini dia tak pernah peduli. "Ingat, Cas. Kau harus bayar hutangmu secepat mungkin, dan kau harus membayarnya dengan pelayanmu padaku, kau tidak bisa menggugat cerai jika hutangmu belum lunas," urai Alex dengan tegas.
"Apa hanya ada uang saja di pikiranmu?" Sahut Elena heran.
"Ayolah. Jangan munafik. Kau sendiri juga tidak dapat hidup tanpa uang. Bahkan kau membawa kabur uang perusahaan," cibir Alex mengingatkan Casandra.
Elena hanya terdiam. Dia sadar itu memang kesalahan terbesar Casandra. Bagi dirinya hidup sederhana asal bisa makan dan bekerja saja sudah anugerah terbesar. Apalagi kesehatan Ibunya menjadi prioritasnya sekarang.
"Apa jika aku bercerai denganmu, maka aku bisa pergi dari sini dengan segera?" tanya Elena mengagetkan Alex.
"Apa kau sekarang sudah mendapat buaya darat hingga mudah sekali bagimu mengatakan perpisahan, Cas?" sungut Alex. Dia tak menyangka Casandra semudah itu berpaling darinya. Gadis itu memang terlalu muda saat dinikahi. Dia masih sangat labil. Melupakan Alex pastilah bukan hal yang sulit karena dia perayu handal.
Elena sangat senang mendengar kata cerai. Itu artinya dia tak perlu berlama-lama menggantikan peran Casandra.
"Ah, sudahlah. Itu tak penting. Aku akan mengikuti kemauanmu untuk bercerai jika kau bersikap patuh dan Pamanmu itu bisa menjamin uangku akan kembali," ucap Alex tanpa menunggu jawaban Elena.
"Sekarang bersiaplah, kau harus menemui Jordan terlebih dahulu." Setelah itu, Alex pun berlalu meninggalkan Casandra seorang diri. Dia kemudian memanggil Bibi Mae untuk membantunya berbenah.
Baru kali ini dia merasakan kecewa yang sangat mendalam. Mengapa istrinya ingin segera lari darinya. Apa memang selama ini dia hanyalah pelampiasan saja.
***
Elena terpukau melihat ruang ganti pribadi milik Casandra. Semua pakaian, tas, sepatu, dan barang-barang lainnya bermerek. Dan harganya tidak ada yang ratusan ribu. Elena tahu persis walaupun ia tak pernah punya. Dia tahu dari teman-teman kuliahnya yang berada.
Bibi Mae mengamati Elena yang sedang bimbang. Mungkin setelah pergi beberapa hari ia tampak lelah dan kusut. Tetapi tak mengurangi kecantikannya sedikitpun. Majikannya itu justru semakin cantik. Hanya saja sedikit tidak terawat. "Apa Nyonya perlu dibantu?" tanya Bibi Mae memberanikan diri.
"Oh. Tentu saja, Bi. Menurut Bibi, aku lebih cocok pakai yang mana?" balas Elena.
Reflek Bibi Mae terkejut dengan respon Elena. Casandra tidak akan pernah mau bercakap-cakap dengan seorang maid seperti dirinya. Bahkan melihatnya pun enggan. Dia hanya bisa memerintah dan marah-marah. "Maaf, Nyonya. Mungkin sebaiknya anda menggunakan yang ini." Tunjuk Bibi Mae ragu-ragu.
"Tapi itu terlalu terbuka, Bi. Aku tidak suka pakaian yang minim," sahut Elena tak sadar. Bibi Mae hanya melongo mendengar pernyataan majikannya. Dia hafal betul selera Casandra. Dia selalu suka pakaian terbuka yang menonjolkan lekuk badan.
"Maksudku, aku sedang ingin memakai pakaian santai saja." buru-buru Elena menimpali sadar perkataannya membingungkan. Pasti Bibi Mae pun curiga dengan perubahan Elena. Tak mudah memerankan seorang Casandra yang sangat jauh berbeda darinya.
"Kalau begitu Nyonya bisa memakai yang ini saja." tunjuk Bibi Mae mengarah ke sebuah baju tidur tanpa lengan dan panjangnya sampai lutut.
Elena menghela napas. Apa Casandra begitu hobi memamerkan tubuhnya? Sampai-sampai baju tidurpun semuanya terbuka. "Baiklah, Bi. Terimakasih. Biar aku mandi dulu," balas Elena
Bibi Mae pun bergegas keluar memberi waktu Elena membersihkan badan. Pribadi Casandra sedikit berubah setelah pergi dari rumah. Dia lebih lembut dan santai.
Elena pun mengguyur tubuhnya dengan air hangat, merasai setiap tetesan air meresap ke pori-pori. Belum juga ada sehari, rasanya dia hampir menyerah. Apalagi Alex, lelaki itu semakin berbahaya.
Dia berani menyentuh tubuhnya dengan paksa. Elena khawatir. Apa artinya dia juga harus menyerahkan kesuciannya pada lelaki sombong itu? Tidak, walaupun dia istri pengganti, tetapi Elena harus bisa mengukur waktu hingga Casandra datang kembali.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
"Apa kau masih lama? Jordan hampir mengamuk menunggumu." suara yang asing ditelinganya. Pasti salah satu anggota keluarga Valentino.
"Ya. Aku selesai. Sebentar lagi," sahut Elena mengeraskan suaranya. Segera menyelesaikan mandinya dan memakai baju tidur bermotif bunga teratai, ia padukan dengan cardigan yang warnanya senada, rambut pirangnya ia biarkan tergerai.
Elena memakai lipstik tint warna merah muda untuk menyamarkan luka di garis bibirnya sebab ulah Alex. Dia tak sempat mengeringkan rambut takut Jordan semakin merengek. Ia membuka pintu dengan tergesa-gesa.
"Mommy...."
Jordan seketika melompat ke arah Elena dan ia sigap menangkapnya kemudian menggendongnya. Rupanya ia sudah anteng menunggunya dari tadi.
"Hai, kau sangat tampan," balas Elena tak sadar. Bukankah dia seharusnya sudah tahu hal itu. Dia bisa melihat betapa lelaki kecil itu sangat mirip dengannya. Mungkin karena wajahnya dan Casandra tidak jauh berbeda. Bocah itu mewarisi wajah ibunya.
Dara menatap Elena dengan heran. Casandra tidak pernah memeluk atau menyentuh Jordan sejak ia bayi. Dia hanya memastikan keperluannya terpenuhi. Bahkan penampilannya berubah total. Rambutnya dicat pirang, dan dia tidak memakai riasan tebal seperti biasanya.
"Mommy. Kau kemana saja?" ucap Jordan memelas.
"Hei, sayang. Maafkan Mommy. Mommy ada keperluan sebentar. Setelah ini janji Mommy tidak akan pergi-pergi lagi," sahut Elena dengan lembut. Membelai pipi tembem Jordan yang menggemaskan, dan bocah itu menghujami Elena dengan ciuman.
Kali ini Dara dibuat terpukau dengan pemandangan dihadapannya. Dia benci Casandra, tetapi memang sudah selayaknya Jordan mendapat perhatian dari ibunya. Selama ini dia hanya ditinggalkan dengan seorang pengasuh.
"Aku permisi," sela Dara ingin memberikan waktu pada mereka berdua.
"Ya. Terimakasih telah menjaga Jordan."
Mata Dara membulat sempurna, ini kali pertama wanita itu mengucapkan terimakasih padanya. Dara hanya mengangguk kemudian berlalu pergi.
"Mommy, bolehkan malam ini aku tidur bersamamu? Aku sangat rindu." Jordan melingkarkan tangannya ke leher Elena.
"Tentu saja, sayang. Kau suka dongeng? Mommy bisa bacakan untukmu," balas Elena.
Ajaib. Bocah kecil itu berhasil menghipnotisnya. Dia langsung menyayanginya begitu saja. Oh andaikan sang ibu tahu jika cucunya setampan ini. Sayangnya Casandra tidak pernah mengunjungi mereka. Elena membawa Jordan masuk ke dalam kamarnya.
"Mommy, apa sekarang kau sudah menyayangiku? Mommy tidak pernah mau diganggu, mommy juga selalu marah-marah." Elena terpekur mendengar pengakuannya.
Benarkah Casandra memperlakukannya begitu. Sayang sekali. Padahal Jordan adalah bocah yang manis dan baik. Dia hanya perlu perhatian lebih. "Sayang, mommy selalu sayang Jordan. Maafkan Mommy ya," balas Elena memeluknya erat.
"Yes. Aku suka mommy yang sekarang," pekik Jordan kegirangan.
Elena hanya tersenyum lebar melihat tingkah laku Jordan yang tak henti melompat-lompat. Namun tanpa ia tahu, Jordan langsung menyadari jati dirinya.
"Mommy maukah kau jujur padaku?" pinta Jordan polos.
Elena mengernyit. "Maksud kamu?"
Jordan terlihat ragu-ragu. Tetapi akhirnya dia bersuara "Siapa kau sebenarnya?"
Bersambung..