Pemaksa Ulung

1161 Kata
Apalagi kali ini. Mungkin si bocah kembali bertingkah. Putra semata wayangnya. Sejak kepergian Casandra, putranya semakin berulah dan membuat keributan. "Pulanglah sekarang juga, sebelum putra kesayanganmu itu membuat semuanya berantakan." Panggilan terputus. Ibu tirinya menutup panggilan begitu saja tanpa mendengar jawaban Alex. Inilah yang membuatnya semakin kesal. Dia berlagak seperti nyonya besar di kediaman keluarga Valentino, padahal ibu kandung Alex masih ada. "Kenapa, Lex?" tanya Marcel menangkap gurat kekesalan diwajahnya. "Apalagi? Si nenek tua itu memintaku pulang, Jordan sepertinya ingin bertemu Casandra," ungkap Alex. "So? tunggu apalagi? Bukankah kau bilang dia sudah kembali ke rumah," balas Zico. "Ya, tapi aku mengurungnya di ruang bawah tanah." "What?" sahut Zico dan Marcel bersamaan. Alex tidak akan pernah melakukan hal itu pada Casandra. *** "Aku mau Papa," rengek bocah kecil berusia sekitar tiga tahunan. "Ya. Tunggu ya. Papa sebentar lagi pulang, Jordan kan anak baik," bujuk Dara, adik kandung Alex. "Bisakah kau bilang pada Kakakmu agar cepat pulang dan mengurus anak manja ini?" sahut Esma dengan ketus. Dara hanya mendesah pelan. Ia tak menghiraukan perkataan ibu tirinya. Wanita itu selalu saja berisik. Di tambah lagi dengan tiga saudara tirinya yang lain. "Ada apa ini ribut-ribut?" sapa Alex yang baru saja datang. "Papa!" pekik bocah itu sambil berlari memeluk Alex yang sudah merentangkan kedua tangannya. "Baguslah kamu sudah datang. Anak ini dari tadi merengek terus mengganggu penghuni rumah. Lebih baik kau urus anakmu, jangan seenaknya jidat," ujar Esma kasar. Bola mata Alex seketika membulat. Esma baru saja memantik bara api yang belum padam di hatinya. Moodnya masih berantakan. Dia maju mendekati Ibu tirinya, dan menurunkan putranya. "Jika anda tidak bisa menjaga sikap, apa perlu saya ajari bagaimana caranya menutup mulut!" Tatapan marah Alex terlihat begitu jelas, hingga Esma berjalan mundur perlahan. Dia sadar sudah membuatnya kesal. "Aku bisa mengusirmu sewaktu-waktu jika aku mau," tambahnya dengan ucapan non formal. Wanita paruh baya itu seketika bergidik. Dia merutuki dirinya sendiri yang tak bisa mengendalikan ucapan. Alex tidak pernah main-main. "Bukan begitu maksud Ibu, Lex. Kami hanya pusing, putramu ini seharian menangis dan tidak ada yang dapat menenangkannya," sahut Esma beralasan. Dara yang menyaksikan nyali Esma tiba-tiba menciut, diam-diam tertawa senang. Wanita itu selalu bermulut besar. Tetapi bentakan dari kakaknya telah membungkam kesombongannya. "Kalau begitu, Ibu permisi dulu," lanjutnya sambil berlalu meninggalkan Alex dan Dara. Alex kembali memandang putranya yang masih merajuk. Jordan Valentino, cucu pertama dari keluarga Valentino yang masih berusia tiga tahun. "Jordan kenapa menangis?" tanya Alex membungkuk. "Mommy... Mommy...." berkali-kali ia menyebut sang Ibu yang sudah beberapa hari tidak terlihat. Walaupun Casandra jarang sekali berinteraksi dengan Jordan, namun ikatan batin seorang anak, akan tetap merindukan Ibunya. "Mommy masih-" belum selesai Alex bicara, Jordan menangis semakin keras. "Papa bohong. Dimana Mommy, dimana Mommy." dan dia mulai tantrum. Alex tak punya pilihan lain selain mempertemukan Alex dengan Ibunya. Artinya, dia gagal mengurung Casandra dalam gudang malam ini. Dia tak sampai hati jika putranya merengek. Jordan ibarat cermin pantulan dirinya, betapa ia sangat mirip dengan Alex kecil dulu. Hanya saja wajahnya mewarisi wajah Ibunya. "Baiklah, baiklah. Jangan menangis, Papa panggilkan Mommy," ucap Alex sedikit menaikkan suaranya. Dia tidak akan tahan dengan suara tangis anak kecil. Sama seperti Casandra. "Papa janji?" balas Jordan meragukan ayahnya. "Ya. Tapi Jordan harus diam dan jadi anak baik," tutup Alex sebelum berlalu meninggalkan putranya. Dara menaikkan sebelah alisnya. Sejak kapan Casandra kembali. Tentu kalau perempuan itu kembali rumah tidak akan tenang. Dia pencari gara-gara. Walaupun begitu lebih baik jika dia ada sebab Jordan tidak akan menangis terus-menerus. Alex dengan berat hati menuju ke ruang bawah tanah, tempat Casandra ia kurung. Brak Dia membuka pintu dengan keras. Elena seketika terbangun dan terkejut melihat pintu dan menemukan sosok Alex berdiri diambangnya. Dia ingat harus berwajah ketus. Karena begitulah Casandra. Dia harus bertahan demi kesembuhan ibunya. "Kau datang? Apa kau berubah pikiran?" tanya Elena dengan sinis. "Diam! jika bukan karena putramu, ku pastikan kau akan menangis memohon kepadaku," jawab Alex datar. Elena hanya tersenyum kecut. Alex tak tahu berapa banyak kesulitan yang harus dihadapinya selama ini. Karena ia mengira dirinya adalah Casandra yang terbiasa hidup mewah. "Kemari." Alex menarik lengan Casandra dengan kasar. Dia terkejut mendapati tangan Casandra yang tak semulus biasanya. Dia tidak akan absen menicure pedicure. Kuku-kukunya selalu cantik dan terwarnai. Yang dia lihat kini hanya tangan polos tanpa hiasan apapun. Elena menyadari bahwa Alex sedikit curiga. Dia menarik tangannya dan menyembunyikannya. Alex tak mempermasalahkan hal itu. Dia hanya berdecak pelan. "Dasar wanita licik. Kali ini apalagi rencananya untuk menipuku?" Sindir Alex. "Untuk apa kau kemari, apa kau akan mengurungku lagi ditempat menjijikkan?" tebak Elena meledek. Dalam hati Alex heran, mengapa istrinya tak kunjung merayunya. Casandra akan membujuk dan merayu hingga ia luluh. Kemudian mereka berakhir damai. Selalu seperti itu. Bahkan dia akan teriak-teriak sampai ia dikeluarkan jika Alex mengurungnya. Tetapi mengapa sekarang ia begitu tenang. "Dengar, Cas. Aku mengeluarkanmu bukan berarti mengampunimu. Tapi karena Jordan mencarimu, ingatlah! Urusan kita belum selesai." Alex harus bersikap lebih keras padanya agar ia disiplin. Walau sebenarnya ia tak tega. Elena ingat, sang paman juga mengatakan bahwa Casandra memiliki seorang putra. Sekarang tugasnya harus bisa mengurus anak itu. Mungkin akan menyenangkan, mengingat Elena sangat menyukai anak kecil. "Beginilah caramu memperlakukan istrimu?" Elena kembali tak percaya dengan sikap Alex. Dia kasar sekali. Apalagi dia masih sakit hati akibat tamparannya tadi. "Aku sudah terlalu bermurah hati padamu, Cas. Dan kau semakin tak tahu diri. Sekarang, jadilah perempuan baik dan turuti perintahku," ujar Alex. "Apa bagusnya aku mengikuti perkataan orang sombong sepertimu?" Elena tergelitik untuk melawannya. Dia enggan sekali menuruti orang angkuh macam Alex. "Dan kau kembali ingin membuatku marah?" Alex mendekati elena hingga jarak keduanya hanya beberapa jengkal saja. Elena mengambil langkah mundur, sayangnya dia sudah kepentok tembok. Dia sudah bersiap dengan pukulannya jika lelaki itu menyakitinya. Cukup dia berdiam karena ada sang paman. Sekarang tergantung pembelaannya sendiri. "Ingatlah, Cas. Kau banyak berhutang padaku, jika tidak karena ku, kau dan pamanmu yang tua Bangka itu pasti sudah jadi gelandangan." Plak Kali ini Elena yang melayangkan pukulan pada pipi Alex. Entah, rasanya hatinya marah sekali Alex mengatainya dan pamannya. "Kau mau cari masalah denganku?" tatapan Alex tajam. Elena bisa merasakan itu, seolah hendak mengulitinya dalam-dalam. "Siapa yang mengajarimu berani padaku?" Alex menghimpitnya dan mengungkung badan mungil Elena diantara kedua tangannya. Menekan tubuhnya dengan dadanya yang bidang sampai Elena merasa sesak. Dan Hmmp Alex membungkam mulut Elena dengan mulutnya. Dan melumatnya, menggigitnya dengan kasar. Seperti serigala mengoyak mangsa. Elena tak siap dengan kemungkinan itu, hanya berusaha mendorong dan melepaskan diri. Namun perlawanan Elena tak berarti bagi Alex. Lidahnya menerobos masuk memaksa menjelajah bibir mungil beraroma mint itu. Tiba-tiba tubuh Alex bergetar hebat. Dia yakin sekali rasanya berbeda. Casandra tidak pernah beraroma. Bahkan dia sangat hafal lekuk tubuh istrinya. Gadis dihadapannya ini, sangat padat dan berisi. Mungkinkah Casandra sudah berubah begitu cepat. Dia tenggelam dalam kenikmatan yang direguknya dengan paksa. "Hen-ti-kan." Elena bersuara dengan terbata-bata. Dai hampir kehabisan napas. Alex tidak memberinya celah. Tok tok tok Alex mendadak menghentikan permainannya dan melihat siapa yang mengetuk pintu. "s**t! Beraninya menggangguku tanpa permisi," geramnya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN