16. Badai di Dasar Danau Berkabut

903 Kata
Kartajaya tenggelam di sebuah danau yang sangat dalam dan seolah tak berujung. Tali-tali cahaya berwarna biru itu menariknya tanpa henti hingga Kartajaya tak bisa berkelit sama sekali. Tubuhnya ditarik ke area dasar danau, area yang seharusnya memiliki ujung dan permukaan, namun setelah beberapa lama Kartajaya terjatuh, ia tidak menemukan dasar sama sekali. “ARGH!!! Apa ini!? Kekuatan macam apa yang mengikatku ini!” seru Kartajaya di dalam hati. Tubuhnya terbawa arus yang kencang dan terus ditarik ke dasar danau yang tak kunjung disentuhnya. Dengan sekuat tenaga Kartajaya berusaha menenangkan diri kemudian mengucap mantra di dalam hati, namun semua mantra itu seolah tidak berfungsi. Mantra itu tidak bisa digunakan saat ia berada di dalam danau berkabut penuh misteri ini!!! “ENGHHH!!! ENGGH!!!” geram Kartajaya dengan mulut yang tertutup rapat. Ia menahan nafas selama yang ia mampu dan tidak menyerah atas situasi yang menghamnatnya. “Tali cahaya ini sangat kencang!” pikir Kartajaya. Kartajaya mengerahkan seluruh kekuatan yang tersisa untuk melepas kaki dari ikatan cahaya biru yang melilit tubuhnya. Sementara kedua tangan Kartajaya yang bebas mulai berenang melawan arus dengan seluruh tubuh yang bersinkronisasi dalam upaya tanpa henti. “Sia-sia!” pikir Kartajaya. “Apa yang terjadi!? Sepertinya seluruh tenaga dalam dan ilmu dilolosi satu per satu dari tubuhku. Tak ada mantra yang bisa menyelamatkanku. Tak ada cukup tenaga yang bisa melawan tali cahaya itu… Sebenarnya, danau macam apa ini!” Saat sedang berpikir seperti itu, mata Kartajaya membelalak tatkala menemukan pusaran air yang sangat besar seolah sedang menunggu di bawahnya. Pusaran itu berbentuk persis seperti badai angin yang memporak porandakan bumi. Besar dan bisa melahap Kartajaya hingga habis tak bersisa. Kartajaya pun bergerak dan melawan semakin keras. Ia mengeluarkan seluruh energi yang dimilikinya dan menggunakan kedua tangannya untuk menggapai-gapai air, melawan arus yang sedang bergulir, sementara kedua kakinya menendang tali cahaya semakin keras. Semakin panik. “Tidak. Aku tidak boleh masuk ke dalam pusaran air itu!” Di dalam benaknya yang panik, Kartajaya kembali berusaha tenang dan berkonsentrasi. Mata Kartajaya menutup rapat, kedua telapak tangan menyatu di depan d**a, dan seluruh jiwanya berusaha keras untuk membangkitkan kekuatan terbesar di dalam dirinya. Nihil. Kekuatan itu seolah tak pernah ada dan menghilang tanpa sisa. Kemana seluruh kemampuannya?  Mata Kartajaya kembali menatap badai di dasar danau yang siap menelannya. Tubuh Kartajaya semakin bergerak mendekat ke arah datangnya badai itu dan tali-tali cahaya berwarna biru lainnya menyambut tubuh Kartajaya. Dengan gerakan yang sangat cepat dan kekuatan yang sangat besar, seluruh tali berwarna biru yang ada di dasar sungai menyambut kehadirannya dengan melilit seluruh tubuh Kartajaya hingga tak terlihat keberadaannya. Yang ada hanyalah sebuah gumpalan cahaya berwarna biru yang semakin lama semakin mendekati arah datangnya badai. “ARGHHH!” Teriakan yang sangat keras menggema dari dalam gumpalan cahaya. Gumpalan itu membuat Kartajaya terlindung dari air danau sehingga ia bisa bernafas normal layaknya ada di permukaan tanah dan bisa menghirup udara segar menggunakan hidung maupun mulutnya. “TOLONG!! MAHAGURU! MAHAGURU TOLONG AKU…” teriak Kartajaya menghabiskan seluruh kemampuan kapasitas paru-parunya. Ia terus menggeliat di dalam cahaya dan menolak arus yang membawanya. Seluruh gumpalan yang berisikan tubuh Kartajaya itu tak tergoyahkan dan terus berputar begitu cepat mengikuti arus badai yang sangat kencang.  Arus yang sungguh mengerikan! “ARGH!!! TOLONG….” Lolongan panjang penuh putus asa itu semakin lama semakin tak terdengar, diredam jarak yang semakin nyata. Wujud yang semakin lenyap.  Badai itu tak henti-hentinya membawa gumpalan cahaya berputar menjauh hingga semakin lama semakin terlihat kecil, lalu hilang sama sekali dari dalam danau.  Kartajaya beserta gumpalan cahayanya seolah dilumat habis oleh seluruh kekuatan badai yang tak tertandingi oleh ilmu maupun mantra apapun yang dikuasai Kartajaya. Semua ilmu Kartajaya tak mampu menyelamatkan raganya!  *** Pseudo Earth 2121.  Beberapa hari setelah gagal menjalani misi untuk meracuni Putri Stary. Basecamp bawah tanah pasukan Lord Yasa.  Kartajaya merasa tubuhnya seperti ditumbuk oleh alu hingga hancur berkeping-keping. Remuk tak keruan. Tulang belulangnya terasa nyeri, otot-otot tubuhnya pun terasa tegang dan berkontraksi hebat. Mulutnya bergerak membuka, lalu mengeluarkan suara erangan rasa sakit yang sangat lirih dan berat.  Nafasnya yang lemah kini menjadi semakin cepat dan berangsur-angsur kembali menjadi normal.  Dengan seluruh tenaga yang tersisa, Kartajaya mengepalkan tangan, kemudian membuka mata dengan susah payah. Hal pertama yang dilihatnya adalah cahaya menyilaukan yang terpancar dari sebuah benda bulat yang dipasang beberapa meter di atas kepalanya. Cahaya itu membuat kening Kartajaya mengernyit dan matanya menyipit untuk menyesuaikan pupilnya yang belum terbiasa dengan cahaya yang ada. Setelahnya berhasil menyesuaikan diri, Kartajaya menemukan bayangan-bayangan tubuh yang menjulang di depannya. Tubuh-tubuh yang terlihat besar dan kokoh. Mereka semua membelakangi asal cahaya  hingga terlihat hitam dan menunduk menatap Kartajaya, hingga pada satu detik yang tak diduga, wajah mereka terangkat dan mereka memandang satu sama lain. Melalui bayangan cahaya yang menyilaukan itu, Kartajaya melihat wajah mereka satu per satu. Wajah asing yang baru dilihatnya. Wajah-wajah aneh. Beberapa dari mereka berkulit hitam legam. Beberapa lainnya berkulit seputih awan. Satu orang berkulit kuning langsat seperti dirinya, dan satu orang berkulit sawo matang. Makhluk macam apa itu? Apa mereka manusia? “Finally!!!” seru si kuning langsat. “Thanks God if you ever exist…” Bahasa apa itu? Aneh sekali. “Tapi, kenapa aku mengerti apa yang dikatakannya!” pikir Kartajaya heran. “Syukurlah Aksata sudah bangun. Kita sudah bisa tenang sekarang.” Ujar si putih. Kemudian pria bertubuh besar itu menunduk menghadap Kartajaya, “Welcome back, Aksata. Kau sudah berhari-hari pingsan hingga membuat kami semua khawatir sekali. Saya senang kamu sudah kembali!” Aksata? Siapa Aksata??? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN