“Aksata! Kemana kau!?”
Arsen dengan muka marahnya mencari keberadaan Kartajaya di ruang istirahat.
“Arsen?” gumam Kartajaya sambil mengunyah makanan di dalam mulutnya dengan lebih cepat, lalu menelan makanan itu dengan terburu-buru, “Aku disini!”
“Apa yang kau lakukan, hah?” tanya Arsen galak.
“Aku sedang makan.”
“Kambing bodoh pun tahu kau sedang makan.” Arsen menoyor kepala Kartajaya dengan seenak jidatnya.
Arsen berkacak pinggang, berdiri menjulang di depan Kartajaya yang sedang duduk menyantap makanannya. Tubuh Arsen memang jauh lebih tinggi, lebih tegap dan gagah daripada tubuh Kartajaya – atau Aksata yang kurus kering seperti anak kekurangan gizi. Arsen memiliki masa otot yang sangat bagus dan merupakan murid kesayangan Lord Yasa karena kemampuan bela diri sekaligus pengetahuannya yang sangat luas. Namun semua kelebihan itu tidak membuat Arsen rendah hati, pria muda itu selalu sombong, pemarah dan perundung yang ulung. Menurut Makula, Arsen sangat suka menindas Aksata.
Kartajaya menggeram marah, berani-beraninya anak muda itu menoyor kepalanya. Ia tak akan membiarkan itu terjadi lagi selama dirinya berada di dalam tubuh Aksata!
Kartajaya mengelus kepala sambil menatap marah kepada Arsen, “Kenapa kau menoyorku!!?”
“Bocah bodoh dan pelupa sepertimu sangat pantas untuk mendapatkan lebih dari sekedar hal itu!”
Kartajaya berdiri dari kursi tak terima, Dalam sekejap saja Ia melupakan seluruh niatnya untuk makan dan hanya ingin membalas anak muda sombong yang berkacak pinggang di depannya.
“Apa? Kau ingin marah dan memukulku? Coba lakukan jika kau memang mampu menggunakan tubuh tak bergunamu itu!!!” bentak Arsen.
Kepala Kartajaya menunduk untuk memperhatikan tubuhnya, untuk bisa berjalan dari kamar tidur ke ruang istirahat saja ia kesulitan, apalagi untuk melawan tubuh Arsen yang memiliki otot besar.
Pundak Kartajaya mengkerut, “Bukan saatnya untuk marah…” pikir Kartajaya.
“Ada apa kau mencariku, Arsen?” tanya Kartajaya pada akhirnya. Ia tak ingin memancing keributan disaat tubuhnya tak mampu bergerak lebih dari sekedar urusan sehari-hari.
“Tidak berani, huh?”
“Aku hanya tidak ingin memancing keributan…”
“Bagus, kalau begitu kau cepat ikut aku!”
Arsen berbalik tanpa menunggu jawaban Kartajaya dan meninggalkan ruangan. Kartajaya terheran-heran, wajahnya menatap punggung Arsen dan makanannya bergantian. Ia baru memakan beberapa suap, tapi Arsen sudah pergi mendahuluinya.
“Tunggu!” panggil Kartajaya. Ia mendesah lelah dan berlari menyusul Arsen, “Kita mau kemana?”
Kartajaya memegang tenggorokannya, ia benar-benar belum terbiasa mendengar suara lemah dan cempreng milik Aksata. Sulit sekali untuk membiasakan diri di dalam tubuh yang memiliki banyak perbedaan dengannya. Wajah mereka memang sama, namun sisanya sungguh berbeda. Hal itu yang membuat Kartajaya Frustasi.
“ACK!”
BUGH!
Suara benturan keras mengagetkan Arsen yang berjalan di depan, saat berbalik, ia melihat tubuh kawannya terjerembab ke dasar lantai dengan begitu mengenaskan.
“Anak bodoh! Apa yang kau lakukan!? Menyusahkan!” geram Arsen dalam penuh kemarahan. Arsen pun terpaksa berbalik arah.
Kartajaya mengaduh kesakitan setelah tubuh lemahnya terbentur ke dasar lantai sangat keras hanya karena tersandung oleh kakinya sendiri.
“Aksataaa… apa yang sebenarnya selama ini kau lakukan, kenapa tidak melatih tubuhmu dengan baik? Kenapa hanya berjalan biasa pun tubuhmu tak bisa mengimbangi keinginanku untuk bergerak cepat dan malah tersandung di kaki sendiri…” keluh Kartajaya dalam hati.
Kedua tangan Kartajaya memegang kakinya yang terlipat. Ia mengerangkan rasa nyeri yang benar-benar kuat.
“Kau bangun dan berjalan sendiri, atau aku harus menyeretmu sampai ke perpustakan, hah?” Arsen menunduk di depan Kartajaya, menatap tanpa iba dan belas kasihan, bahkan uluran tangan pun tidak dia berikan.
“S – Sendiri…” Kartajaya pun bangkit dari baringnya, kemudian berusaha berdiri dengan susah payah. Seluruh tubuhnya terasa nyeri usai terbentur lantai yang begitu keras.
“Apakah kita akan ke perpustakaan?”
“Ya, Kau harus ke perpustakaan untuk mengejar semua ketinggalanmu.” Arsen berbalik meninggalkan Kartajaya, “Benar-benar bud4k yang menyusahkan!” geram Arsen.
***