Arya menggali tanah sebesar kuburan sepanjang siang hari yang dia lewati. Tanah itu berjarak beberapa kilometer dari gubuk sederhana milik pria tanpa nama yang konon adalah sahabat karib ayahnya. Pria yang sangat keras kepala dan berkali-kali menolak permohonan Arya agar mau menjadi gurunya.
Pria itu bersikeras menyarankan Arya untuk menjadikan Guru Champaka sebagai Pembimbingnya. Guru Champaka adalah orang yang sangat menakutkan, banyak murid yang melarikan diri darinya karena memiliki metode pengajaran yang sangat keras dan tak punya keringan sama sekali. Arya yang selama ini menjadi anak manja yang selalu mendapat kemudahan dalam hidupnya tidak akan pernah mau menjadi murid Guru Champaka. Oleh karena itu ia terus merongrong pada Tuan Tanpa Nama itu untuk menerimanya, merengek seperti anak kecil yang meminta makanan enak pada Sang Ibunda. Hingga pada akhirnya Tuan Tanpa Nama yang sangat misterius itu memberikan syarat-syarat yang harus Arya penuhi jika ingin menjadi muridnya.
Hal pertama adalah Arya sudah berhasil menjadi Asisten Kisanak itu untuk menyelesaikan patung emas bernama lintang selama beberapa hari terakhir, lalu berhasil mencari makan dan minum di tengah hutan belantara tanpa diserang binatang buas apapun, berlatih mengangkat ember air dari sungai dengan menggunakan kekuatan pundaknya pada pagi dan sore hari, dan sekarang Arya melakukan syarat paling aneh yang pria itu berikan, yaitu; menggali kuburan. Kuburan yang sangat dalam, seukuran tubuh manusia, namun jauh lebih dalam dari biasanya. Sementara Pria itu hanya berdiri di atas sambil bertolak pinggang menatap Arya yang semakin lama semakin loyo terkena terik siang yang sangat panas.
“Guru! Seberapa jauh kau ingin aku menggali tanah gunung ini!?” Walau belum resmi menjadi murid pria berpakaian compang camping itu, Arya bersikeras memanggilnya Guru.
“Empat siku ke dalam lagi.” Jawab pria itu.
“APA? Masih empat siku ke dalam lagi? Lalu bagaimana aku akan naik ke permukaan, dengan posisi sekarang dan ditambah empat siku lagi, aku mungkin tak akan bisa naik ke permukaan. Apa kau hendak membunuh dan menguburku di lubang ini?”
“Kalau kau berhenti bicara dan sedikit mengeluh, kau akan selesai lebih cepat.”
“Tapi, Guru!”
“Anak muda, seorang Guru tidak akan mau menerima murid yang banyak mengeluh dan cengeng!”
Arya cemberut dan kembali menggali tanah. Walau merasa pening oleh sinar matahari, tapi Arya tetap berusaha menyelesaikan segala perintah ayahandanya untuk membujuk pria menyebalkan itu agar mau menjadi gurunya. Walau terkadang perintah-perintah pria itu aneh dan seolah menjadikan Arya sebagai jongos pribadinya, Arya tetap bertahan. Ia tidak ingin upayanya selama beberapa hari ini hangus hanya karena gagal menggali tanah untuk memenuhi keinginannya.
Saat matahari tidak lagi di puncak kepala dan mulai bergeser menuju ufuk, barulah Arya menyelesaikan keinginan calon gurunya. Ia tersenyum senang saat mendapatkan anggukan dan persetujuan untuk berhenti. Namun kini Arya bingung bagaimana bisa ia naik ke permukaan jika ia berada sangat dalam di dalam lubang.
“Guru, sekarang bagaimana caraku naik?”
“Tunggu disini. Jangan kemana-mana.” Perintahnya.
“Baik, Guru.”
Pria Misterius itu berlalu, melangkah menjauh hingga suara kakinya tak terdengar sama sekali. Arya mengernyit bingung. Kemana pria itu, mengapa seolah tak ada pergerakan sama sekali darinya.
“Guru!” panggil Arya.
Tak ada jawaban.
“Guru! Dimana engkau!?”
“Guru…” Arya mulai menjerit panik. Sudah lama ia menanti di sana bahkan cahaya matahari mulai melemah dan lubang tersebut semakin remang.
“Guru! Jangan bercanda! Kalau kau tidak ingin menjadi guruku, tidak apa-apa. Tapi jangan tinggalkan aku di dalam lubang yang sangat dalam seperti ini!!!”
Hening. Benar-benar tak ada pergerakan manusia manapun di sekitarnya. Hanya ada suara binatang pengerat, burung dan kawan-kawannya. Arya yang tak bisa menunggu dalam kecemasan terlalu lama pun berusaha memanjat tanah yang dia gali, namun tanah itu basah hingga membuatnya terpeleset dan jatuh berkali-kali.
“KISANAKKKK!!!!” geram Arya.
Ia merasa dikerjai dan dijebak oleh pria gembel itu.
Pria miskin, gembel, dan pongah yang sangat sial!
Arya mengumpat di dalam hati berulang kali sampai akhirnya ia duduk tersudut di dalam lubang hingga matahari sepenuhnya tenggelam. Langit menjadi gelap. Hutan seolah mati, dan ia berada di dalam lubang seorang diri.
Ia ketakutan. Sangat ketakutan. Ini pertama kalinya ia mengalami hal mengerikan seperti ini. Berada di dalam lubang yang sangat dalam tanpa pertolongan. Sementara pria itu pergi setelah menarik kain yang berisi gumpalan tanah terakhir yang Arya gali.
Arya menarik nafas, ia takkan kalah oleh ujian ini. Ia harus bisa melepaskan diri dari tempat ini.
“Tapi… bukankah pria itu menyuruhku untuk menunggu dan tidak pergi kemana-mana?” gumam Arya pada dirinya sendiri.
“Tapi… bagaimana jika dia hanya mengerjaiku saja? Bagaimana jika dia takkan pernah kembali ke sini?”
Arya termenung selama beberapa waktu. Kemudian ia memutuskan untuk kembali berusaha keluar dari lubang itu dengan berbagai cara.
“Sudah kukatakan untuk menunggu!” Seru suara yang entah dari mana datangnya terdengar di telinga Arya, suara itu begitu dekat, seolah-olah berada di samping Arya.
Arya menoleh ke atas. Tak ada siapapun di sana. Ia pun menoleh ke samping kiri dan kanan, namun tak terlihat apa-apa. Hanya ada kegelapan dan Arya yakin, walau dalam keadaan gelap sekalipun, ia hanya sendirian di lubang ini.
Arya merinding, “Apakah itu malaikat maut?”
“Berhenti berpikir yang tidak-tidak.” Suara itu kembali terdengar.
“S – Siapa kau!!! Kenapa kau menggangguku! Apa kau demit gunung!” seru Arya, semakin panik hingga terdesak pada dinding tanah yang digalinya. Nafas Arya memburu begitu cepat dan jantungnya berdegup dengan ritme yang sangat gila. “A – Aku tidak bermaksud mengganggu. Aku hanya menjalankan tugas dari Guruku. Sumpah demi Dewa Dewi di Bumi, aku tidak bermaksud merusak tanah kalian. Aku tidak bermaksud merusak hutan gunung ini.”
Usai mengatakan itu semua, terlihat sebuah cahaya terang yang semakin lama semakin menyilaukan di tengah gelapnya malam. Walau matahari baru saja tenggelam dan sinar bulan mungkin sedang merajai malam, tapi di lubang ini terasa sangat gelap. Cahaya bulan tak sampai hingga dasarnya. Jadi ketika tiba-tiba muncul cahaya terang di depannya, Arya pun perlu menyesuaikan diri dengan cahaya tersebut.
“K – Kau….” Seru Arya, sungguh tak percaya pada sosok bersinar yang ada di depannya. “Guru!!!”
Pria itu tersenyum kecil dan mengangguk. Sosoknya transparan dan mengeluarkan cahaya putih yang bersinar penuh keindahan. Seluruh bulu kuduk Arya berdiri. Sebuah dorongan yang sangat kuat membuatnya ingin tunduk dan berserah pada sosok itu.
“Guru… Kau…”
Arya berlutut di kakinya, memberi hormat dengan penuh kesungguhan. Kepala menunduk, dan kedua tangan di atas lutut. Ia bersimpuh dengan sangat khusyuk.
“Hamba siap melakukan apapun tugas yang Guru berikan.”
Arya – walau bodoh dan manja, tahu jika memerlukan ilmu tingkat tinggi untuk bisa merubah diri menjadi transparan dan bercahaya putih seperti ini.
Ternyata, teman Ayahandanya ini bukanlah orang sembarangan. Pantas saja Ayahanda memaksa Arya untuk menjadi murid lelaki ini.
Dia bukanlah lelaki sembarangan. Bukan pula lelaki buangan. Dia adalah seorang guru yang menyepi dan hidup dalam kesederhanaan yang sangat jauh dari urusan duniawi.
Tiba-tiba Arya merasa sangat bodoh karena selama ini selalu berpikir buruk tentang Gurunya. Ia tak bisa berpikir panjang dan menilai segalanya dari sisi baiknya saja.
“Jangan terlalu banyak berpikir. Tunggu dengan tenang. Aku akan sampai beberapa waktu ke depan.”
Arya mengerjap.
“Baik, Mahaguru!”
Seketika cahaya itu lenyap tak bersisa. Meninggalkan Arya yang termenung dalam keheningan yang sangat lama.
***