7. Mengembalikannya Ke Alam

1206 Kata
Beberapa waktu kemudian Arya mendengar suara dari kejauhan. Awalnya samar-samar dan tidak cukup jelas untuk tahu suara macam apa yang sedang didengarnya. Jenis suara yang tak biasa, bukan suara langkah kaki pada umumnya, bukan pula suara binatang buas maupun suara yang pernah Arya dengar sebelumnya. Selaras dengan semakin jelasnya suara-suara itu, semakin tubuh Arya menegang bukan kepalang dibuatnya. Tubuh Arya kaku dan merinding. Itu suara yang sangat aneh. Hampir seperti terdengar sesuatu yang mengamuk dan menebas semua ranting pohon, ilalang-ilalang maupun rerumputan. Semakin lama, semakin jelas suara yang terdengar. Arya menajamkan pendengarannya. Terdengar sesuatu yang bergesekan dengan tanah, kerikil-kerikil, maupun tanaman-tanaman kecil. Sesuatu yang sangat berat, yang menimbulkan suara yang sangat keras. Seluruh tubuh Arya menggigil ketakutan saat suara itu sudah sangat dekat. Hingga ingin rasanya ia berteriak dan memanggil Mahagurunya, namun mulutnya seolah beku dan tak bisa mengeluarkan satu katapun. Arya menggeser duduknya ke sudut lubang yang digalinya. Benar-benar berada di sudut sambil menahan nafas dan tak menggerakkan tubuh sedikitpun. “Atau aku pura-pura mati saja?” pikir Arya. Arya pun memejamkan mata, mengubah posisi duduknya menjadi meringkuk dan berperan seolah ia tlah kehilangan daya maupun kehidupan. Tapi apa boleh buat, dia tak bisa mengatur detak jantungnya yang berdentum dengan sangat menggila hingga membuat nafas Arya tersengal-sengal dan menggagalkan perannya. Ditengah upayanya dalam mengendalikan nafas, Arya semakin panik karena suara itu sudah berada di sekitar lubang. Sangat dekat dan semakin dekat. Arya kembali mematung tatkala suara itu tepat di atas kepalanya. “Mungkin aku harus mati sekarang… makhluk macam apa di atas sana…” jerit hati Arya. “ARYA!!!” Suara panggilan itu menghentak Arya. Ia mendongak dan berdiri dengan cepat. Terdapat sebuah obor kecil yang memancarkan cahaya api dan terlihatlah seorang pria misterius yang kini sangat dihormatinya. “Mahaguru!?” Seru Arya. “Ya, apa kau tertidur?” “O – Oh tidak! Aku hanya sedang beristirahat sambil menunggu Mahaguru.” “Bagus. Kalau begitu cepat kau menyingkir dan pergi ke sudut bagian kanan.” “Baik, Mahaguru.” Arya pun melakukan perintah Mahaguru dengan sangat cepat, tak seperti sebelumnya yang selalu mempertanyakan perintah Mahaguru, kini tanpa banyak tanya Arya melakukan apapun yang beliau perintahkan. “Menempel pada dinding dan tunggu aba-aba selanjutnya.” “Baik, Mahaguru.” Usai memberikan pesan tersebut, Mahaguru pun kembali menghilang dari hadapan Arya, namun suasana lingkungan menjadi cukup terang karena Mahaguru menancapkan obornya di ujung kiri yang berlawanan dengan posisi Arya. Suasana malam yang sangat gelap pun berubah menjadi remang. Arya bisa melihat bayangan-bayangan pepohonan yang ada di atasnya. Suara aneh itu pun kembali terdengar. Suara gesekan yang sangat keras, namun bedanya kini Arya bisa membedakan suara gesekan dan langkah kaki Mahaguru yang menyertainya. Tak lama, Arya mendengar suara geraman keras dari Mahaguru, lalu terlihat sebuah bayangan kotak besar terangkat di atas udara hingga menutupi bayangan apapun yang terlihat sebelumnya. Melihat posisi kotak itu semakin menurun dan memasuki lubang dengan perlahan-lahan, Arya pun semakin menempelkan dirinya ke tembok agar tidak terkena kotak besar yang dimasukkan oleh Mahaguru sendirian. Arya terperangah dan takjub melihat apa yang terjadi di depannya. Mahaguru sangat kuat dan luar biasa hebat. Bagaimana ia bisa mengangkat kotak besar itu sendirian dan membawanya tanpa bantuan. Sungguh luar biasa kawan ayahandanya itu. “Mahaguru, apakah ada yang bisa aku bantu?” “Tidak, kau hanya perlu diam di sana.”  Geram Mahaguru. Arya pun mengangguk, matanya terus memperhatikan kotak dan tali yang mengikatnya. Mahaguru menurunkan kotak itu dengan bantuan tiga tali yang mengikat setiap sisi hingga kotak itu sampai di permukaan lubang tanpa banyak benturan. “Arya, lepaskanlah semua tali-tali itu dari kotak.” “Baik, Mahaguru.” Sang Murid penurut pun mulai mendekati kotak dan mencari simpul tali untuk dilepasnya. Terdapat tiga buah simpul tali kuat yang sangat sulit dilepaskan, hingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk Arya menyelesaikannya. “Sudah selesai, Mahaguru.” Jawab Arya. “Kalau begitu, berpeganglah pada tali lalu naik ke permukaan tanah dengan menggunakannya. Ujung tali ini sudah terikat kuat pada pohon, jadi kau tak usah khawatir terlepas.” Arya mengangguk dan menguatkan tekad. Ini adalah tanah yang digalinya dengan sangat dalam. Jadi ia harus bisa menaklukannya walau bagaimanapun juga. Arya memegang tali itu, kemudian menumpukan kaki pada dinding lubang. Menggunakan kedua kekuatan tangan dan kakinya untuk bertahan pada tali. Merangkak naik perlahan-lahan hingga akhirnya ia berhasil mencapai tepi lubang dan melompat ke permukaan. “Kau memiliki tenaga dan keinginan hidup yang cukup bagus.” Ujar Mahaguru setelah Arya berdiri di sampingnya. “Terima kasih atas pujian Anda, Mahaguru.” “Pujian adalah ujian. Jangan terlena.”   Tanpa menunggu jawaban Arya, Mahaguru berbalik kemudian memutar, berjalan ke sisi seberang dimana terdapat tumpukan tanah bekas galian yang mereka lakukan sebelumnya. Mahaguru mulai menurunkan tanah-tanah itu ke dalam lubang, dan Arya segera membantu Mahagurunya. Sebelumnya mereka berdua bekerja keras menggali lubang itu bersama-sama, Arya menggali dan Mahaguru yang mengatur tanah di permukaan. Dan kini mereka mengembalikan tanah itu ke tempat semula. Tempat tanah itu berasal. Seluruh tanah menutup kotak yang baru saja dimasukkan kedalamnya, kemudian menutup sebagian besar lubang dan meratakannya dengan tanah. Mahaguru tak membuat gundukan apapun yang membuatnya tampak seperti kuburan. Mereka berdua menginjak-injak tanah itu hingga rata dan menutupnya dengan dedaunan kering dan potongan ilalang-ilalang yang ada di sekitar. Semuanya tertutup dengan wajar. Siapapun takkan tahu jika ada peti besi sebesar ukuran manusia yang dikubur di dalam sana. Usai melaksanakan segalanya, Mahaguru dan Arya berbaring terlentang. Istirahat sambil memandang kelamnya langit malam tanpa bintang. Entah mengapa, malam ini sangat sunyi dan gelap.   “Kenapa kau diam saja?” tanya Mahaguru. “Aku? Diam saja?” “Ya, biasanya kau selalu cerewet.” “A – Aku…” Arya bingung, setelah didatangi oleh sosok Mahaguru dalam bentuk transparan dan mengeluarkan cahaya putih, Arya sudah menganggapnya sebagai Mahagurunya, orang paling hebat yang pernah Arya temui, ia jadi agak sungkan untuk berbicara sedikitpun. Ia takut berbicara sembarangan dan membuat Mahaguru menolaknya sebagai murid. Jadi lebih baik ia diam. Arya melirik Mahaguru yang sejak tadi bersikap biasa saja, seolah tidak pernah menemui Arya dalam sosok bersinarnya. Seolah tidak pernah menunjukkan ilmu tingkat tinggi yang dimilikinya. “Aku hanya lelah.” Jawab Arya pada akhirnya, “Kalau lelah aku tidak banyak bicara.” “Akan kuberikan kau makan enak setelah ini.” “Terima kasih, Mahaguru.” “Apa kau akan bersikeras menyebutku dengan nama itu?” “Bolehkah aku melakukannya?” “Terserah.” Suasana kembali hening. Mahaguru kembali menatap langit dalam diam dan Arya mengikuti apapun yang Mahagurunya lakukan. “Katakan saja.” “Ya?” “Katakan saja semua pertanyaanmu itu. Pikiranmu sangat berisik.” Ujar Mahaguru. “A – Anda bisa mendengarnya?” Sebenarnya sejak tadi benak Arya bertanya-tanya apa yang telah Mahaguru kuburkan di dalam tanah, kotak itu seukuran manusia dan bobotnya sudah pasti sangat berat. Arya penasaran, namun lagi-lagi ia tak berani sembarangan bertanya dan bicara. “Itu adalah kuburan istriku.” Ujar Mahaguru. “Kuburan istri?” “Selama ini aku tidak pernah mengubur atau membakar istriku menjadi Abu. Aku tak sempat melihat jenazahnya saat meninggal dan hanya bisa mengubur patung emasnya saja.” Mahaguru menoleh, menatap Arya dengan tatapan sendu. “Kau baru saja membantuku mengubur Lintang ke dalam tanah. Mengembalikannya ke alam. Membiarkannya terlepas dari kutukan dan terlahir kembali dalam kesucian. Terima kasih, Arya.” *** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN